JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah masih menyusun dan menyempurnakan draf Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau RUU KUHP.
Hal itu, disampaikan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menanggapi kritik terhadap draf RUU KUHP yang tidak terbuka ke publik.
Eddy, sapaan Wamenkumham, mengatakan, pemerintah tak ingin RUU KUHP bernasib seperti Undang-Undang Cipta Kerja.
"Sampai hari ini tim pemerintah masih membaca ulang, kita tidak mau apa yang pernah terjadi dalam UU Ciptaker terulang," ujar Eddy dalam diskusi dengan Forum Pemimpin Redaksi Indonesia, Kamis (23/6/2022).
Baca juga: Ketua Komisi III: Kalau RKUHP Ugal-ugalan, Bisa Judicial Review
Adapun Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja cacat formil dan dinyatakan inkonstitusional bersyarat.
Hal itu, sebagaimana putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Putusan tersebut dibacakan pada Kamis, 25 November 2021.
MK menemukan fakta hukum terkait perubahan materi RUU Ciptaker secara substansial pasca-persetujuan bersama DPR dan Presiden yang tidak sekadar bersifat teknis penulisan, termasuk juga terdapat salah dalam pengutipan.
Kesalahan itu di antaranya, pasal hilang, kata hilang, perubahan kata, perubahan frasa, perubahan pasal, perubahan judul bab, dan perubahan ketentuan umum.
"Malu ini, ada puluhan Guru Besar hukum pidana lalu kemudian tidak membaca teliti. Jadi kita baca teliti betul, kalau sudah selesai, kita serahkan ke DPR, baru kita buka ke publik," ucap Eddy.
Baca juga: Pemerintah Jawab Mahasiswa yang Desak Draf Terbaru RKUHP Dibuka
Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Gajah Mada ini menekankan bahwa ada proses hukum yang harus dipahami dan dihormati terkait pembuatan Undang-Undang.
Ia memastikan, ketika draf RUU KUHP itu telah diserahkan ke DPR maka pemerintah akan membukanya kepada publik.
"Kalau hari ini kita serahkan kemudian masih perubahan itu nanti kita dicaci maki, 'ini yang kita terima tidak sama dengan yang kita omongkan', jadi, maju kena mundur kena," kata Eddy.
"Tapi saya pahami itu lah. Apalagi saya dalam sisi pemerintah, pemerintah itu bertindak benar saja salah apalagi salah, jadi mohon bersabar," ucapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.