Sedangkan Sutan Bhatoegana menyatakan akan ada aksi bersih-bersih internal setelah sejumlah kader Partai Demokrat terlibat skandal korupsi. Akan tetapi, tidak lama kemudian giliran Sutan turut terlibat korupsi.
Bahkan kader Partai Demokrat, Jero Wacik, juga menyampaikan permintaan supaya Ketua Majelis Tinggi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) turun tangan menangani persoalan itu.
Baca juga: Demokrat Siapkan Bantuan Hukum untuk Lukas Enembe
Alasannya adalah demi menyelamatkan citra partai yang dikhawatirkan tenggelam menjelang Pemilu 2014. Hasil survei saat itu memperlihatkan kepuasan masyarakat atas kinerja pemerintahan SBY-Boediono terus merosot.
Seperti yang dilakukan kepada Enembe, Partai Demokrat saat itu juga menawarkan bantuan hukum bagi Anas ketika ditetapkan sebagai tersangka. Namun, Anas memutuskan untuk memilih kuasa hukumnya di luar dari yang ditawarkan partai.
Menurut analisis pakar politik Syamsuddin Haris yang dikutip dari situs Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), SBY secara tersirat sebenarnya tidak sepakat dengan cara Anas memimpin Partai Demokrat. Sebab SBY jagoannya yakni Andi Mallarangeng yang terpilih menjadi ketua umum dalam Kongres 2010.
Setelah nama Anas terseret dalam kasus korupsi, desakan untuk melengserkan sang ketua umum semakin kencang.
Baca juga: Lukas Enembe Bertelepon dengan Dirdik KPK, Negosiasi Soal Pemeriksaan
Dengan alasan menyelamatkan partai, saat itu SBY yang menjabat sebagai Ketua Majelis Tinggi memutuskan menyampaikan 8 poin penyelamatan partai dan mengambil alih kepemimpinan dari tangan Anas. Akan tetapi, SBY saat itu tidak memberhentikan Anas dari posisi ketua umum.
"Namun demikian di sisi lain, sulit dipungkiri, delapan langkah yang diambil SBY selaku Ketua Majelis Tinggi adalah kudeta terselubung yang mengatasnamakan penyelamatan partai karena secara de facto menyingkirkan sekaligus mempreteli kekuasaan Anas," tulis Haris.
Tak lama kemudian, Anas pun memutuskan berhenti dari posisi Ketua Umum Partai Demokrat dan menghadapi proses hukum.
Anas kemudian divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 8 bulan penjara di pengadilan tingkat pertama. Dia juga dijatuhi kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp57,59 miliar dan US$5,26 juta.
Baca juga: Pengacara Ungkap Tujuan Ketua Komnas HAM Temui Lukas Enembe
Dia mengajukan banding atas putusan itu. Oleh pengadilan tinggi, vonis Anas disunat menjadi 7 tahun. KPK kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
MA kemudian memperberat vonis terhadap Anas menjadi 14 tahun penjara, serta pidana denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun 4 bulan kurungan. Dia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 57,59 miliar.
Anas kemudian mengajukan peninjauan kembali (PK) ke MA. Majelis hakim MA kemudian kembali memangkas vonis penjara terhadap Anas dari 14 tahun menjadi 8 tahun.
Dalam PK itu, Anas juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan.
Anas juga diwajibkan membayar uang pengganti sejumlah Rp57.592.330.580 dan US$5.261.070.
Baca juga: AHY Minta Kader Demokrat di Papua Tenang, Hormati Proses Hukum pada Lukas Enembe
Apabila uang pengganti tidak dibayar dalam waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, harta benda Anas disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Apabila harta bendanya tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti, Anas harus menjalani pidana penjara selama 2 tahun.
(Penulis : Tatang Guritno | Editor : Sabrina Asril, Dani Prabowo, Icha Rastika)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.