JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Albertina Ho menilai, apapun alasannya, terdakwa Ferdy Sambo tetap akan mendapatkan hukuman berat.
Adapun Ferdy Sambo didakwa sebagai orang yang memerintahkan pembunuhan berencana terhadap ajudannya yakni Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat.
“Tidak menjadi alasan kalau dia tidak melakukan sesuatu (penembakan) untuk melepaskan dia dari tanggung jawab itu (hukuman berat),” kata Albertina di acara ROSI di Kompas TV, Kamis (20/10/2022) malam.
Baca juga: Menanti Data Penting Buku Hitam Ferdy Sambo Terungkap dalam Sidang
Albertina juga berpandangan, hukuman bagi Ferdy Sambo tidak mungkin ringan. Sebab, Sambo merupakan orang yang merencakan eksekusi tersebut.
Lebih lanjut, ia juga menilai, justru ada kemungkinan ekskutor penembakan bisa tidak terkena pidana.
“Kalau bagi saya itu tidak mungkin (hukuman Sambo dikurangi), karena begini, kalau tadi Mba Rosi katakan dia menyuruh melakukan, bahkan kalau di dalam teori hukum pidana itu orang yang menyuruh melakukan itu, orang yang melakukan itu sebenernya tidak dipidana. Justru yang menyuruh melakukan itu yang dipidana,” ucap Albertina.
Kendati demikian, menurutnya, tetap ada sejumlah pertimbangan tertentu untuk bisa membuat orang yang menjadi ekskutor pembunuhan berencana tidak terjerat pidana.
Baca juga: BERITA FOTO: Jaksa Tolak saat Sambo, Putri, Ricky Rizal, dan Kuat Maruf Minta Bebas
“Tapi untuk orang yang melakukan itu tidak dipidana kita juga harus melihat, dia melakukan itu dalam keadaan apa,” ucap dia.
Intinya, kata Albertina, orang yang menyuruh atau merencakan pembunuhan berencana pasti akan mendapat hukuman berat.
Ia menyebut, semua hal nantinya akan terungkap dan digali lebih dalam oleh hakim dalam persidangan.
“Jadi kalau dengan teori seperti ini, dengan hukum pidana mengatur seperti ini, berarti kan otaknya ini tidak mungkin kan tidak dihukum,” tutur dia.
Diberitakan sebelumnya, dalam sidang pembacaan dakwaan, jaksa menyebut Ferdy Sambo ikut menembak Brigadir J di Kompleks Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).
Jaksa menyebut, mulanya, Sambo memerintahkan Richard Eliezer atau Bharada E untuk menembak Yosua di lantai satu ruang tengah rumah dinasnya.
Bharada E yang sebelumnya telah menyatakan kesanggupannya untuk menembak Yosua lantas mengarahkan senjata api Glock-17 ke arah Brigadir J.
Dia menembakkan senjata api miliknya itu sebanyak 3 atau 4 kali hingga Yosua terjatuh dan terkapar mengeluarkan banyak darah.
Setelahnya, Sambo menghampiri Yosua yang tergeletak di dekat tangga depan kamar mandi dalam keadaan telungkup masih bergerak-gerak kesakitan.
Mengetahui Yosua masih bernyawa, Sambo lantas menembakkan pistol ke bagian belakang kepala Yosua hingga dia dipastikan meninggal dunia.
"Untuk memastikan benar-benar tidak bernyawa lagi, terdakwa Ferdy Sambo yang sudah memakai sarung tangan hitam menggenggam senjata api dan menembak sebanyak satu kali mengenai tepat kepala bagian belakang sisi kiri korban Nofriansyah Yosua Hutabarat hingga korban meninggal dunia," kata jaksa.
Atas dakwaan terhadap Ferdy Sambo, tim kuasa hukumnya mengajukan keberatan atau eksepsi. Dalam eksepsi, JPU dinilai tidak cermat dalam menguraikan rangkaian peristiwa surat dakwaan karena telah mengabaikan fakta yang sesungguhnya.
Pihak pengacara Sambo bahkan menilai JPU sudah memutarbalikan fakta dalam menguraikan surat dakwaan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.