Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sikap Partai Demokrat Saat Kader Terlibat Korupsi, antara Lukas Enembe dan Anas Urbaningrum

Kompas.com - 30/09/2022, 06:00 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Penetapan tersangka kasus korupsi terhadap Gubernur Papua Lukas Enembe membuat Partai Demokrat mulai mengambil sikap.

Walau tetap meyakini ada aroma politis di balik penetapan Enembe sebagai tersangka, Partai Demokrat memutuskan mengambil beberapa kebijakan supaya perkara itu tidak menyeret partai berlambang bintang Mercy itu ke dalam pusaran polemik menjelang tahun politik.

Sikap Partai Demokrat terkait kasus yang menjerat Enembe disampaikan oleh Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Baca juga: AHY Sebut Lukas Enembe Ditetapkan Sebagai Tersangka dengan Pasal Baru

Sejak ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi dan gratifikasi pada 5 September 2022 lalu, Enembe belum memenuhi panggilan pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Langkah yang dilakukan oleh AHY sebagai ketua umum adalah dengan mengganti Enembe dari posisi Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Papua dengan anggota DPR RI Komisi V, Willem Wandik.

Willem akan menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DPD Partai Demokrat Papua.

“Hal ini sesuai dengan Anggaran Dasar Partai Demokrat Pasal 42 Ayat 5,” tutur AHY dalam konferensi pers di kantor DPP Partai Demokrat, Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (29/9/2022).

Baca juga: AHY Sebut Lukas Enembe dapat Dua Kali Ancaman Terkait Jabatan Wagub Papua

AHY menyampaikan, dalam kondisi sakit dan mesti menjalani proses hukum, Enembe tak bisa menjalankan tugasnya sebagai Ketua DPD Partai Demokrat Papua. Namun, AHY menegaskan, Partai Demokrat bakal mendukung upaya hukum yang dilakukan Enembe.

“Kami juga mendukung upaya hukum Pak Lukas untuk mencari keadilannya,” ucap dia.

Ia menyampaikan, tetap berpegang pada asas praduga tak bersalah. Jika dalam proses hukum Enembe tak dinyatakan bersalah, ia bisa diangkat untuk menduduki jabatannya kembali.

“Tetapi jika terbukti bersalah, sesuai dengan pakta integritas yang telah ditandatangani, maka kami akan mengangkat ketua definitif melalui mekanisme musyawarah daerah luar biasa,” ujar AHY.

AHY juga berjanji Partai Demokrat tidak akan mencampuri proses hukum terhadap Enembe.

“Partai Demokrat tidak akan pernah melakukan intervensi terhadap proses hukum dalam bentuk apapun,” ujar AHY.

Baca juga: AHY Curiga Ada Muatan Politik dalam Penetapan Status Tersangka Lukas Enembe

Namun AHY meminta agar proses hukum pada Enembe tidak dipengaruhi oleh persoalan politik.

“Kami hanya memohon agar hukum ditegakkan secara adil. Jangan ada politisasi dalam prosesnya,” sebutnya.

AHY juga menjanjikan Partai Demokrat akan memberi bantuan hukum bagi Enembe.

Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dalam konferensi pers di kantor DPP Partai Demokrat Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (29/9/2022).KOMPAS.com/ Tatang Guritno Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dalam konferensi pers di kantor DPP Partai Demokrat Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (29/9/2022).
“Sebagaimana yang menjadi ketentuan dalam organisasi, Partai Demokrat tetap akan menyiapkan tim bantuan hukum jika dibutuhkan,” sebut AHY.

“Hal ini berlaku sama untuk seluruh kader Partai Demokrat yang terkena kasus hukum,” ujar AHY.

Baca juga: Komnas HAM Berjanji Sampaikan Kondisi Kesehatan Lukas Enembe ke KPK

Sikap Demokrat saat Anas Urbaningrum tersangka

Partai Demokrat pernah diterpa badai ketika pada 2012 sampai 2013 sejumlah kader mereka terlibat perkara korupsi, termasuk Anas Urbaningrum yang ketika itu menjabat sebagai Ketua Umum.

Selain Anas, sosok penting di Partai Demokrat yang ketika itu terjerat skandal rasuah adalah Angelina Sondakh dan Andi Mallarangeng.

Saat itu KPK menetapkan Anas sebagai tersangka terkait kasus gratifikasi terkait proyek Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang.

