Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Kompas.com - 10/05/2024, 05:51 WIB
Novianti Setuningsih

Penulis

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti utama politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro mempertanyakan perihal signifikansi dan relevansinya dari penambahan jumlah kementerian dengan efisiensi dan efektifitas kinerja pemerintahan.

Apalagi, menurut dia, Indonesia sudah melaksanakan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sejak tahun 2001. Sehingga, menjadi tidak relevan jika penambahan kementerian dikaitkan dengan efektifitas dan efisiensi kinerja.

“Sebetulnya banyak yang sudah didaerahkan. Lalu, apa relevansi dan signifikansinya birokrasi di pusat ini digelembungkan,” ujar Siti Zuhro dalam program Sapa Indonesia Malam di Kompas TV, Rabu (8/5/2024).

Kemudian, dia juga mengungkapkan, pemerintah sudah memiliki grand design reformasi birokrasi nasional 2010-2025. Dengan target, Indonesia masuk ke birokrasi kelas dunia.

Baca juga: Jumlah Kementerian sejak Era Gus Dur hingga Jokowi, Era Megawati Paling Ramping

Dengan bertambahnya kementerian, Siti Zuhro berpandangan, tidak sejalan dengan semangat reformasi birokrasi dan targetnya.

“Bagaimana kalau birokrasi kelas dunia cuma diisi oleh besarnya struktur. Jadi kaya struktur tapi tidak kaya fungsi,” kata Siti Zuhro.

Oleh karena itu, dia menilai bahwa wacana atau ide penambahan kementerian lebih kental dengan konteks politiknya. Terutama, apabila dikaitkan dengan keinginan Presiden RI terpilih Prabowo Subianto membangun satu koalisi besar.

“Pak prabowo sebagai presiden terpilih sudah menyampaikan berulang kali baik dalam kampanye maupun setelah terpilih, yaitu untuk membangun satu koalisi besar untuk membangun kabinet, yang nantinya dampaknya adalah besar untuk mengakomodasi berbagai kepentingan. Tidak mungkin mengajak itu cuma dianggurin. Mengajak ini pasti ada bonusnya,” katanya.

Baca juga: Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Kabinet Zaken

Lebih lanjut, Siti Zuhro mengatakan, Indonesia lebih butuh kabinet yang diisi oleh para profesional atau kabinet zaken ketimbang kabinet yang tambun.

“Di Indonesia yang diperlukan sebenarnya kabinet zaken, kabinet profesional betul untuk mengejar ketertinggalan kita menuju (Indonesia Emas) 2045,” ujar Siti Zuhro.

“Kalau kabinetnya tambun ya nanti itu, bagaimana mengelola kabinet tambun. Jadi, apakah akan berkolerasi positif, serta merta akan positif terhadap terbentuknya good governance,” katanya lagi.

Selain itu, Siti Zuhro mengungkapkan, usulan mengenai penyederhanaan kementerian/lembaga (K/L) terkait efektifitas birokrasi.

“Saya pernah mengusulkan Indonesia cukup memiliki, waktu itu tahun 2009, saya mengatakan 23 dengan K/L apa yang bisa disatukan, mana yang bisa dihapuskan dan sebagainya,” kata Siti Zuhro.

Baca juga: Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Pasalnya, dia kembali menyoroti tentang target Indonesia Emas 2045. Lalu, mempercepat pembangunan dan membangun birokrasi pemerintah dengan sistem digital yang mengikuti perkembangan zaman.

Oleh karena itu, dia mengatakan, sangat disayangkan apabila penambahan kementerian hanya bertujuan untuk membagi-bagi kekuasaan kepada mereka yang sudah memberikan dukungan.

Halaman:


Terkini Lainnya

Menteri LHK: RI Masih Terima Ruang Dukungan Pihak Lain untuk Turunkan Emisi Karbon

Menteri LHK: RI Masih Terima Ruang Dukungan Pihak Lain untuk Turunkan Emisi Karbon

Nasional
Minta Jokowi Tunda RUU Polri, Koalisi Masyarakat: Isi Kontennya Berbahaya

Minta Jokowi Tunda RUU Polri, Koalisi Masyarakat: Isi Kontennya Berbahaya

Nasional
RUU Polri Beri Polisi Wewenang Penyadapan, ELSAM: Ini Bisa Sangat Liar...

RUU Polri Beri Polisi Wewenang Penyadapan, ELSAM: Ini Bisa Sangat Liar...

Nasional
Tren Ubah Aturan Hukum demi Menjaga Kekuasaan Diprediksi Bakal Terulang

Tren Ubah Aturan Hukum demi Menjaga Kekuasaan Diprediksi Bakal Terulang

Nasional
Putusan MA Dianggap 'Deal' Agenda Politik Jokowi Jelang Akhir Jabatan

Putusan MA Dianggap "Deal" Agenda Politik Jokowi Jelang Akhir Jabatan

Nasional
Aturan Pengawasan PPNS di RUU Polri Dianggap Hambat Kerja Penyidik KPK hingga Kejagung

Aturan Pengawasan PPNS di RUU Polri Dianggap Hambat Kerja Penyidik KPK hingga Kejagung

Nasional
Tangkap Buron Paling Dicari Thailand, Polri Minta Timbal Balik Dibantu Ringkus Fredy Pratama

Tangkap Buron Paling Dicari Thailand, Polri Minta Timbal Balik Dibantu Ringkus Fredy Pratama

Nasional
Buron Paling Dicari, Chaowalit Thongduang, Bikin Rakyat Thailand Tak Percaya Polisi

Buron Paling Dicari, Chaowalit Thongduang, Bikin Rakyat Thailand Tak Percaya Polisi

Nasional
Pilih Kabur ke Aceh, Chaowalit Buron Nomor 1 Thailand Merasa Mirip Orang Indonesia

Pilih Kabur ke Aceh, Chaowalit Buron Nomor 1 Thailand Merasa Mirip Orang Indonesia

Nasional
37 Warga Makassar yang Ditangkap karena Visa Haji Palsu Ditahan, 3 Diperiksa Kejaksaan

37 Warga Makassar yang Ditangkap karena Visa Haji Palsu Ditahan, 3 Diperiksa Kejaksaan

Nasional
Polisi Periksa 8 WNI Usai Tangkap Chaowalit Si Buron Nomor 1 Thailand, dari Ojol hingga Agen Sewa Kapal

Polisi Periksa 8 WNI Usai Tangkap Chaowalit Si Buron Nomor 1 Thailand, dari Ojol hingga Agen Sewa Kapal

Nasional
7 Bulan Kabur ke Indonesia, Buronan Thailand Nyamar jadi Warga Aceh dan Bikin KTP Palsu

7 Bulan Kabur ke Indonesia, Buronan Thailand Nyamar jadi Warga Aceh dan Bikin KTP Palsu

Nasional
Tak Setuju Perpanjangan Bansos Disebut Cawe-cawe, Dasco: Kecurigaan Tak Beralasan

Tak Setuju Perpanjangan Bansos Disebut Cawe-cawe, Dasco: Kecurigaan Tak Beralasan

Nasional
Tapera Dikhawatirkan Jadi Ladang Korupsi seperti Jiwasraya dan Asabri

Tapera Dikhawatirkan Jadi Ladang Korupsi seperti Jiwasraya dan Asabri

Nasional
Permintaan Otoritas Thailand, Chaowalit Si Buron Nomor 1 Tak Ditampilkan Saat Jumpa Pers

Permintaan Otoritas Thailand, Chaowalit Si Buron Nomor 1 Tak Ditampilkan Saat Jumpa Pers

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com