JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menjadwalkan sidang uji materi soal sistem pemilu pada Selasa (17/1/2023) besok.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan, sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup yang dipersoalkan dalam uji materi bukan ditentukan oleh MK.
Sebab, MK sebelumnya sudah menentukan sikap dalam putusan terdahulu, yakni saat dia menjadi Ketua MK periode 2008-2013.
"Kalau MK secara institusional dan kelembagaan sudah punya sikap. Waktu saya Ketua MK kan sudah ada putusannya," ujar Mahfud di Istana Merdeka, Senin (16/1/2023).
"Urusan proprosional terbuka atau tertutup itu urusan legislatif, bukan urusan MK. Karena MK tidak boleh mengatur, tapi boleh (hanya) membatalkan atau meluruskan," kata dia.
Baca juga: Para Penentang Sistem Proporsional Tertutup Mulai Daftarkan Diri sebagai Pihak Terkait ke MK
Mahfud menyampaikan, dalam putusan sebelumnya, MK menegaskan bahwa sistem proporsional terbuka atau tertutup ditentukan oleh legislatif (DPR).
Selain itu, putusan MK saat itu mencoret salah satu syarat untuk sistem proporsoional terbuka.
"Dulu waktu saya, tidak menetapkan sistem terbuka dulu (dalam putusan MK yang lalu), hanya menyatakan syarat sistem terbuka yang 35 persen ke atas itu kita coret syaratnya," kata Mahfud.
"Kalau soal terbuka, tertutup siapa yang menetapkan? Itu legislatif. Itu (putusan MK) zaman saya. Kalau sekarang MK punya pandangan lain, silakan saja," ujar dia.
Bergulirnya isu sistem proporsional tertutup untuk diterapkan pada Pemilu 2024 bermula dari langkah enam orang yang mengajukan gugatan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke MK.
Gugatan ini telah teregistrasi di MK dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022.
Baca juga: Partai Buruh Dukung Sistem Pemilu Proporsional Tertutup Bersyarat
Keenam penggugat, yakni Demas Brian Wicaksono (pemohon I), Yuwono Pintadi (pemohon II), Fahrurrozi (pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (pemohon IV), Riyanto (pemohon V), dan Nono Marijono (pemohon VI). Para pemohon mengajukan gugatan atas Pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017.
Dalam pasal itu diatur bahwa pemilihan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.
Dari gugatan ini pula, para pemohon meminta MK mengganti sistem proporsional terbuka yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945 dan telah menimbulkan masalah multidimensi seperti politik uang.
Untuk itu, para pemohon menginginkan MK dapat mengganti sistem proporsional terbuka menjadi sistem proporsional tertutup.
Lantas, delapan parpol menolak sistem proporsional tertutup. Mereka yakni Partai Golkar, Gerindra, Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Sebelumnya, Juru bicara MK Fajar Laksono mengonfirmasi bahwa MK telah menjadwalkan sidang atas perkara nomor 114/PUU-XX/2022 terkait gugatan atas sistem proporsional terbuka yang diterapkan di Indonesia.
"Selasa (17/1/2023) pukul 11.00, sidang pleno mendengarkan keterangan DPR, presiden, dan pihak terkait," ujar Fajar.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.