Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sikap Partai Demokrat Saat Kader Terlibat Korupsi, antara Lukas Enembe dan Anas Urbaningrum

Kompas.com - 30/09/2022, 06:00 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

Sedangkan Sutan Bhatoegana menyatakan akan ada aksi bersih-bersih internal setelah sejumlah kader Partai Demokrat terlibat skandal korupsi. Akan tetapi, tidak lama kemudian giliran Sutan turut terlibat korupsi.

Bahkan kader Partai Demokrat, Jero Wacik, juga menyampaikan permintaan supaya Ketua Majelis Tinggi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) turun tangan menangani persoalan itu.

Baca juga: Demokrat Siapkan Bantuan Hukum untuk Lukas Enembe

Alasannya adalah demi menyelamatkan citra partai yang dikhawatirkan tenggelam menjelang Pemilu 2014. Hasil survei saat itu memperlihatkan kepuasan masyarakat atas kinerja pemerintahan SBY-Boediono terus merosot.

Seperti yang dilakukan kepada Enembe, Partai Demokrat saat itu juga menawarkan bantuan hukum bagi Anas ketika ditetapkan sebagai tersangka. Namun, Anas memutuskan untuk memilih kuasa hukumnya di luar dari yang ditawarkan partai.

Menurut analisis pakar politik Syamsuddin Haris yang dikutip dari situs Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), SBY secara tersirat sebenarnya tidak sepakat dengan cara Anas memimpin Partai Demokrat. Sebab SBY jagoannya yakni Andi Mallarangeng yang terpilih menjadi ketua umum dalam Kongres 2010.

Setelah nama Anas terseret dalam kasus korupsi, desakan untuk melengserkan sang ketua umum semakin kencang.

Baca juga: Lukas Enembe Bertelepon dengan Dirdik KPK, Negosiasi Soal Pemeriksaan

Dengan alasan menyelamatkan partai, saat itu SBY yang menjabat sebagai Ketua Majelis Tinggi memutuskan menyampaikan 8 poin penyelamatan partai dan mengambil alih kepemimpinan dari tangan Anas. Akan tetapi, SBY saat itu tidak memberhentikan Anas dari posisi ketua umum.

"Namun demikian di sisi lain, sulit dipungkiri, delapan langkah yang diambil SBY selaku Ketua Majelis Tinggi adalah kudeta terselubung yang mengatasnamakan penyelamatan partai karena secara de facto menyingkirkan sekaligus mempreteli kekuasaan Anas," tulis Haris.

Tak lama kemudian, Anas pun memutuskan berhenti dari posisi Ketua Umum Partai Demokrat dan menghadapi proses hukum.

Anas kemudian divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 8 bulan penjara di pengadilan tingkat pertama. Dia juga dijatuhi kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp57,59 miliar dan US$5,26 juta.

Baca juga: Pengacara Ungkap Tujuan Ketua Komnas HAM Temui Lukas Enembe

Dia mengajukan banding atas putusan itu. Oleh pengadilan tinggi, vonis Anas disunat menjadi 7 tahun. KPK kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

MA kemudian memperberat vonis terhadap Anas menjadi 14 tahun penjara, serta pidana denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun 4 bulan kurungan. Dia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 57,59 miliar.

Anas kemudian mengajukan peninjauan kembali (PK) ke MA. Majelis hakim MA kemudian kembali memangkas vonis penjara terhadap Anas dari 14 tahun menjadi 8 tahun.

Dalam PK itu, Anas juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan.

Anas juga diwajibkan membayar uang pengganti sejumlah Rp57.592.330.580 dan US$5.261.070.

Baca juga: AHY Minta Kader Demokrat di Papua Tenang, Hormati Proses Hukum pada Lukas Enembe

Apabila uang pengganti tidak dibayar dalam waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, harta benda Anas disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Apabila harta bendanya tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti, Anas harus menjalani pidana penjara selama 2 tahun.

(Penulis : Tatang Guritno | Editor : Sabrina Asril, Dani Prabowo, Icha Rastika)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com