JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Sharif Omar Hiariej mengatakan, pemerintah tidak jadi mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) pada Masa Sidang V DPR tahun 2021-2022.
Menurut dia, ada lima poin perbaikan yang mesti dilakukan pemerintah.
"Ada lima. Satu, kan kita merevisi ada beberapa pasal berdasarkan masukan masyarakat," kata Edward di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (28/6/2022).
Baca juga: RKUHP Tak Jadi Disahkan Juli Ini
Namun, pria yang akrab disapa Eddy itu tak menjabarkan lebih lanjut terkait beberapa pasal yang harus direvisi tersebut.
Kedua, poin-poin pasal harus diubah lantaran adanya dua pasal yang dihapus.
"Kalau 2 pasal dihapus itu kan berarti kan nomor-nomor pasal jelas berubah, sehingga kita rujukan pasal ini harus hati-hati," ucap dia.
"Misalnya ketika kita melihat sebagaimana dimaksud dalam pasal sekian, nah ternyata kan berubah," kata Eddy.
Kendati demikian, Eddy tak menjabarkan apa saja dua pasal yang dihapus itu.
Ketiga, Eddy mengungkapkan bahwa draf RKUHP masih banyak salah ketik, sehingga hal itu pun perlu diperbaiki.
Baca juga: Pakar Hukum Pidana Sebut RUU KUHP Masih Bernuansa Kolonial
Keempat yaitu melakukan sinkronisasi antara batang tubuh dan penjelasan.
Kelima, perbaikan tentang persoalan sanksi pidana.
"Jadi sanksi pidana ini kita harus mensinkronkan supaya tidak ada disparitas," ucap dia.
Pada Mei 2022, Pemerintah dan Komisi III DPR menyepakati hasil sosialisasi RKUHP yang disampaikan pada rapat dengar pendapat di Komisi III.
Adapun hasilnya, RKUHP akan dibawa ke dalam rapat paripurna bersama dengan RUU Pemasyarakatan.
Saat itu, Eddy Hiariej mengatakan, RKUHP dan RUU Pemasyarakatan diperkirakan menjadi undang-undang pada Juli 2022.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.