Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/10/2022, 10:18 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo mengatakan, dirinya tidak senang jika ada barang produksi dalam negeri, tetapi pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun pihak lain malah melakukan impor.

Pesiden menegaskan, jika produk dalam negeri sudah ada, tidak perlu lagi melakukan impor.

"Yang saya paling tidak senang, kalau di dalam negeri ada, kita masih impor. Baik ini produk dari usaha kecil dan juga dari usaha besar. Saya berikan contoh, minggu lalu saya ke Sulawesi Tenggara, ke Buton. Di sana ada deposit aspal itu 662 juta ton yang masih dalam proses hilirisasi industrialisasi," ujar Jokowi.

Baca juga: Luhut Minta Goodie Bag Acara Pemerintah Tak Pakai Produk Impor

Hal itu dia katakan dalam sambutannya di acara peluncuran Kemitraan Inklusif untuk UMKM Naik Kelas di Gedung SMESCO, Jakarta, Senin (3/10/2022), sebagaimana disiarkan YouTube Sekretariat Presiden.

Jokowi menjelaskan, industrialisasi produk aspal di Buton bisa dilakukan oleh perusahaan kecil, menengah dan besar. Sementara, saat ini, yang mengelola aspal di daerah itu baru satu perusahaan saja.

"Aspal kita sekali lagi 662 juta ton. Kita malah impor setahun 5 juta ton. Hal-hal seperti ini yang tidak boleh terjadi. Untuk produk apa pun, kalau kita punya jangan beli impor," tegas Jokowi.

Dalam kesempatan ini, presiden juga meminta perusahaan-perusahaan besar yang ada di Indonesia mau melakukan bina lingkungan dan pendampingan bagi petani maupun usaha kecil.

Baca juga: Heran Indonesia Masih Impor Aspal, Jokowi: Ini Apa-apaan

Presiden menekankan agar jangan sampai ada banyak perusahaan di daerah tetapi lingkungan sekitarnya miskin dan kumuh.

"Jangan sampai ada perusahaan besar berada di sebuah daerah, pabriknya kelihatan tinggi-tinggi dan besar sekali, lingkungannya (sekitar) miskin. Hati-hati. Bina lingkungan itu sangat penting. Warung-warungnya kumuh," ujar Jokowi

"Kenapa tidak seperti yang di depan tadi. Ada pembinaan warung-warung sehingga penataan barangnya baik, packaging dari produk-produk yang ada didampingi. Ini yang kita harapkan. Pemerintah tidak mungkin melakukan itu. Yang bisa dan cepat melakukan adalah kalau ada gerakan kemitraan," tegasnya.

Kepala negara mencontohkan pendampingan yang dilakukan oleh perusahaan besar kepada petani. Yakni soal produksi jagung.

Baca juga: Produsen Kendaraan Listrik Masih Andalkan Impor Baterai

Menurut presiden, sebelumnya, Indonesia melakukan impor jagung sebanyak 3,5 ton per tahunnya. Namun, setelah ada pendampingan kepada petani, sudah tujuh tahun belakangan ini besarnya impor Indonesia menurun hingga 800.000 ton per tahun.

"Karena apa? Petani jagung ada yang mendampingi, petani jagung ada yang mengawal. Yang tadi disampaikan di depan, biasanya 1 hektar hanya 4 ton, sekarang 1 hektare bisa 8 ton. Ongkos produksi paling Rp 1.800- Rp 1.900 itu yang saya tahu waktu saya ke Dompu, jualnya bisa Rp 3.800 per kilogram, untungnya sudah 100 persen," jelas Jokowi.

"Ini jangan hanya di jagung saja. Harusnya produk-produk yang lain, komoditas yang lain harus bisa didampingi dengan pola yang sama. Kalau jagung bisa, mestinya padi juga bisa, singkong juga bisa, porang juga bisa, kopi juga bisa, semua. Dan itu menjadi tugas perusahaan-perusahaan besar kita," lanjutnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Netralitas Jokowi Disorot dalam Sidang PBB, Airlangga: Itu Biasa ...

