Buya juga mendorong kepada anak-anak muda untuk berpikir konstruktif, progresif dengan terobosan dan inovasi baik itu dalam bidang politik, sosial, agama, kemasyarakatan untuk melawan segala bentuk distorsi yang dapat menyebabkan perpecahan.
Sosok pribadi dan intelektualisme Buya sangat tercermin dalam buku-buku yang dikarangnya dan ratusan artikel opini yang menghiasi media cetak.
Buya termasuk kedalam deretan tiga nama besar pemikir Islam selain Nurchlolish Majid dan Amien Rais (Kompas, 28/05/2022).
Gagasan yang disampaikan dalam goresan penanya selalu menggugah kesadaran anak muda sebagai generasi penerus bangsa di masa depan.
Di mata kaum perempuan milenial seperti penulis, Buya adalah teladan dan panutan bersama. Sosok sepuh yang mengayomi, hidup dengan kesederhanaan dan kejujuran, jauh dari hedonisme, ultra-konsumerisme dan pragmatisme sosial.
Namun, Buya juga seorang demokrat sejati, pluralis, liberalis, tapi sangat religius. Terhadap teman-teman Angkatan muda Muhammadiyah, buya selalu menekankan untuk shalat berjamaah di masjid.
Oleh karenanya, para anak muda ketika berkunjung untuk menemui Buya, mereka mengenang sosok Buya sangat identik dengan masjid.
Kesaksian dari anak muda Muhammadiyah, Buya memberikan penegasan bahwa bagi seorang Muslim keberadaan masjid menjadi hal yang sangat krusial.
Masjid bukan hanya untuk ibadah, tetapi juga menjadi sarana untuk belajar dan kegiatan sosial lainnya. Maka dari itu, jangan pernah sesekali untuk menjauhi masjid.
Seperti yang diungkapkan Redaktur Mediamu.id ketika berjumpa dengan Buya, memberikan nasihat yang sangat berharga, “Jadilah intelektual dan jangan tinggalkan masjid, jadilah generasi muda dan jangan tinggalkan masjid, jadilah aktivis dan jangan tinggalkan masjid”.
Buya juga seorang budayawan, sejarawan, dan negarawan yang tidak diragukan lagi. Hal yang selalu dilakukannya adalah mengutamakan kepentingan kelompok daripada kepentingan pribadi.
Buya selalu menyuarakan keadilan dan kebenaran dengan sangat tegas serta lantang ketika mendapati keresahan yang terjadi. Meski kerap dikritik keras, disela, dan bahkan dihujat pun tak pernah menunjukkan amarahnya.
Buya memiliki kepedulian besar terhadap kondisi bangsa ini. Buku Buya yang berjudul “Peta Bumi Intelektualisme Islam di Indonesia”, begitu menggambarkan bagaimana keresahan Buya terhadap krisis keadaban yang terjadi, bukan hanya di Indonesia tetapi juga di dunia.
Karya buya tersebut masih dipandang relevan dengan kondisi yang terjadi saat ini, di mana krisis peradaban terus menerus menjangkiti dan menggerogoti panggung politik kita.
Akan tetapi, apapun yang terjadi, sepahit apapun kondisinya, Buya pantang untuk berputus asa. Meskipun politik di Indonesia saat ini, penuh anomali dan absurd.