Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Upaya Pemerintah Meniti Langkah Reformasi Hukum Usai Hakim Agung Sudrajad Tersangka

Kompas.com - 06/10/2022, 05:00 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah mulai meniti langkah menuju melakukan reformasi setelah Hakim Agung Sudrajat Dimyati ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung.

Permintaan untuk membenahi lembaga peradilan usai Hakim Agung Sudrajad terjerat perkara dugaan suap disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Sudrajad ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 23 September 2022 lalu.

Saat itu penyidik KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Bekasi, Jakarta, dan Semarang pada Kamis (22/9/2022) hingga Jumat (23/9/2022).

Baca juga: Usai Sudrajad Dimyati jadi Tersangka, KY Perketat Seleksi Calon Hakim Agung

Sudrajad tidak ditangkap dalam OTT, tetapi mendatangi KPK pada Jumat. Setelah diperiksa dia langsung ditahan.

Selain itu terdapat sejumlah pegawai MA yang turut menjadi tersangka dugaan suap dalam kasus itu. Mereka adalah Panitera Pengganti Mahkamah Agung Elly Tri Pangestu, 2 pegawai negeri sipil (PNS) pada Kepaniteraan MA Desy Yustria dan Muhajir Habibie, serta 2 PNS MA Albasri dan Nurmanto Akmal.

Sedangkan tersangka dari pihak swasta atau pihak diduga pemberi suap adalah Yosep Parera dan Eko Suparno selaku advokat, serta Heryanto dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto selaku Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana (ID).

Baca juga: DPR Cabut Persetujuan Sudrajad Dimyati Jadi Hakim Agung

Dari pemeriksaan para tersangka setelah OTT, Sudrajad diduga menerima suap supaya membuat putusan kasasi yang menetapkan Koperasi Simpan Pinjam Intidana pailit.

Yosep dan Eko diduga memberikan uang sebesar 202.000 dolar Singapura atau sekitar Rp 2,2 miliar.

Meski demikian, saat operasi tangkap tangan (OTT), KPK mengamankan uang 205.000 dolar Singapura dan Rp 50 juta. Uang itu diberikan kepada Desi.

Desi kemudian membagi-bagikan uang tersebut untuk sejumlah pihak yang terlibat dalam perkara ini.

Desi disebut menerima Rp 250 juta, Muhajir Habibie Rp 850 juta, dan Elly sebesar Rp 100 juta.

“Sudrajad Dimyati menerima sekitar sejumlah Rp 800 juta yang penerimaannya melalui Elly,” tutur Firli.

Baca juga: KPK Tahan Lagi Tersangka Penyuap Hakim Agung

KPK juga menduga Sudrajad menerima suap dari sejumlah pengurusan perkara perdata lain di MA.

KPK saat ini sudah menahan seluruh tersangka dalam perkara itu.

Akibat perkara itu, Jokowi kemudian meminta Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD untuk merumuskan langkah-langkah menuju reformasi di sektor hukum.

Hal itu dilakukan karena kasus hakim yang terlibat korupsi terkait penanganan sebuah perkara sudah beberapa kali terjadi. Mulai dari hakim tingkat pengadilan negeri, pengadilan tinggi, bahkan Mahkamah Konstitusi.

Sedangkan Sudrajad Dimyati adalah hakim agung pertama yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh KPK.

Baca juga: KPK Tahan Tersangka Penyuap Hakim Agung Sudrajad Dimyati

Undang pakar hingga aktivis

Mahfud kemudian menggelar puluhan aktivis hingga pakar hukum dalam Focus Group Discussion (FGD) Reformasi Hukum Peradilan yang digelar di Kantor Kemenkopolhukam pada Selasa (4/10/2022) lalu.

Mahfud mengatakan, Jokowi bereaksi dengan menyatakan keprihatinannya atas peristiwa korupsi Hakim Agung. Jokowi kemudian menyatakan harus ada reformasi dalam penegakan hukum di Indonesia.

"Dan menugaskan Menkopolhukam untuk menyiapkan segala hal yang paling mungkin dilakukan untuk melakukan reformasi hukum," ujar Mahfud.

Sejumlah akademisi dan aktivis yang diundang Mahfud dalam pertemuan itu mencapai 29 orang.

Baca juga: Kasus Suap di MA, KPK Periksa Seorang Asisten Hakim Agung

Mereka terdiri dari Harkristuti Harkrisnowo, Indriyanto Seno Adji, Laode M. Syarif, Dr. Suparman Marzuki, Denny Indrayana, Paripurna Poerwoko Sugarda, I Dewa Gede Palguna, Maruarar Siahaan, Feri Amsari, Marcus Priyo Gunarto.

Selain itu terdapat Hanafi Amrani, Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, Donal Fariz, Najwa Shihab, Saor Siagian, Mas Achmad Santosa, Ahmad Fikri Assegaf, Asep Iwan Iriawan, Haris Azhar.

