JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) sekaligus ketua Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Mahfud MD membeberkan sejumlah hal seputar dalam rapat kerja dengan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Agenda utama dalam rapat kerja itu adalah pendalaman terhadap kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Selain Mahfud, Komisi III DPR juga mengundang petinggi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Kompolnas, serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Dalam rapat itu, Mahfud melontarkan berbagai pernyataan yang terkait dengan kasus dugaan pembunuhan berencana yang menewaskan Brigadir J.
Penyidik pada Direktorat Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri sampai saat ini menetapkan 5 tersangka dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J.
Para tersangka itu adalah pasangan suami istri Irjen Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, Bripka Ricky Rizal atau Bripka RR, dan asisten rumah tangga Putri bernama Kuat Maruf.
Kelimanya dijerat dengan sangkaan Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dengan ancaman maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara selama-lamanya 20 tahun.
Menurut keterangan Mabes Polri, Bharada E diperintahkan oleh Sambo untuk menembak Brigadir J pada 8 Juli 2022.
Peristiwa itu terjadi di rumah dinas Sambo di kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Setelah itu, Sambo menembakkan pistol Brigadir J ke dinding rumah dengan tujuan supaya seolah-olah terjadi baku tembak.
Menurut pengakuan Sambo, dirinya merencanakan pembunuhan terhadap Brigadir J karena merasa marah dan emosi akibat martabat keluarganya dilukai dalam sebuah kejadian di Magelang, Jawa Tengah.
Saat ini Sambo ditahan di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.
Sedangkan Bharada E ditahan di rumah tahanan negara Bareskrim Polri. Putri sampai saat ini belum menjalani proses hukum dengan alasan sakit.
Baca juga: Cerita Mahfud soal Pengakuan Awal Ferdy Sambo ke Kompolnas...
Berikut ini rangkuman pendapat Mahfud MD dalam rapat kerja terkait kasus Brigadir J dengan Komisi III DPR.
Mahfud dalam rapat itu mengatakan, dia memancing anggota DPR bersuara terkait kasus kematian Brigadir J.
Menurut dia, suara DPR dibutuhkan untuk memberikan dukungan agar kebenaran atas perkara tersebut bisa dibongkar.
“Karena hukum itu produk politik, ndak bisa hukum jalan sendiri kalau tidak ada suasana politik yang mendorong, suara masyarakat, dan lain sebagainya,” papar Mahfud dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR RI di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (22/8/2022).
“Pro justicia kita dorong dari gerakan-gerakan politik tapi jangan masuk ke justicia-nya,” imbuhnya.
Desakan DPR, kata dia, diperlukan lantaran suara DPR merupakan representasi suara publik.
Kondisi ini, kata Mahfud, cukup penting dalam mengungkap suatu perkara. Ia pun mencontohkan bagaimana suara DPR didengar oleh polisi ketika berbicara tentang AKBP Brotoseno, terpidana kasus korupsi yang kembali bertugas sebagai anggota Polri.
“Ribut orang-orang, lalu DPR ngomong, ’katanya karena berjasa, jasa apa sih yang dibuat seorang koruptor?’ Nah kata DPR nih, Pak Bambang Pacul,” tutur dia.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.