Baca juga: Minta Lukas Enembe Patuhi Hukum, Moeldoko: Apa Perlu TNI Dikerahkan?

Sedangkan Angie, sapaan Angelina, terlibat korupsi Wisma Atlet. Andi Mallarangeng yang saat itu menjabat Menteri Pemuda dan Olahraga terjerumus kasus korupsi P3SON Hambalang.

KPK menyatakan Anas menerima gratifikasi berupa mobil mewah Toyota Harrier dari Muhammad Nazaruddin yang saat itu menjadi Bendahara Umum Partai Demokrat.

Anas yang merupakan mantan Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) terpilih sebagai Ketua Umum DPP Partai Demokrat dalam Kongres II di Bandung, pada 20-23 Mei 2010.

Baca juga: AHY Sebut Tak Akan Intervensi Proses Hukum Lukas Enembe

Dia unggul dari 2 pesaingnya, Marzuki Alie dan Andi Mallarangeng.

Saat KPK menetapkan Anas sebagai tersangka, internal Partai Demokrat mulai bergolak.

Terpidana kasus korupsi Pembangunan Pusat Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang Anas Urbaningrum (kiri) mengikuti sidang lanjutan pengajuan peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (29/6). Sidang tersebut beragenda mendengarkan keterangan ahli dari ahli hukum administrasi negara  FHUI, Dian Puji Simatupang. ANTARA FOTO/ Reno Esnir/pras/18.ANTARA FOTO/RENO ESNIR Terpidana kasus korupsi Pembangunan Pusat Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang Anas Urbaningrum (kiri) mengikuti sidang lanjutan pengajuan peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (29/6). Sidang tersebut beragenda mendengarkan keterangan ahli dari ahli hukum administrasi negara FHUI, Dian Puji Simatupang. ANTARA FOTO/ Reno Esnir/pras/18.
Kelompok yang mendukung dan menentang Anas bersikap berhadap-hadapan.

Desakan dari kubu yang menolak Anas tetap memimpin partai itu sudah muncul sejak namanya disebut-sebut dalam sejumlah kasus korupsi oleh Nazaruddin yang sempat buron dan akhirnya tertangkap di Cartagena, Kolombia.

Sejumlah tokoh Partai Demokrat kemudian silih berganti menyuarakan desakan supaya Anas segera mundur. Ruhut yang saat itu terang-terangan meminta Anas mundur dari posisi ketua umum.

Sedangkan Sutan Bhatoegana menyatakan akan ada aksi bersih-bersih internal setelah sejumlah kader Partai Demokrat terlibat skandal korupsi. Akan tetapi, tidak lama kemudian giliran Sutan turut terlibat korupsi.

Bahkan kader Partai Demokrat, Jero Wacik, juga menyampaikan permintaan supaya Ketua Majelis Tinggi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) turun tangan menangani persoalan itu.

Baca juga: Demokrat Siapkan Bantuan Hukum untuk Lukas Enembe

Alasannya adalah demi menyelamatkan citra partai yang dikhawatirkan tenggelam menjelang Pemilu 2014. Hasil survei saat itu memperlihatkan kepuasan masyarakat atas kinerja pemerintahan SBY-Boediono terus merosot.

Seperti yang dilakukan kepada Enembe, Partai Demokrat saat itu juga menawarkan bantuan hukum bagi Anas ketika ditetapkan sebagai tersangka. Namun, Anas memutuskan untuk memilih kuasa hukumnya di luar dari yang ditawarkan partai.

Menurut analisis pakar politik Syamsuddin Haris yang dikutip dari situs Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), SBY secara tersirat sebenarnya tidak sepakat dengan cara Anas memimpin Partai Demokrat. Sebab SBY jagoannya yakni Andi Mallarangeng yang terpilih menjadi ketua umum dalam Kongres 2010.

Setelah nama Anas terseret dalam kasus korupsi, desakan untuk melengserkan sang ketua umum semakin kencang.

Baca juga: Lukas Enembe Bertelepon dengan Dirdik KPK, Negosiasi Soal Pemeriksaan

Dengan alasan menyelamatkan partai, saat itu SBY yang menjabat sebagai Ketua Majelis Tinggi memutuskan menyampaikan 8 poin penyelamatan partai dan mengambil alih kepemimpinan dari tangan Anas. Akan tetapi, SBY saat itu tidak memberhentikan Anas dari posisi ketua umum.

