Salin Artikel

Sikap Partai Demokrat Saat Kader Terlibat Korupsi, antara Lukas Enembe dan Anas Urbaningrum

JAKARTA, KOMPAS.com - Penetapan tersangka kasus korupsi terhadap Gubernur Papua Lukas Enembe membuat Partai Demokrat mulai mengambil sikap.

Walau tetap meyakini ada aroma politis di balik penetapan Enembe sebagai tersangka, Partai Demokrat memutuskan mengambil beberapa kebijakan supaya perkara itu tidak menyeret partai berlambang bintang Mercy itu ke dalam pusaran polemik menjelang tahun politik.

Sikap Partai Demokrat terkait kasus yang menjerat Enembe disampaikan oleh Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Sejak ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi dan gratifikasi pada 5 September 2022 lalu, Enembe belum memenuhi panggilan pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Langkah yang dilakukan oleh AHY sebagai ketua umum adalah dengan mengganti Enembe dari posisi Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Papua dengan anggota DPR RI Komisi V, Willem Wandik.

Willem akan menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DPD Partai Demokrat Papua.

“Hal ini sesuai dengan Anggaran Dasar Partai Demokrat Pasal 42 Ayat 5,” tutur AHY dalam konferensi pers di kantor DPP Partai Demokrat, Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (29/9/2022).

AHY menyampaikan, dalam kondisi sakit dan mesti menjalani proses hukum, Enembe tak bisa menjalankan tugasnya sebagai Ketua DPD Partai Demokrat Papua. Namun, AHY menegaskan, Partai Demokrat bakal mendukung upaya hukum yang dilakukan Enembe.

Ia menyampaikan, tetap berpegang pada asas praduga tak bersalah. Jika dalam proses hukum Enembe tak dinyatakan bersalah, ia bisa diangkat untuk menduduki jabatannya kembali.

“Tetapi jika terbukti bersalah, sesuai dengan pakta integritas yang telah ditandatangani, maka kami akan mengangkat ketua definitif melalui mekanisme musyawarah daerah luar biasa,” ujar AHY.

AHY juga berjanji Partai Demokrat tidak akan mencampuri proses hukum terhadap Enembe.

“Partai Demokrat tidak akan pernah melakukan intervensi terhadap proses hukum dalam bentuk apapun,” ujar AHY.

Namun AHY meminta agar proses hukum pada Enembe tidak dipengaruhi oleh persoalan politik.

“Kami hanya memohon agar hukum ditegakkan secara adil. Jangan ada politisasi dalam prosesnya,” sebutnya.

AHY juga menjanjikan Partai Demokrat akan memberi bantuan hukum bagi Enembe.

“Hal ini berlaku sama untuk seluruh kader Partai Demokrat yang terkena kasus hukum,” ujar AHY.

Sikap Demokrat saat Anas Urbaningrum tersangka

Partai Demokrat pernah diterpa badai ketika pada 2012 sampai 2013 sejumlah kader mereka terlibat perkara korupsi, termasuk Anas Urbaningrum yang ketika itu menjabat sebagai Ketua Umum.

Selain Anas, sosok penting di Partai Demokrat yang ketika itu terjerat skandal rasuah adalah Angelina Sondakh dan Andi Mallarangeng.

Saat itu KPK menetapkan Anas sebagai tersangka terkait kasus gratifikasi terkait proyek Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang.

Sedangkan Angie, sapaan Angelina, terlibat korupsi Wisma Atlet. Andi Mallarangeng yang saat itu menjabat Menteri Pemuda dan Olahraga terjerumus kasus korupsi P3SON Hambalang.

KPK menyatakan Anas menerima gratifikasi berupa mobil mewah Toyota Harrier dari Muhammad Nazaruddin yang saat itu menjadi Bendahara Umum Partai Demokrat.

Anas yang merupakan mantan Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) terpilih sebagai Ketua Umum DPP Partai Demokrat dalam Kongres II di Bandung, pada 20-23 Mei 2010.

Dia unggul dari 2 pesaingnya, Marzuki Alie dan Andi Mallarangeng.

Saat KPK menetapkan Anas sebagai tersangka, internal Partai Demokrat mulai bergolak.

