"Kalau asimetris, dia ditunjuk, ini akan meperngaruhi relasi kepala daerah dengan masyarakat di daerahnya," tambah Hurriyah.
Baca juga: MPR Sebut Wacana Pilkada Asimetris dan Pileg Proporsional Tertutup Tidak untuk 2024
Sebelumnya diberitakan, wacana pilkada asimetris mengemuka setelah Badan Pengkajian MPR RI bertemu dengan jajaran komisioner KPU RI pada Rabu (21/9/2022).
Ketua Badan Pengkajian MPR RI Djarot Syaiful Hidayat berdalih bahwa wacana ini diperlukan guna menekan korupsi sebagai imbas biaya politik yang timbul dalam kampanye kandidat kepala daerah dalam sistem pilkada langsung.
"Kita perlu juga mengkaji mana daerah yang betul-betul siap untuk melakukan pilkada secara langsung dan mana yang cukup dipilih melalui DPRD," ujar politikus PDI-P itu di kantor KPU RI, Rabu (21/9/2022).
Sementara itu, anggota Badan Pengkajian MPR RI dari fraksi Gerindra Sodik Mujahid mengatakan bahwa sulit untuk menerapkan keduanya pada Pemilu 2024. Hal tersebut karena adanya keterbatasan aturan.
"Karena 2024 undang-undangnya sudah ada. Peraturan KPU sudah ada, program sudah detail," kata Sodik kepada wartawan di kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI pada Kamis (22/9/2022).
Baca juga: MPR Buka Peluang UU Pemilu dan Pilkada Digabung Jadi Omnibus Law demi Pilkada Asimetris
Undang-undang yang dimaksud Sodik adalah Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, dan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
"Sekali lagi undang-undangnya sudah ada, menggunakan yang lama, kita berpegang kepada undang-undang itu (untuk 2024)," kata dia.
"Tapi, kalau ke depan, (dua usulan) itu tidak mustahil (diterapkan)," lanjut Sodik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.