Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Zackir L Makmur
Wartawan

Gemar menulis, beberapa bukunya telah terbit. Suka catur dan humor, tertawanya nyaring

Melihat NU di Kamar Politik

Kompas.com - 01/02/2023, 06:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sepanjang sejarahnya dan sejarah Republik Indonesia, banyak sekali peran dan jasa NU yang disumbangkan untuk bangsa dan Negara Indonesia, baik ditilik dari jurusan sosial, ekonomi, pendidikan, bahkan politik.

Ketika ditelisik dari jurusan sosial, peranan NU terlihat upaya peneguhan semua tradisi keagamaan dan sosial.

Hal yang tidak kalah pekanya ditelisik dari jurusan politik, NU menjadi salah satu tonggak kokoh memancangkan dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Dari jurusan ini pula terlihat NU memainkan peran politik substansialistik, bukan politik formalistik yang banyak diusung oleh partai politik berbasis agama.

Beda dengan visi dan misi politik substansialistik, politik formalistik cenderung menghasilkan tata kelola kebangsaan yang zero some game-ada yang dimenangkan dan ada yang dikalahkan, dan semangat eksklusivitas keagamaan (Bahtiar Effendy, 2000),

Sedangkan politik substansilistik, menurut Asep Sahid Gatara, dalam keagamaan justru menghasilkan moderasi dan toleransi.

Dengan demikian, politik substansialistik lebih fokus pada tujuan atau isi, sementara politik formalistik lebih tersibukkan pada prosedur dan bungkus atau cangkang dalam mencapai tujuan (Asep Sahid Gatara, 2021).

Deskripsi pemikiran politik substansialistik itu dimainkan NU awalnya ditempuh tahun 1949, dengan tetap berpijak pada tradisi pemahaman beragama mereka yang berdasarkan pemahaman Ahl al- Sunnah wa al- Jamaah atau Ahlu Sunnah Wal Jama’ah (Aswaja). Konsep politik ini luwes seiring dengan doktrin dasar NU.

Maka keluwesan politik NU, sebagaimana dijabarkan begitu jelas oleh Laode Ida, mempunyai makna sebagai upaya untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan (2004).

Sampai kini umurnya sudah 100 tahun menandakan ia memang luwes, dan dalam korelasi historis politik Indonesia tidak mengejawantahkan politik yang sifatnya absolut.

Tidak lagi berpolitik

Politik substansialistik itu dimainkan NU pada tahun 1949, berbarengan ia melangkah masuk ke Partai Masyumi. Tapi di institusi ini apa yang menjadi watak politik keluwesan mengalami perbedaan dengan watak politik keluwesan NU.

Sehingga pada Pemilu 1955 ia memisahkan diri, dan langsung terang-terangan menjadi partai politik. Menjadi kontestasi di pemilu ini, ia memperoleh suara masuk 4 besar pemenang Pemilu 1955.

Lantas ketika memasuki era Orde Baru, politik luwes yang dimainkan NU ini justru semakin terpojok, dan luwes di sini seperti bermakna lunglai.

Hal ini semakin jelas saat NU “dijebloskan” oleh rezim masuk ke dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Di sini watak politik luwes NU disempitkan, tidak diberikan ruang-ruang partisipasi yang besar sebagaimana lazimnya penyumbang suara sangat banyak dalam pemilu.

Namun takdir datang begitu indah, dalam keluwesan yang nyaris lebih bermakna lunglai, NU masih bisa melihat potensi dirinya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Nasional
Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Nasional
Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Nasional
PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

Nasional
Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Nasional
Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Nasional
 Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Nasional
PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

Nasional
Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Nasional
Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Nasional
Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Nasional
 Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Nasional
PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

Nasional
PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

Nasional
Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com