JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyatakan penangkapan Gubernur Papua Lukas Enembe yang menjadi tersangka perkara korupsi adalah salah satu cara buat menghentikan perilaku pejabat yang menghamburkan uang rakyat buat kepentingan pribadi.
"KPK telah menghentikan pesta pora ini dilakukan oleh siapapun dan kapanpun," kata Firli dalam keterangannya, Sabtu (14/1/2023).
Menurut Firli, berbagai data statistik telah menunjukkan kepada publik, bagaimana dampak buruk dari sikap para elite politik di daerah menggunakan dana transfer dari pemerintah pusat buat kepentingan pribadi dan kroninya.
Menurut Firli, selama ini masyarakat Papua kerap mengeluhkan tentang anggaran dana otonomi khusus (otsus) yang nilainya sangat besar dari pemerintah pusat, tetapi tidak berdampak secara langsung terhadap kesejahteraan warga setempat.
Baca juga: Komnas HAM Temukan Indikasi Eskalasi Kekerasan di Papua Usai Lukas Enembe Ditangkap
Padahal sejak menyandang status daerah otonomi khusus pada 2001 dan menerima dana sejak 2002, anggaran otsus yang digelontorkan untuk provinsi Papua selalu meningkat.
Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Papua mencatat, awalnya dana yang digelontorkan pemerintah mencapai Rp 1,38 triliun.
Pada 2022, anggaran yang digelontorkan pemerintah pusat untuk Bumi Cendrawasih mencapai Rp 5,7 triliun berdasarkan hasil penetapan Panitia Kerja Transfer ke Daerah dan Dana Desa DPR pada September 2021 lalu.
Firli mengatakan, penangkapan terhadap Lukas adalah peringatan bagi seluruh pelaku korupsi dan bukti kehadiran negara buat memberikan keadilan bagi masyarakat Papua.
KPK menetapkan Lukas sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi sejak 5 September 2022 lalu.
Baca juga: Yulce Wenda, Istri Lukas Enembe, Dicegah Bepergian ke Luar Negeri
Lukas Enembe ditetapkan tersangka karena diduga menerima suap dan gratifikasi dari Direktur Utama PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka, sebesar Rp 1 miliar.
Perusahaan itu memenangkan tiga proyek infrastruktur tahun jamak (multiyears) senilai miliaran rupiah.
KPK menduga Lukas Enembe telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya. Berdasarkan bukti permulaan sejauh ini berjumlah sekitar Rp10 miliar.
Sebelumnya KPK sudah memanggil Lukas buat diperiksa sebagai tersangka di Jakarta, tetapi dia selalu mangkir dengan alasan sakit.
Penangkapan yang kerap disebut KPK sebagai sebuah tindakan paksa, tidaklah terjadi begitu saja.
Baca juga: Ketua KPK Sebut Lukas Enembe Jadi Contoh Pejabat Publik yang Ugal-ugalan Bisa Dibawa ke Ranah Hukum
Dalam berbagai upaya untuk memeriksa orang nomor satu di Papua itu, tak jarang Komisi Antirasuah dihalang-halangi oleh para pendukung dan simpatisan Lukas.