Melihat ini, pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin berpandangan, Jokowi lebih mengedepankan unsur politik dalam merombak kabinetnya.
Tak heran jika beberapa menteri yang kinerjanya tak baik, bahkan beberapa kali kena tegur, justru tidak dicopot.
"Itu namanya kompromi politik," kata Ujang kepada Kompas.com, Rabu (15/6/2022).
Baca juga: Jokowi Lantik Mantan Panglima TNI Hadi Tjahjanto Jadi Menteri ATR/BPN
Bagaimanapun, kata Ujang, Jokowi tetap memperhitungkan politik 2024 dalam merombak kabinetnya. Mereka yang punya posisi kuat di partai, utamanya pimpinan parpol, kemungkinan besar dipertahankan.
Sebab, kekuasaan elite terhadap parpol diperlukan untuk kepentingan presiden di pemilu mendatang.
"Jokowi juga punya kepentingan 2024. Harapannya mereka seperti menteri-menteri yang menjadi ketua partai itu bisa ikut arahan Jokowi ketika 2024 nanti untuk mendukung," ucap Ujang.
Ujang mengatakan, dalam politik, siapa pun bisa terlihat marah dan bisa tampak menegur. Namun, pada akhirnya keputusan diambil dengan mengalkulasi keuntungan politik.
Oleh karenanya, lanjut Ujang, mereka yang tidak punya penyokong politik kuat lebih berpotensi terdepak dari kabinet.
"Cari mana yang bisa digeser, yang paling lemah yaitu M Lutfi dan Sofyan Djalil yang dianggap lemah, tidak ada back up politik. Kalau orang-orang partai yang kinerjanya buruk pasti akan aman," kata dia.
Baca juga: Jokowi Lantik Zulkifli Hasan Jadi Menteri Perdagangan, PAN Akhirnya Dapat Kursi
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno. Dia menilai, reshuffle kali ini tak lepas dari upaya Jokowi menjaga atau bahkan meningkatkan stabilitas politik menjelang Pemilu 2024.
Adi melihat bahwa pelantikan menteri dan wakil menteri kali ini kental suasana akomodasi. Sebab, tidak ada satu pun partai politik yang kehilangan kadernya yang kini duduk di kursi kabinet.
Dalam situasi menjelang pemilu, menurut dia, mengurangi jatah parpol, apalagi memecat ketua umum partai yang kini sudah duduk di kursi menteri, akan dianggap sebagai sebuah manuver politik yang kontraproduktif.
"Ini bukan hanya soal kinerja. Bisa dibayangkan ketum partai jadi pembantu presiden dipecat, itu artinya (ditafsirkan) kinerjanya tidak becus," kata Adi kepada Kompas TV, Rabu (15/6/2022).
"Kalau bicara kepentingan kinerja harusnya banyak menteri yang direshuffle," tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.