Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Asrizal Nilardin
Mahasiswa Magister Hukum Universitas Islam Indonesia

Mahasiswa Magister Hukum Universitas Islam Indonesia, Ketua Umum Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa Daerah Indonesia

Menakar Wacana Pilkada Asimetris

Kompas.com - 15/12/2022, 14:42 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sebagian daerah yang ditetapkan untuk melaksanakan pilkada secara asimetris harus memiliki landasan filosofis, yuridis dan sosiologis yang memadai. Baik karena tingkat pendidikan, kesadaran politik, infrastruktur, letak geografis, jumlah penduduk, hingga potensi konflik sosial secara horisontal maupun vertikal.

Wacana pilkada asimetris hanya dimungkinkan untuk dilakukan kepada daerah yang telah ditetapkan sebagai daerah khusus.

Selain DIY dan DKI, daerah khusus yang memungkinkan untuk melaksanakan pilkada asimeteris ialah Aceh dan Papua (serta daerah otonomi baru/DOB Papua).

Begitu pula, wacana pelaksanaan pilkada secara tidak langsung kepada beberapa daerah tersebut harus dilakukan kajian secara komprehensif. Perlu ada kriteria ketat dan memadai atas urgensi pilkada tidak langsung terhadap daerah-daerah tersebut.

Jika alasannya karena praktik money politic atau rawan korupsi akibat biaya pilkada langsung yang amat mahal, hemat saya opsi itu tentu tidak solutif. Yang terjadi apabila pilkada dilakukan DPRD, hanya menggeser subjek dan objek. Praktik money politic tidak lantas ikut tertangkal.

Begitu pula, di tengah rendahnya kepercayaan publik terhadap institusi politik (parpol dan DPR), wacana itu tentu akan menimbulkan resistensi, serta gejala money politic dan korupsi akan terjadi lebih terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Jika satu suara rakyat sebelumnya dihargai 50-100 ribu, maka nilai kursinya (di DPRD) akan ratusan kali lipat kepada satu suara anggota DPRD.

Baca juga: Pilkada Asimetris Dikhawatirkan Ciptakan Diskriminasi Daerah dan Ancam Kesatuan Bangsa

Sudah menjadi rahasia umum, yang tak kalah mahal dalam kontestasi pilkada ialah harga selembar surat rekemendasi partai politik pengusung maupun pendukung.

Jika pilkada dilakukan DPRD, pasangan calon yang mampu membayar dan menggaet dukungan sebagian besar partai politik dapat dipastikan akan terpilih sebagai kepala daerah. Lantaran anggota DPRD yang memilihnya pasti akan mengikuti instruksi partainya.

Selain itu, pola pertanggungjawaban kepala daerah juga akan beralih dari rakyat kepada DPRD. Akibatnya, rakyat tidak lebih dari objek yang tidak terlalu berpangaruh dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja kepala daerah.

Maka, wacana MPR melaksanakan pilkada secara asimetris tidak mendapatkan urgensi yang mendesak, serta akan lebih berpotensi menciptkan kekacauan politik dan biaya politik yang lebih mahal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

DPR Sentil Kemendikbud yang Bilang Pendidikan Tinggi Tidak Wajib: Orang Miskin Dilarang Kuliah? Prihatin

DPR Sentil Kemendikbud yang Bilang Pendidikan Tinggi Tidak Wajib: Orang Miskin Dilarang Kuliah? Prihatin

Nasional
Respons Istana Soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P: Presiden Selalu Menghormati

Respons Istana Soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P: Presiden Selalu Menghormati

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Prabowo Ajak PKS atau PDI-P ke Dalam Koalisi?

GASPOL! Hari Ini: Prabowo Ajak PKS atau PDI-P ke Dalam Koalisi?

Nasional
Ngabalin: Revisi UU Kementerian Negara untuk Kebutuhan Masyarakat, Paten Itu Barang...

Ngabalin: Revisi UU Kementerian Negara untuk Kebutuhan Masyarakat, Paten Itu Barang...

Nasional
Soal Revisi UU Kementerian Negara, Golkar: Baleg Mewakili Partai-partai

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Golkar: Baleg Mewakili Partai-partai

Nasional
Soal RUU Penyiaran, KIP: UU Pers Bilang Wartawan Tak Boleh Dihalangi

Soal RUU Penyiaran, KIP: UU Pers Bilang Wartawan Tak Boleh Dihalangi

Nasional
Temui Gubernur Jenderal Australia David Hurley, Prabowo Kenang Masa Jadi Kadet

Temui Gubernur Jenderal Australia David Hurley, Prabowo Kenang Masa Jadi Kadet

Nasional
Jemaah Haji Bersiap Menuju Makkah, Ketua PPIH Arab Saudi Pastikan Hak Jemaah Terpenuhi

Jemaah Haji Bersiap Menuju Makkah, Ketua PPIH Arab Saudi Pastikan Hak Jemaah Terpenuhi

Nasional
Soal RUU Penyiaran, Setara Institute: DPR dan Pemerintah Harus Perluas Partisipasi Publik

Soal RUU Penyiaran, Setara Institute: DPR dan Pemerintah Harus Perluas Partisipasi Publik

Nasional
PDI-P Bakal Jemput Bola Kader untuk Maju di Pilkada Sumut

PDI-P Bakal Jemput Bola Kader untuk Maju di Pilkada Sumut

Nasional
Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen TNI AD, Dian Andriani Harap Kowad Lain Menyusul

Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen TNI AD, Dian Andriani Harap Kowad Lain Menyusul

Nasional
Jokowi Bakal Tinjau Lokasi Banjir Lahar di Sumbar Pekan Depan

Jokowi Bakal Tinjau Lokasi Banjir Lahar di Sumbar Pekan Depan

Nasional
Nurul Ghufron Tak Hadir karena Belum Tuntas Siapkan Pembelaan, Dewas KPK Tunda Sidang Etik

Nurul Ghufron Tak Hadir karena Belum Tuntas Siapkan Pembelaan, Dewas KPK Tunda Sidang Etik

Nasional
PDI-P Tuding Jokowi Cawe-cawe Pilkada dengan Bansos Beras, Ngabalin: Segera Lah Move on

PDI-P Tuding Jokowi Cawe-cawe Pilkada dengan Bansos Beras, Ngabalin: Segera Lah Move on

Nasional
Soal Revisi UU Kementerian Negara, Ngabalin: Mudah-mudahan Cepat, Itu Arah Haluan Prabowo-Gibran

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Ngabalin: Mudah-mudahan Cepat, Itu Arah Haluan Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com