JAKARTA, KOMPPAS.com - Koordinator Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Fatia Maulidiyanti meminta pemerintah Indonesia untuk membuka akses informasi kekerasan yang terjadi di Papua.
Dia meminta pemerintah tak lagi menutupi informasi kekerasan yang terjadi, terlebih pada dunia internasional.
Hal tersebut disampaikan Fatia untuk mengungkap kasus kekerasan yang terjadi, khususnya pada empat korban mutilasi yang baru-baru ini menjadi perbincangan.
"Daripada terus menutupi kekerasan yang sebenarnya terjadi di Papua dengan berbagai narasi, pemerintah Indonesia harus membuka akses seluas-luasnya kepada masyarakat internasional," ujar Fatia dalam keterangan tertulis, Senin (19/9/2022).
Baca juga: Komnas HAM: Jalan Terbaik Hentikan Kekerasan di Papua adalah Dialog Damai
Fatia mengatakan, Indonesia terlihat menutup-nutupi informasi kekerasan yang terjadi di Papua, termasuk kepada Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Akses yang ditutup-tutupi tersebut terlihat dari penghalang-halangan kunjungan Dewan HAM PBB.
"Akses tersebut juga harus dibuka ke jurnalis asing, mengingat akses untuk masyarakat internasional ke Papua malah semakin sedikit dalam beberapa tahun terakhir," ujar Fatia.
Pemerintah semestinya membuka informasi yang transparan mengenai dialog yang dicanangkan untuk menyelesaikan konflik di Papua.
"Dan juga partisipasi orang Papua secara utuh dalam dialog tersebut," ucap Fatia.
Peristiwa kekerasan di Papua baru-baru ini kembali meningkat seperti yang diungkapkan Ketua Front Mahasiswa Papua peduli Korban Kekerasan Rudi Kogoya.
Baca juga: Komnas HAM Sebut Panglima TNI Pusing karena Anggotanya Terlibat Kasus Kekerasan di Papua
Rudi menyebut ada tiga peristiwa pembunuhan yang diduga dilakukan oleh aparat TNI yang dilakukan di Papua dalam kurun waktu kurang dari sebulan.
Dua peristiwa, kata Rudi, terjadi pada akhir Agustus 2022 dan peristiwa pembunuhan lainnya dilaporkan Selasa (6/9/2022) malam.
"Jadi bulan Agustus aja sudah ada dua kejadian, ada di Mimika. ada juga di Mappi, baru-baru ini malam tadi kami dengar ada lagi di Paniai, baru dikirim infonya tadi malam," ujar Rudi saat ditemui di depan Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (7/9/2022).
Peristiwa pembunuhan pertama diketahui merupakan kasus mutilasi dengan empat korban di Mimika Papua pada 27 Agustus 2022.
Kasus tersebut diketahui melibatkan enam anggota TNI dan empat masyarakat sipil.
Baca juga: Kontras Pertanyakan Profesionalitas Kejagung Tangani Kasus Paniai
Tak lama berselang, tepatnya 29 Agustus 2022 sejumlah anggota TNI diduga melakukan penyiksaan terhadap warga sipil di Kelurahan Bade, Kabupaten Mappi, Papua.
Satu orang tewas akibat penganiayaan dan dua orang mengalami luka serius. Inilah kasus yang korbannya bernama Bruno.
"Meskipun telah dilakukan pembayaran sejumlah uang dari anggota TNI kepada keluarga korban untuk proses penyelesaian secara adat, hal tersebut tidak serta-merta menghilangkan tanggung jawab dan kewajiban negara untuk memproses kasus ini secara hukum. untuk memproses para terduga pelaku dengan hukum yang berlaku di lingkungan peradilan umum," kata Rudi.
Kasus terakhir dilaporkan terjadi di Paniai dengan korban sipil yang terluka di bagian kepala pada Selasa (6/9/2022).
"Yang saya lihat kepalanya bolong, kami belum tahu apakah penyiksaan atau penembakan. Kemungkinan dilakukan aparat TNI juga," imbuh Rudi.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.