Desakan dari kubu yang menolak Anas tetap memimpin partai itu sudah muncul sejak namanya disebut-sebut dalam sejumlah kasus korupsi oleh Nazaruddin yang sempat buron dan akhirnya tertangkap di Cartagena, Kolombia.

Sejumlah tokoh Partai Demokrat kemudian silih berganti menyuarakan desakan supaya Anas segera mundur. Ruhut yang saat itu terang-terangan meminta Anas mundur dari posisi ketua umum.

Sedangkan Sutan Bhatoegana menyatakan akan ada aksi bersih-bersih internal setelah sejumlah kader Partai Demokrat terlibat skandal korupsi. Akan tetapi, tidak lama kemudian giliran Sutan turut terlibat korupsi.

Bahkan kader Partai Demokrat, Jero Wacik, juga menyampaikan permintaan supaya Ketua Majelis Tinggi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) turun tangan menangani persoalan itu.

Alasannya adalah demi menyelamatkan citra partai yang dikhawatirkan tenggelam menjelang Pemilu 2014. Hasil survei saat itu memperlihatkan kepuasan masyarakat atas kinerja pemerintahan SBY-Boediono terus merosot.

Seperti yang dilakukan kepada Enembe, Partai Demokrat saat itu juga menawarkan bantuan hukum bagi Anas ketika ditetapkan sebagai tersangka. Namun, Anas memutuskan untuk memilih kuasa hukumnya di luar dari yang ditawarkan partai.

Menurut analisis pakar politik Syamsuddin Haris yang dikutip dari situs Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), SBY secara tersirat sebenarnya tidak sepakat dengan cara Anas memimpin Partai Demokrat. Sebab SBY jagoannya yakni Andi Mallarangeng yang terpilih menjadi ketua umum dalam Kongres 2010.

Setelah nama Anas terseret dalam kasus korupsi, desakan untuk melengserkan sang ketua umum semakin kencang.

Dengan alasan menyelamatkan partai, saat itu SBY yang menjabat sebagai Ketua Majelis Tinggi memutuskan menyampaikan 8 poin penyelamatan partai dan mengambil alih kepemimpinan dari tangan Anas. Akan tetapi, SBY saat itu tidak memberhentikan Anas dari posisi ketua umum.

"Namun demikian di sisi lain, sulit dipungkiri, delapan langkah yang diambil SBY selaku Ketua Majelis Tinggi adalah kudeta terselubung yang mengatasnamakan penyelamatan partai karena secara de facto menyingkirkan sekaligus mempreteli kekuasaan Anas," tulis Haris.

Tak lama kemudian, Anas pun memutuskan berhenti dari posisi Ketua Umum Partai Demokrat dan menghadapi proses hukum.

Anas kemudian divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 8 bulan penjara di pengadilan tingkat pertama. Dia juga dijatuhi kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp57,59 miliar dan US$5,26 juta.

Dia mengajukan banding atas putusan itu. Oleh pengadilan tinggi, vonis Anas disunat menjadi 7 tahun. KPK kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

MA kemudian memperberat vonis terhadap Anas menjadi 14 tahun penjara, serta pidana denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun 4 bulan kurungan. Dia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 57,59 miliar.

Anas kemudian mengajukan peninjauan kembali (PK) ke MA. Majelis hakim MA kemudian kembali memangkas vonis penjara terhadap Anas dari 14 tahun menjadi 8 tahun.

Dalam PK itu, Anas juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan.

Anas juga diwajibkan membayar uang pengganti sejumlah Rp57.592.330.580 dan US$5.261.070.

Apabila uang pengganti tidak dibayar dalam waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, harta benda Anas disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Apabila harta bendanya tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti, Anas harus menjalani pidana penjara selama 2 tahun.

(Penulis : Tatang Guritno | Editor : Sabrina Asril, Dani Prabowo, Icha Rastika)

https://nasional.kompas.com/read/2022/09/30/06000081/sikap-partai-demokrat-saat-kader-terlibat-korupsi-antara-lukas-enembe-dan

Terkini Lainnya

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

Nasional
Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke