Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Dinilai Lamban Bentuk Tim Ad Hoc Terkait Kasus Munir

Kompas.com - 15/08/2022, 16:02 WIB
Singgih Wiryono,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dinilai lamban dalam membentuk tim ad hoc terkait kasus kematian aktivis HAM Munir.

Kepala Divisi Hukum KontraS Andi Rezaldy mengatakan, semestinya tim ad hoc bisa dibentuk sejak awal oleh Komnas HAM, bukan pada saat akhir masa jabatan komisioner saat ini.

"Seharusnya pembentukan tim ad hoc ini bisa dilakukan sejak awal oleh Komnas HAM, ketika kami mengusulkan melalui pendapat hukum yang kami serahkan dua tahun lalu," ucap Andi saat dihubungi melalui telepon, Senin (15/8/2022).

Baca juga: Komnas HAM Bentuk Tim Ad Hoc Kasus Pelanggaran Berat Pembunuhan Munir

Andi yang juga merupakan Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (KASUM) itu menilai proses pembentukan tim ini dihambat oleh proses politik di Komnas HAM.

Menurut dia, ada proses politics of delay yang mengakibatkan lamanya penetapan kasus pembunuhan Munir sebagai pelanggaran HAM berat. Salah satunya, sebut dia, proses yang terjadi pada September 2021 lalu.

"Alih-alih langsung membentuk Tim Ad Hoc, Komnas HAM membentuk Tim Pemantauan dan Penyelidikan terlebih dahulu," ucap Andi.

Baca juga: Dugaan Sementara Komnas HAM, Operasi Pembunuhan Munir pada 2004 Juga Sasar Tokoh Lain

Padahal yang diketahui kewenangan tim tersebut baru sebatas kewenangan berdasarkan UU 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Setelah dibuat, tim pemantauan dan penyelidikan yang harusnya selesai bulan Maret kemudian harus diperpanjang.

Kedua, setelah dibuat tim tersebut, berdasarkan hasil paripurna khusus dibuat kembali tim ad hoc berdasarkan Undang-undang 26 tahun 2000.

Baca juga: Komnas HAM: Kasus Munir Sangat Potensial Ditetapkan Jadi Pelanggaran HAM Berat

"Padahal bisa saja dan sangat mungkin terjadi Komnas HAM langsung membuat tim ad hoc berdasarkan UU 26/2000," ucap Andi.

Sebagai informasi, Komnas HAM akan membentuk Tim Ad Hoc penyelidikan pelanggaran HAM berat dalam kasus pembunuhan aktivis Munir Said Thalib.

Pembentukan tim ini diputuskan dalam Sidang Paripurna Komnas HAM, Jumat (12/8/2022).

“Dalam salah satu putusannya menyetujui pembentukan Tim Ad Hoc Penyelidikan Pelanggaran HAM yang Berat untuk peristiwa pembunuhan Munir Said Thalib berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM,” kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dalam keterangan tertulis, Sabtu (13/8/2022).

Baca juga: Komnas HAM: Status Kasus Munir Segera Diumumkan, Pelanggaran HAM Berat atau Bukan

Taufan mengatakan Tim Pemantauan dan Penyelidikan telah menyelesaikan laporan kasus pembunuhan Munir.

"Tim Pemantauan dan Penyelidikan Kasus Pembunuhan Munir Said Thalib telah menyelesaikan laporan atas kasus tersebut,” terang dia.

Munir dibunuh pada 7 September 2004 dalam penerbangan Garuda Indonesia GA-974 dari Jakarta ke Amsterdam melalui Singapura.

Pemberitaan Harian Kompas 8 September 2004 menyebutkan, Munir meninggal sekitar dua jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Schipol, Amsterdam, Belanda, pukul 08.10 waktu setempat.

Baca juga: Komnas HAM Bentuk Tim Lagi untuk Usut Dugaan Pelanggaran HAM Berat pada Kasus Munir

Hasil autopsi menunjukkan adanya senyawa arsenik dalam tubuh mantan Ketua Dewan Pengurus Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) itu.

Proses hukum terhadap orang yang dianggap terlibat dalam pembunuhan Munir pernah telah dilakukan.

Pengadilan menjatuhkan vonis 14 tahun penjara kepada Pollycarpus Budihari Priyanto yang merupakan pilot Garuda Indonesia.

Pengadilan juga memvonis 1 tahun penjara kepada Direktur Utama Garuda Indonesia saat itu, Indra Setiawan. Dia dianggap menempatkan Pollycarpus di jadwal penerbangan Munir.

Baca juga: Komnas HAM Sebut Kasus Munir Bisa Jadi Pelanggaran HAM Berat, tapi Butuh 2 Hal Ini

Sejumlah fakta persidangan bahkan menyebut adanya dugaan keterlibatan petinggi Badan Intelijen Negara (BIN) dalam pembunuhan ini.

Akan tetapi, tidak ada petinggi BIN yang dinilai bersalah oleh pengadilan. Pada 13 Desember 2008, mantan Deputi V BIN, Muchdi Purwoprandjono yang menjadi terdakwa dalam kasus ini, divonis bebas dari segala dakwaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com