Semakin aneh oleh perilaku para elite politik kita yang haus akan kekuasaan, bahkan seperti sudah kehilangan akal sehat.
Masa sekarang ini, nampaknya kita sangat sulit menemui tokoh besar yang begitu egaliter, humanis, dan demokratis seperti Buya. Baginya, api semangat untuk terus berkontribusi pada perubahan positif harus terus menyala dan digelorakan.
Selama Buya menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2000-2005, sikap demokratis dan pengkhidmatannya untuk persyarikatan sungguh sangat luar biasa.
Bahkan hingga akhir hayatnya, Buya masih tetap mengabdi untuk Muhammadiyah. Buya menyadari betul bahwa kehadiran organisasi kemasyarakatan seperti NU dan Muhammadiyah menjadi modal utama dalam membangun peradaban bangsa.
Hal ini diungkapkan oleh Buya dalam artikelnya di Kompas yang berjudul “Pesan untuk Muhammadiyah dan NU”.
Dua organisasi besar ini, memiliki derajat kesetiaan yang sudah teruji kepada Indonesia. Buya memahami bahwa Muhammadiyah-NU menjadi benteng utama dalam membendung infiltrasi ideologi yang telah kehilangan perspektif masa depan untuk Islam, ke-Indonesiaan, dan kemanusiaan.
Namun, dalam tulisannya Buya juga mempertanyakan apakah generasi baru Muhammadiyah-NU yang lebih terbuka dan punya radius pergaulan yang lebih luas dan bersedia keluar dari kotak-kotak sempit?
Hal ini tentu saja sangat menggelitik dan menjadi evaluasi bagi penulis. Rasanya tidak ada lagi alasan untuk anak muda berdiam diri dan terkurung dalam lingkaran terbatas yang bisa menyesakkan napas dan sia-sia, tulis Buya.
Jangan kuras energi untuk memburu kepentingan pragmatisme jangka pendek. Islam terlalu besar dan mulia hanya untuk dijadikan kendaraan duniawi yang bernilai rendah.
Begitulah Buya, sosok sepuh yang selalu menyapa lintas batas generasi dan memberikan nasihat penting untuk anak muda agar tetap bersikap awas dan siaga dalam menghadapi segala kemungkinan terburuk.
Anak muda jangan terjebak untuk berebut lahan dalam kementerian yang justru malah mempersempit langkah besar ke depan.
Pria yang kerap dijuluki pendekar Chicago ini memberikan teladan terbaik untuk anak muda dalam tindakan kesehariannya.
Pemikir progresif seperti Buya Syafii Maarif tidak pernah pergi meninggalkan dunia ini. Jasad Buya yang pergi, tapi tidak dengan ide-idenya.
Idenya akan tetap abadi hingga kapanpun. Tugas kitalah yang merawat segala warisan yang telah Buya torehkan tentang bangsa, semangat pluralisme, keberagaman, dan kecintaannya kepada negara yang menginginkan keutuhan bangsa, bangsa yang bertumpu pada pengetahuan.
Kesederhanaan Buya semasa hidupnya menjadi cermin dan teladan kita semua, khususnya anak muda yang tidak terjebak pada hedonisme semata. Kita semua bersaksi bahwa Buya telah banyak melakukan kebaikan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.