“Dan (temuan) ini tentu men-alert sistem perbankan. Dilaporkan ke PPATK, dan melakukan pendalaman,” ujar Tito.
“Mereka (PPATK) kemudian menyerahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ketika melihat ada dugaan tindak pidana di situ,” sambung Tito.
Tito menegaskan bahwa Kemendagri tak punya kepentingan untuk menjerat Enembe dalam kasus korupsi.
Bahkan menurut Tito, walaupun dia menganggap Enembe sebagai teman, tetapi dia tidak melakukan intervensi terkait perkara dugaan korupsi itu.
“Saya sebenarnya berhubungan dengan yang bersangkutan, sahabat saya lama. Tapi kan kalau sudah masalah hukum saya enggak bisa ikut campur,” tandasnya.
Baca juga: Lukas Enembe Bantah Temuan PPATK soal Setoran Rp 560 M ke Kasino Judi
Tito pun mempertanyakan jika ada pihak yang menyebut dirinya adalah dalang di balik penetapan Lukas sebagai tersangka.
Ia menegaskan, KPK punya mekanisme sendiri yang tak bisa diintervensi pihak mana pun dalam menangani sebuah kasus.
“Di situ (KPK) ada lima pimpinan yang kolektif kolegial dan mereka memiliki mekanisme yang SOP nya sangat ketat. Salah-salah, pimpinan sendiri pun bisa melanggar, bisa kena,” ucap Tito.
Menko Polhukam Mahfud MD ikut turun tangan setelah KPK kesulitan memeriksa Enembe. Sebab Enembe tidak menghadiri panggilan pemeriksaan oleh penyidik sebagai tersangka.
Selain itu, para pendukung Enembe juga berjaga di sekitar kediaman pribadinya yang terletak di Koya Tengah, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, Papua.
Mahfud bahkan menggelar rapat koordinasi dengan KPK, PPATK, Badan Intelijen Negara (BIN), Polri, hingga Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI untuk mencari solusi upaya penegakan hukum terhadap Enembe.
Mahfud MD juga menyatakan penetapan Enembe bukan rekayasa politik.
Baca juga: Dugaan Gratifikasi Gubernur Lukas Enembe, Mahfud MD: Hukum Harus Ditegakkan
“Kasus Lukas Enembe bukan rekayasa politik, tidak ada kaitannya dengan parpol atau pejabat tertentu, melainkan merupakan temuan dan fakta hukum,” kata Mahfud dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (19/9/2022).
Mahfud juga menyatakan nilai dugaan korupsi yang dilakukan Enembe bukan hanya yang terkait dengan gratifikasi senilai Rp 1 miliar.
"Ada kasus-kasus lain yang sudah didalami terkait dengan kasus ini. Misalnya, ratusan miliar dana operasional pimpinan, dana pengelolaan PON, kemudian juga adanya manajer pencucian uang yang dilakukan atau dimiliki oleh Lukas Enembe," kata Mahfud.
“Saat ini saja ada blokir rekening atas rekening Lukas Enembe per hari ini itu sebesar Rp 71 miliar yang sudah diblokir, jadi bukan Rp 1 miliar,” ujar Mahfud.
Maka dari itu, kata Mahfud, BPK hampir selalu memberikan opini tidak menyatakan pendapat atau disclaimer terhadap keuangan pemerintah Provinsi Papua.