JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan terus mendalami aliran dana dari Gubernur Papua Lukas Enembe yang menjadi tersangka dugaan suap dan gratifikasi.
Bahkan menurut lembaga antirasuah itu tidak menutup kemungkinan penyidik akan menjerat Lukas dengan sangkaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) jika ditemukan bukti-bukti yang kuat.
"Terkait dengan aliran uang, jadi kami dari dalam mengumpulkan alat bukti. Jadi uang itu alirannya pasti kemudian kami telusuri," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, seperti dikutip dari Kompas TV, Minggu (15/1/2023).
Menurut Ali, penyidik bakal menelusuri dugaan apakah uang hasil korupsi yang diterima Lukas Enembe diubah menjadi aset lain, dialihkan, atau disamarkan dengan nama orang lain.
Baca juga: Yulce Wenda, Istri Lukas Enembe, Dicegah Bepergian ke Luar Negeri
Jika hal itu terjadi, maka menurut Ali penyidik mempunyai peluang menjerat Enembe dengan pasal sangkaan pencucian uang.
"Kami juga mengkaji dari sisi apakah bisa diterapkan pasal-pasal lain selain pasal suap dan gratifikasi, yakni jadi Pasal 12 a maupun 12 B dan kemungkinan diterapkannya pasal-pasal lain selain pasal tersebut," ujar Ali.
"Kami pastikan ketika juga terus telusuri uangnya tadi itu aliran uangnya dalam bentuk perubahan aset aset ataupun ke mana aliran uang itu diberikan kepada pihak lain setelah diterima tersangka LE (Lukas Enembe). Sehingga kemungkinan apakah bisa diterapkan ketentuan TPPU ini juga kajian kami ke depan," lanjut Ali.
KPK menetapkan Lukas sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi sejak 5 September 2022 lalu.
Lukas Enembe ditetapkan tersangka karena diduga menerima suap dan gratifikasi dari Direktur Utama PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka, sebesar Rp 1 miliar.
Baca juga: KPK Akan Panggil Ketua DPRD Tolikara karena Mengaku Keluarga Lukas Enembe Saat Penangkapan
Perusahaan itu memenangkan tiga proyek infrastruktur tahun jamak (multiyears) senilai miliaran rupiah.
KPK menduga Lukas Enembe telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya. Berdasarkan bukti permulaan sejauh ini berjumlah sekitar Rp 10 miliar.
Sebelumnya KPK sudah memanggil Lukas buat diperiksa sebagai tersangka di Jakarta, tetapi dia selalu mangkir dengan alasan sakit.
Penangkapan yang kerap disebut KPK sebagai sebuah tindakan paksa, tidaklah terjadi begitu saja.
Dalam berbagai upaya untuk memeriksa orang nomor satu di Papua itu, tak jarang Komisi Antirasuah dihalang-halangi oleh para pendukung dan simpatisan Lukas.
Baca juga: Imbas Kasus Lukas Enembe, 5 Orang Dicekal Bepergian ke Luar Negeri
Pada 12 September 2022, KPK sedianya menjadwalkan pemeriksaan terhadap Lukas. Tetapi, ia justru tidak hadir dengan alasan sakit.