Lalu Danang Widoyoko, Riefky Assegaf, Adnan Topan Husodo, Boyamin Saiman, Wahyudi Djafar, Erasmus Napitupulu, Dadang Trisasongko, Chandra Marta Hamzah, dan Erry Riyana Hardjapamekas

Sedangkan dari pemerintah diwakili oleh Ketua Komisi Yudisial Mukti Fajar Nur Dewata, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej, Sesmenko Polhukam Mayjen TNI Teguh Pudjo Rumekso, Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan HAM Kemenko Polhukam, Sugeng Purnomo, dan para Staf Khusus Menko Polhukam.

Baca juga: Pengamat Sebut Seleksi Hakim Agung Sangat Politis karena Peran DPR Dominan

Modus baru

Usai pertemuan itu, Mahfud membeberkan kisi-kisi tentang perkara korupsi yang melibatkan Sudrajad.

Menurut dia, perkara suap yang melibatkan Sudrajad tergolong modus baru.

"Kasus penangkapan terhadap Sudrajat Dimyati itu intinya adalah pemailitan terhadap koperasi Intidana, itu merupakan modus baru dalam kejahatan yang terjadi," ujar Mahfud saat membuka Focus Group Discussion di kantornya, Jakarta Pusat.

Mahfud menjelaskan, koperasi intidana memiliki aset tabungan sejumlah Rp 950 miliar lebih, dengan keanggotaan koperasi sekitar 3.800 orang.

"10 orang dari anggota yang (dari jumlah 3.800-an) ini berkonspirasi menggugat dengan tujuan penyalahgunaan dan minta (koperasi Intidana) dipailitkan," kata Mahfud.

Baca juga: Kuasa Hukum Yosep Parera Tersangka Kasus Suap Hakim Agung Ungkap Isi Surat yang Ditulis Kliennya

Pada akhirnya 10 penggugat bisa menang untuk menutup koperasi Intidana dan mengalahkan ribuan penabung yang memiliki uang senilai Rp 950 miliar itu.

"Padahal koperasinya sehat berjalan, tiba-tiba dinyatakan pailit oleh para operator," kata Mahfud.

Keterlibatan Sudrajad dalam kasus itu adalah untuk memberikan putusan kasasi sesuai keinginan pihak Intidana, yaitu memutuskan koperasi pailit atau gagal.

Diperketat

Komisi Yudisial menyatakan akan memperketat tahapan seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM pada MA.

Langkah ini merupakan upaya pencegahan yang dilakukan KY menyusul ditetapkannya hakim agung Sudrajad Dimyati sebagai tersangka kasus dugaan suap.

"Komisi Yudisial akan lebih memperketat lagi terutama pada seleksi rekam jejak hakim," kata Ketua Bidang Rekrutmen Hakim KY Siti Nurdjanah di Jakarta, seperti dilansir dari Antara.

Baca juga: Korupsi Hakim Agung Sudrajad Dimyati, Pusako: Sanksi yang Diberikan Harus Extraordinary

Siti menyatakan, pengetatan seleksi kali ini bukan berarti bahwa selama ini KY kurang ketat saat melakukan seleksi.

Akan tetapi, tahapan penjaringan hakim agung dan hakim ad hoc HAM pada MA tahun 2022 akan dibuat jauh lebih ketat menyusul penangkapan Sudrajad Dimyati.

Oleh karena itu, KY akan memperluas proses pencarian rekam jejak.

Salah satunya dengan bekerja sama dengan berbagai instansi termasuk elemen masyarakat, tak terkecuali media massa untuk memberikan masukkan mengenai calon hakim agung maupun calon hakim ad hoc yang lolos seleksi.

Baca juga: Hakim Agung Sudrajad Nekat Korupsi, Pedoman dan Maklumat MA Seolah Tumpul

"Saya mengimbau masyarakat agar memberikan masukan terutama tentang calon yang sudah lolos administrasi," ujar dia.

DPR cabut persetujuan Sudrajad Dimyati

Dewan Perwakilan Rakyat memutuskan untuk mencabut persetujuan hakim agung Sudrajad Dimyati. Keputusan itu diambil pada saat Rapat Paripurna kedelapan masa sidang I, tahun sidang 2022-2023 yang digelar pada Selasa (4/10/2022).

"Kami menanyakan kepada sidang dewan yang terhormat, apakah keputusan Komisi III untuk mencabut persetujuan terhadap hakim agung pada Mahkamah Agung Republik Indonesia atas nama Sudrajad Dimyati dapat disetujui?" tanya Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad dalam rapat paripurna.

"Setuju," jawab peserta sidang diiringi ketukan palu Dasco tanda persetujuan.

Baca juga: Atasan Hakim Agung Sudrajad Dimyati dkk Diperiksa Badan Pengawas MA

Sebelum keputusan itu diambil, Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khairul Saleh mengungkapkan bahwa pihaknya menggelar rapat internal pada Senin (3/10/2022).

