JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar psikologi forensik dan pemerhati kepolisian Reza Indragiri Amriel mengatakan, temuan Komnas HAM soal dugaan kekerasan seksual terhadap Putri Candrawathi oleh Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J tak bisa dijadikan kasus hukum.
Sebabnya, Indonesia tidak mengenal persidangan yang digelar setelah terdakwa meninggal dunia.
"Dugaan Komnas itu tidak mungkin ditindaklanjuti sebagai kasus hukum. Indonesia tidak mengenal posthumous trial," kata Reza kepada Kompas.com, Jumat (2/9/2022).
Baca juga: Komnas Perempuan: Istri Ferdy Sambo Tak Laporkan Dugaan Kekerasan Seksual karena Malu dan Takut
Menurut Reza, dugaan kekerasan seksual ini menguntungkan Putri dan sebaliknya merugikan Brigadir J.
Sebabnya, mendiang Brigadir J tidak mungkin bisa membela diri atas tuduhan yang dilayangkan ke dirinya.
"Jadi, mendiang Brigadir J justru terabadikan dalam stigma belaka, bahwa ia adalah orang yang sudah diduga kuat oleh Komnas sebagai pelaku kekerasan seksual," ucap Reza.
Sementara, oleh Putri, temuan Komnas HAM ini bisa digunakan untuk menarik simpati publik, bahkan membela diri di pengadilan kelak.
Sebagaimana diketahui, istri Irjen Ferdy Sambo itu telah ditetapkan sebagai salah satu tersangka kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Yosua.
"Dia juga bisa jadikan pernyataan Komnas sebagai bahan membela diri di persidangan nanti, termasuk bahkan membela diri dengan harapan bebas murni," kata Reza.
Baca juga: Istri Ferdy Sambo Tak Ditahan, Anggota DPR: Polri Tak Boleh Beda-bedakan
Namun demikian, menurut Reza, betapa pun Putri mengeklaim sebagai korban kekerasan seksual dan Komnas HAM mengamininya, tetap tidak mungkin dia menerima hak-hak sebagai korban.
Pasalnya, UU mengharuskan adanya vonis bersalah terhadap pelaku agar Putri bisa mendapat restitusi dan kompensasi.
Sementara, vonis tak mungkin dijatuhkan jika persidangannya saja tidak bisa digelar.
"Dari situlah kita bisa takaran dalam tragedi Duren Tiga berdarah, pernyataan atau simpulan Komnas punya implikasi merugikan sekaligus menyedihkan bagi mendiang Brigadir J, namun menguntungkan PC," kata Reza.
Untuk diketahui, dalam laporan rekomendasi kasus Brigadir J yang dirilis Kamis (1/9/2022), Komnas HAM mengungkap ada dugaan kuat kekerasan seksual terhadap Putri Candrawathi oleh Brigadir J.
Namun, berbeda dari narasi yang beredar di awal, kekerasan itu disebut bukan terjadi di Jakarta, melainkan Magelang, Jawa Tengah, satu hari sebelum penembakan Yosua.