Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Dinas Luar Negeri Gus Dur: Sarapan di Paris, Siang Makan di Roma, Malam di Swiss

Kompas.com - 25/07/2022, 11:54 WIB
Vitorio Mantalean,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Masa kepresidenan Abdurrahman Wahid hanya seumur jagung, yakni cuma 1 tahun 9 bulan, sejak 21 Oktober 1999 hingga dimakzulkan MPR pada 23 Juli 2001.

Dalam periode singkat itu, Gus Dur sempat ramai dikritik lantaran banyak melakukan perjalanan dinas mancanegara.

Pihak yang kontra dengan kebijakan itu menilai, Gus Dur boros dalam menggunakan anggaran negara.

Baca juga: Surat Sakti Lurah Gambir yang Buat Gus Dur Tinggalkan Istana

Sementara itu, Presiden keempat ini punya pertimbangan tersendiri dalam melakukan lawatan ke luar negeri itu.

Ketika menjabat, di masa transisi dari Orde Baru ke Reformasi, Indonesia tengah mengalami ancaman disintegrasi. Gejolak politik terjadi di mana-mana. Dukungan internasional, termasuk membuka peluang kerja sama dengan negara-negara lain, dianggap berarti.

"Misi Gus Dur waktu itu adalah kita harus memperkenalkan Indonesia ini di kancah dunia. Setiap forum internasional, ada G15 waktu itu, KTT Non-blok, KTT OKI, kalau namanya summit atau KTT pasti hadir dia. Ada juga pertemuan pidato di general assembly PBB. Jadi di forum-forum internasional beliau berusaha tidak absen," ungkap kepala biro protokoler era Gus Dur, Wahyu Muryadi, kepada Kompas.com beberapa waktu lalu.

Wahyu mengungkapkan, dalam forum-forum itu, Gus Dur coba memperkenalkan sikap Indonesia terhadap pelbagai isu global yang sedang hangat.

"Beliau selalu menekankan martabat kita sebagai bangsa harus mengemuka di kancah internasional," ucapnya.

Baca juga: Pengakuan Gus Dur sebagai Seorang Keturunan Tionghoa...

Lebih dari itu, dalam aneka pertemuan dengan kepala-kepala negara, Gus Dur selalu menyelipkan humor-humor yang berhasil membuat persahabatannya dengan kepala negara terjalin begitu cepat.

Gus Dur, kata Wahyu, ingin agar Indonesia kembali menjadi kekuatan yang diperhitungkan di kancah dunia.

"Bagaimana Indonesia bisa ada pergandengan dengan India, China, di luar hegemoni kekuasaan dunia oleh negeri-negari adikuasa, biar Indonesia bisa take a lead di situ," lanjutnya.

Agenda Gus Dur yang padat

Inayah Wulandari, putri bungsu Gus Dur, mengakui bahwa jadwal dinas mancanegara ayahnya begitu padat.

Ia langsung menggeleng-gelengkan kepala ketika ditanya wartawan Kompas.com mengenai seberapa letih perjalanan tersebut bagi rombongan.

"Ada satu momen suatu hari bapak melakukan kunjungan kenegaraan keliling ASEAN, berarti 9 negara, minus Indonesia, itu dalam waktu 5 hari. Jadi kami bisa makan pagi di Malaysia, makan malam di Singapura," kata Inayah di kediamannya di Ciganjur, Jakarta Selatan.

"Itu benar-benar kayak lari-lari kayak maraton. Isinya meeting, meeting, meeting, dan meeting ya, isinya bukan jalan-jalan, bukan foto-foto di mana," tambahnya.

Baca juga: Murka Gus Dur Kala Para Menteri Tolak Dekrit: Kalian Semua Banci!

Ia mengakui, sejak lama, ayahnya memang workaholic. Namun, dalam mengebut perjalanan dinas mancanegara ini, Gus Dur, kata Inayah, barangkali telah memahami bahwa waktunya sebagai presiden tidak akan lama.

Berbagai perubahan fundamental yang dilakukannya dengan menerobos sejumlah tabu politik membawa risiko besar bagi jabatannya.

Terbukti, sejarah mencatat, Gus Dur dilengserkan oleh proyek politik kekuatan-kekuatan lama yang merasa terancam oleh kebijakan-kebijakan mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama itu.

"Kami tuh benar-benar sudah kecapekan banget (selama perjalanan luar negeri). Sementara itu, Bapak yang kayak, 'Ayo, mana nih, sudah mesti berangkat, nih!'. Staminanya enggak pernah turun," ungkap Inayah.

Setali tiga uang, Wahyu juga punya cerita senada. Ia langsung berpindah posisi duduk dan mengernyitkan dahi ketika dihadapkan pada pertanyaan, seberapa lelah menemani Gus Dur dinas mancanegara.

"Tujuh belas hari di 16 negara. Bayangin coba. Ada buku perjalannya masih saya simpan," kata dia.

Baca juga: Murka Gus Dur Kala Para Menteri Tolak Dekrit: Kalian Semua Banci!

"Pagi itu berangkat subuh dari Paris, saya masih ingat itu dari Hotel Nikko di Paris, hotel kecil, sarapan di Paris. Kemudian makan siang di Roma. Makan malam di Bonn. Kemudian besoknya itu ke Berlin sarapan," kenang Wahyu.

Dalam perjalanan yang dituding sebagai pemborosan uang negara itu, justru Gus Dur dkk "menjual" kursi kosong si pesawat kepresidenan yang kala itu menggunakan pesawat pabrikan Boeing.

"Boeing 747 kalau tidak salah. Isinya kan kira-kira 300-400 (kursi), hanya diisi presiden, perangkat kepresidenan, wartawan, pengamanan, paling hanya 100 orang," ujar Wahyu.

Menteri Luar Negeri saat itu, Alwi Shihab, disebut menawarkan agar sisa kursi dijual ke pengusaha yang ingin ikut serta. Uangnya masuk sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Menurut catatan Wahyu, sedikitnya 85 pengusaha turut terbang bersama Gus Dur.

"Ada Aburizal Bakrie, ada Muryanti Soedibyo," kata Wahyu.

"Saya ingat itu 2.500 dolar per orang. Lumayan untuk mengurangi biaya avtur. Kan mahal itu perjalanan. Dia bayar 2.500 dolar itu untuk katakanlah biaya ganti pesawat aja, nebeng pesawat, tiket saja, tapi hotelnya, makanannya, akomodasi lainnya tanggung jawab masing-masing," tuturnya.

Baca juga: Cerita di Balik Celana Pendek Gus Dur Saat Menyapa Pendukungnya dari Istana

Wahyu berkisah, Gus Dur tak pernah kelelahan dalam menjalani misi ini. Yang ia ingat, Gus Dur yang doyan menjelajah kuliner justru pernah menegur Wahyu karena masih saja disuguhi nasi di negeri orang.

"Di luar negeri malah kadang saya tanya, ada evaluasi atau tidak, Gus, untuk makanan dari KBRI, makanan Nusantara," kata Wahyu.

"Dia ngomong, 'Jangan dikit-dikit nasi lagi, Yu, Yu. Kalau kita ke luar negeri, cari makanan khas di luar negeri itu, pikiranmu sego (nasi) saja," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Nasional
Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Nasional
Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Nasional
PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

Nasional
Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Nasional
Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Nasional
 Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Nasional
PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

Nasional
Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Nasional
Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Nasional
Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Nasional
 Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Nasional
PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

Nasional
PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

Nasional
Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com