Netralitas Jokowi Disorot dalam Sidang PBB, Airlangga: Itu Biasa ...

Nasional
Jokowi Dinilai Coba Antisipasi PKB Jadi Motor Hak Angket

Jokowi Dinilai Coba Antisipasi PKB Jadi Motor Hak Angket

Nasional
Persaingan Cucu-Cicit Soekarno di Pileg 2024: 3 Lolos Senayan, 2 Terancam Gagal

Persaingan Cucu-Cicit Soekarno di Pileg 2024: 3 Lolos Senayan, 2 Terancam Gagal

Nasional
Kasasi Ditolak, Eks Dirjen Kuathan Tetap Dihukum 12 Tahun Penjara di Kasus Satelit Kemenhan

Kasasi Ditolak, Eks Dirjen Kuathan Tetap Dihukum 12 Tahun Penjara di Kasus Satelit Kemenhan

Nasional
Praperadilan Budi Said Ditolak, Kejagung: Penyidik Sesuai Prosedur

Praperadilan Budi Said Ditolak, Kejagung: Penyidik Sesuai Prosedur

Nasional
RUU DKJ Sepakat Dibawa ke Sidang Paripurna DPR, Mendagri Ucapkan Terima Kasih

RUU DKJ Sepakat Dibawa ke Sidang Paripurna DPR, Mendagri Ucapkan Terima Kasih

Nasional
Dugaan Korupsi di LPEI: Kerugian Ditaksir Rp 2,5 Triliun, Ada 6 Perusahaan Lain yang Tengah Dibidik

Dugaan Korupsi di LPEI: Kerugian Ditaksir Rp 2,5 Triliun, Ada 6 Perusahaan Lain yang Tengah Dibidik

Nasional
Empat Anggota DPRD Kota Bandung Dicecar Soal Dugaan Titipan Proyek

Empat Anggota DPRD Kota Bandung Dicecar Soal Dugaan Titipan Proyek

Nasional
Ramai Unjuk Rasa Jelang Penetapan Hasil Pemilu, Ini Kata KPU

Ramai Unjuk Rasa Jelang Penetapan Hasil Pemilu, Ini Kata KPU

Nasional
Dukungan ke Airlangga Mengalir Saat Muncul Isu Jokowi Diusulkan Jadi Ketum Golkar

Dukungan ke Airlangga Mengalir Saat Muncul Isu Jokowi Diusulkan Jadi Ketum Golkar

Nasional
Sempat Mandek, Tol Gilimanuk-Mengwi Dibangun mulai September Tahun Ini

Sempat Mandek, Tol Gilimanuk-Mengwi Dibangun mulai September Tahun Ini

Nasional
KPK Cecar Eks Wali Kota Bandung Soal Tarif 'Fee Proyek' yang Biasa Dipatok ke Pengusaha

KPK Cecar Eks Wali Kota Bandung Soal Tarif "Fee Proyek" yang Biasa Dipatok ke Pengusaha

Nasional
Netralitas Jokowi Disorot di Forum HAM PBB, Dibela Kubu Prabowo, Dikritik Kubu Anies dan Ganjar

Netralitas Jokowi Disorot di Forum HAM PBB, Dibela Kubu Prabowo, Dikritik Kubu Anies dan Ganjar

Nasional
Penggelembungan Suara PSI 2 Kali Dibahas di Rekapitulasi Nasional KPU, Ditemukan Lonjakan 38 Persen

Penggelembungan Suara PSI 2 Kali Dibahas di Rekapitulasi Nasional KPU, Ditemukan Lonjakan 38 Persen

Nasional
Eks Wali Kota Banjar Cicil Bayar Uang Pengganti Rp 958 Juta dari Rp 10,2 M

Eks Wali Kota Banjar Cicil Bayar Uang Pengganti Rp 958 Juta dari Rp 10,2 M

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com