Rapat itu menjadi awal keputusan Komisi III mencabut persetujuan hakim agung untuk Sudrajad Dimyati.

"Memutuskan, bahwa Komisi III DPR RI mencabut persetujuan terhadap hakim agung RI atas nama Sudrajad Dimyati SH, MH yang merupakan hasil uji kelayakan di Komisi III DPR RI pada tanggal 18 September 2014 dan telah disetujui dalam rapat paripurna tanggal 23 September 2014 yang lalu," ucap Pangeran.

Pangeran mengatakan, proses uji kelayakan dan kepatutan calon hakim agung adalah ranah dari Komisi III DPR.

Baca juga: Dapat Gaji Hampir Ratusan Juta Rupiah, Hakim Agung Masih Saja Korupsi

Oleh karena itu, Komisi III disebut bertanggungjawab melakukan evaluasi terhadap hakim agung yang dipilih dalam melakukan tugas maupun wewenangnya.

(Penulis : Singgih Wiryono | Editor : Dani Prabowo, Sabrina Asril)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Soroti Ketimpangan, Megawati: Bisa Beli Handphone, tapi Risma Nangis Ada Juga yang Tinggal di Kandang Kambing

Soroti Ketimpangan, Megawati: Bisa Beli Handphone, tapi Risma Nangis Ada Juga yang Tinggal di Kandang Kambing

Nasional
Ganjar Pranowo: 17 Poin Rekomendasi Rakernas Beri Gambaran Sikap Politik PDIP

Ganjar Pranowo: 17 Poin Rekomendasi Rakernas Beri Gambaran Sikap Politik PDIP

Nasional
Sambut Pilkada 2024, Megawati Minta Kader PDIP Turun ke Akar Rumput

Sambut Pilkada 2024, Megawati Minta Kader PDIP Turun ke Akar Rumput

Nasional
Besok, Joice Triatman dan Pegawai di Nasdem Tower Jadi Saksi di Sidang SYL

Besok, Joice Triatman dan Pegawai di Nasdem Tower Jadi Saksi di Sidang SYL

Nasional
Bongkar Aliran Uang, KPK Bakal Hadirkan Istri, Anak dan Cucu SYL di Persidangan

Bongkar Aliran Uang, KPK Bakal Hadirkan Istri, Anak dan Cucu SYL di Persidangan

Nasional
Megawati: Posisi Politik PDI-P Selama Ini Diputuskan dalam Kongres Partai

Megawati: Posisi Politik PDI-P Selama Ini Diputuskan dalam Kongres Partai

Nasional
Soal Jatah Menteri untuk Demokrat, Wasekjen: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo...

Soal Jatah Menteri untuk Demokrat, Wasekjen: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo...

Nasional
Rekomendasi Rakernas Kelima PDI-P, Megawati Diminta Kesediaannya untuk Kembali Jadi Ketum

Rekomendasi Rakernas Kelima PDI-P, Megawati Diminta Kesediaannya untuk Kembali Jadi Ketum

Nasional
Pertamina Patra Niaga Terus Tertibkan Operasional SPBE

Pertamina Patra Niaga Terus Tertibkan Operasional SPBE

Nasional
Megawati: Ada yang Lama Ikut Katanya Ibu Menghina Sebut Kader, Tahulah Siapa...

Megawati: Ada yang Lama Ikut Katanya Ibu Menghina Sebut Kader, Tahulah Siapa...

Nasional
Pengamat: Permintaan Maaf PDI-P Atas Kadernya yang Melanggar Konstitusi untuk Tunjukkan Sikap Legowo

Pengamat: Permintaan Maaf PDI-P Atas Kadernya yang Melanggar Konstitusi untuk Tunjukkan Sikap Legowo

Nasional
Megawati: Sekarang Tuh Hukum Versus Hukum, Terjadi di MK, KPK, KPU

Megawati: Sekarang Tuh Hukum Versus Hukum, Terjadi di MK, KPK, KPU

Nasional
Ketua DPD PDIP Jatim Said Abdullah Dukung Megawati Soekarnoputri Kembali jadi Ketua Umum PDIP

Ketua DPD PDIP Jatim Said Abdullah Dukung Megawati Soekarnoputri Kembali jadi Ketua Umum PDIP

Nasional
Ditinggal Jokowi, PDI-P Disebut Bisa Menang Pileg karena Sosok Megawati

Ditinggal Jokowi, PDI-P Disebut Bisa Menang Pileg karena Sosok Megawati

Nasional
Rakernas V PDI-P Rekomendasikan ke Fraksi DPR Dorong Kebijakan Legislasi Tingkatkan Kualitas Demokrasi Pancasila

Rakernas V PDI-P Rekomendasikan ke Fraksi DPR Dorong Kebijakan Legislasi Tingkatkan Kualitas Demokrasi Pancasila

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com