Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei Litbang "Kompas": Sikap Toleransi Masyarakat Tinggi, tetapi Dibayangi Ancaman Konflik Agama dan Politik

Kompas.com - 14/11/2022, 11:36 WIB
Syakirun Ni'am,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jajak Pendapat Litbang Kompas mengungkapkan, mayoritas responden percaya masyarakat Indonesia telah menjunjung tinggi toleransi.

Sebanyak 62,2 persen responden menilai masyarakat cukup masih menjunjung tinggi nilai toleransi. Sebanyak 10,4 persen responden menyatakan masyarakat sangat toleran.

“Pandangan ini semakin mengental di tingkat lebih mikro di mana mayoritas responden menyatakan selama ini tinggal di lingkungan yang toleran,” kata peneliti Litbang Kompas, Rangga Eka Sakti, sebagaimana dikutip dari Harian Kompas, Senin (14/11/2022).

Baca juga: Litbang Kompas: Masyarakat Harap Elite Tak Gunakan Politik Identitas pada Kampanye Pemilu 2024

Rangga menuturkan, jajak pendapat itu juga mengungkap nilai toleransi pada warga dengan usia muda lebih besar. Nilai toleransi pada masyarakat usia di bawah 40 tahun misalnya, mencapai 74 persen. Angka ini lebih besar dari masyarakat 40 tahun ke atas dengan selisih 4 persen.

Persentase ini semakin tinggi pada masyarakat usia kurang dari 24 tahun dengan angka 78 persen. Menurut Rangga, temuan ini menunjukkan nilai toleransi sudah bisa ditanamkan kepada generasi muda.

“Tingginya persepsi atas toleransi ini bisa dilihat sebagai fondasi kuat atas kohesi sosial bangsa,” ujar Rangga.

Meski demikian, Rangga mengingatkan bangunan toleransi dan kohesi bangsa tersebut juga dibayangi ancaman.

Jajak pendapat Kompas mengungkap dua persoalan yang bisa menjadi batu sandung dalam upaya menjaga nilai toleransi.

Baca juga: Survei Litbang Kompas: 15,1 Persen Warga Pilih Capres yang Didukung Jokowi

Pertama, persoalan isu toleransi beragama. Sebanyak 47,6 persen responden menilai sikap tenggang rasa dan toleransi dalam beragama perlu ditingkatkan.

Fenomena sejumlah gesekan beragama itu menunjukkan bahwa toleransi antarumat beragama harus diperkuat.

Ketegangan ini terlihat dari data Setara Institute. Lembaga tersebut mencatat, sepanjang 2021, terdapat 20 peristiwa penolakan pendirian rumah ibadah, 27 ujaran kebencian, 12 kasus penyerangan, dan 10 kasus perusakan tempat ibadah.

“Hal ini tentu menjadi tantangan bagi bangsa Indonesia,” ujar Rangga.

Selain persoalan toleransi dalam beragama, Jajak Pendapat Litbang Kompas juga mengungkap ekspresi politik menjadi pekerjaan rumah.

Hampir sepertiga responden, kata Rangga, menilai toleransi antarpendukung politik cenderung mengganggu ikatan kebangsaan.

Persoalan ini tidak terlepas dari kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 yang membuat masyarakat terbelah dan meruncing. Meski telah berlalu, saat ini di masyarakat masih terdapat ujaran "cebong" dan "kadrun".

“Pemilihan Presiden 2019 turut berperan menjadi preseden buruk yang memancing persepsi intoleransi pada aspek kebebasan politik di Indonesia,” kata Rangga.

Selain itu, Jajak Pendapat Kompas juga mengungkap faktor yang memicu pengalaman traumatis di Pemilu 2019, yani penyebaran hoaks.

Baca juga: Survei Litbang Kompas: Elektabilitas PDI-P Tertinggi di Kalangan Gen Z, Perindo Keempat

Hal ini diungkapkan oleh 37,6 persen responden. Pandangan mereka selaras dengan temuan Kementerian Komunikasi dan Informatika yang mengungkap ribuan konten hoaks di ruang digital Indonesia saat Pemilu 2019.

Rangga menyebut, persoalan ini tidak terlepas dari media sosial yang cenderung tidak terkontrol. Di saat yang bersamaan, terdapat buzzer yang menggunakan politik identitas sebagai obyek politik.

“Hal ini diperparah oleh kehadiran pendengung (buzzer) politik yang terus memperkeruh hubungan pendukung antarkubu,” tutur Rangga.

Selain itu, tidak sedikit responden pesimistis Pemilu 2024 akan terbebas dari sikap intoleransi.

Adapun survei Litbang Kompas dilakukan dalam kurun waktu 8-10 November 2022. Survei dilakukan dengan mewawancarai 512 responden di 34 provinsi yang ditentukan secara acak.

Tingkat kepercayaan survei ini 95 persen, nirpencuplikan penelitian lebih kurang 4,33 persen dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana. Kendati demikian, kesalahan di luar pencuplikan sampel dimungkinkan terjadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Nasional
Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Nasional
Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Nasional
PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

Nasional
KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com