"Namun demikian di sisi lain, sulit dipungkiri, delapan langkah yang diambil SBY selaku Ketua Majelis Tinggi adalah kudeta terselubung yang mengatasnamakan penyelamatan partai karena secara de facto menyingkirkan sekaligus mempreteli kekuasaan Anas," tulis Haris.

Tak lama kemudian, Anas pun memutuskan berhenti dari posisi Ketua Umum Partai Demokrat dan menghadapi proses hukum.

Anas kemudian divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 8 bulan penjara di pengadilan tingkat pertama. Dia juga dijatuhi kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp57,59 miliar dan US$5,26 juta.

Baca juga: Pengacara Ungkap Tujuan Ketua Komnas HAM Temui Lukas Enembe

Dia mengajukan banding atas putusan itu. Oleh pengadilan tinggi, vonis Anas disunat menjadi 7 tahun. KPK kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

MA kemudian memperberat vonis terhadap Anas menjadi 14 tahun penjara, serta pidana denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun 4 bulan kurungan. Dia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 57,59 miliar.

Anas kemudian mengajukan peninjauan kembali (PK) ke MA. Majelis hakim MA kemudian kembali memangkas vonis penjara terhadap Anas dari 14 tahun menjadi 8 tahun.

Dalam PK itu, Anas juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan.

Anas juga diwajibkan membayar uang pengganti sejumlah Rp57.592.330.580 dan US$5.261.070.

Baca juga: AHY Minta Kader Demokrat di Papua Tenang, Hormati Proses Hukum pada Lukas Enembe

Apabila uang pengganti tidak dibayar dalam waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, harta benda Anas disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Apabila harta bendanya tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti, Anas harus menjalani pidana penjara selama 2 tahun.

(Penulis : Tatang Guritno | Editor : Sabrina Asril, Dani Prabowo, Icha Rastika)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Nasional
Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

Nasional
Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Nasional
Polri Desak Kepolisian Thailand Serahkan Fredy Pratama ke Indonesia Jika Tertangkap

Polri Desak Kepolisian Thailand Serahkan Fredy Pratama ke Indonesia Jika Tertangkap

Nasional
Jokowi Sebut 3 Hal yang Ditakuti Dunia, Wamenkeu Beri Penjelasan

Jokowi Sebut 3 Hal yang Ditakuti Dunia, Wamenkeu Beri Penjelasan

Nasional
Soal 'Presidential Club', Djarot PDI-P: Pak Prabowo Kurang Pede

Soal "Presidential Club", Djarot PDI-P: Pak Prabowo Kurang Pede

Nasional
Polri Serahkan Kasus TPPU Istri Fredy Pratama ke Kepolisian Thailand

Polri Serahkan Kasus TPPU Istri Fredy Pratama ke Kepolisian Thailand

Nasional
Evaluasi Arus Mudik, Jokowi Setuju Kereta Api Jarak Jauh Ditambah

Evaluasi Arus Mudik, Jokowi Setuju Kereta Api Jarak Jauh Ditambah

Nasional
Prajurit TNI AL Tembak Sipil di Makassar, KSAL: Proses Hukum Berjalan, Tak Ada yang Kebal Hukum

Prajurit TNI AL Tembak Sipil di Makassar, KSAL: Proses Hukum Berjalan, Tak Ada yang Kebal Hukum

Nasional
Demokrat Tak Keberatan PKS Gabung Pemerintahan ke Depan, Serahkan Keputusan ke Prabowo

Demokrat Tak Keberatan PKS Gabung Pemerintahan ke Depan, Serahkan Keputusan ke Prabowo

Nasional
Polri Tangkap 28.861 Tersangka Kasus Narkoba, 5.049 di Antaranya Direhabilitasi

Polri Tangkap 28.861 Tersangka Kasus Narkoba, 5.049 di Antaranya Direhabilitasi

Nasional
Soal Kekerasan di STIP, Menko Muhadjir: Itu Tanggung Jawab Institusi

Soal Kekerasan di STIP, Menko Muhadjir: Itu Tanggung Jawab Institusi

Nasional
Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

Nasional
Demokrat Sudah Beri Rekomendasi Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jawa Timur

Demokrat Sudah Beri Rekomendasi Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jawa Timur

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com