Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompasianer Yon Bayu

Blogger Kompasiana bernama Yon Bayu adalah seorang yang berprofesi sebagai Penulis. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Koalisi Gerindra - Nasdem dan Mimpi 4 Calon Presiden

Kompas.com - 03/06/2022, 06:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TERLALU dini menyimpulkan acara “makan siang” Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dengan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh sebagai awal pembentukan koalisi. Namun bukan berarti hal yang mustahil.

Intensitas pertemuan ketua-ketua partai saat ini tentunya berkelindan dengan dinamika politik pascapembentukan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang diinisiasi Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto.

Keberhasilannya menarik PAN dan PPP, menjadikan Golkar leading dalam isu-isu politik terutama terkait Pemilu Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Golkar memiliki bargaining position lebih kuat untuk menentukan pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

Sesuatu yang tadinya hanya dimiliki PDI-P sebagai satu-satunya partai yang bisa mengusung capres tanpa berkoalisi dengan partai lain karena sudah memiliki 22 persen kursi di DPR.

Tanpa menafikan adanya tujuan lain di balik pembentukannya, realitas politik saat ini dipicu oleh kehadiran KIB.

Hal ini yang mungkin dikhawatirkan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto ketika mengimbau agar jangan membawa kontestasi lebih awal dan tetap menjadikan kesuksesan program pemerintah dalam skala prioritas partai-partai Istana.

Kunjungan Prabowo semakin strategis mengingat Nasdem akan menggelar rapat kerja nasional (rakernas), 15-17 Juni 2022, di mana salah satu agendanya adalah merekomendasikan tiga nama capres.

Apakah nama Prabowo akan muncul dalam rekomendasi rakernas Nasdem? Jawaban dari pertanyaan itu sangat mungkin menjadi agenda utama pembicaraan pertemuan Prabowo dan Surya Paloh di kantor DPP Nasdem yang berlangsung selama 5 jam.

Tetapi isyarat Prabowo tidak akan ngotot menjadi capres yang disampaikan usai pertemuan, menarik juga dicermati.

Sebab jika Prabowo bersedia tidak nyapres, terbuka kemungkinan terjadi poros Gerindra-Nasdem.

Seperti diketahui, salah satu alasan Nasdem batal menggelar konvensi karena gagal merayu partai yang ketua umumnya tidak berambisi menjadi capres.

Padahal di samping Gerindra, Partai Golkar, PKB dan Partai Demokrat juga masih sibuk memasarkan ketua umumnya.

Bahkan Ketum PKB Muhaimin Iskandar memberi syarat koalisi, yakni dengan mengusung dirinya sebagai capres atau cawapres.

Koalisi Gerindra (78 kursi) - Nasdem (59 kursi) sudah memenuhi presidential threshold 20 persen kursi DPR. Tinggal menyepakati capres dan cawapres yang akan diusung.

Dengan modal 137 kursi DPR, koalisi ini cukup strategis dan bakal menjadi buruan tokoh-tokoh politik.

Dengan demikian, tanpa mengabaikan munculnya dinamika politik ke depan, sudah terbentuk tiga perahu untuk mengusung pasangan capres dan cawapres, yakni Gerindra - Nasdem, PDIP (128 kursi), dan KIB (148 kursi).

Tersisa Partai Demokrat (54 kursi), PKB (58), dan PKS (50). Jika ketiganya berkoalisi maka akan membentuk perahu terbesar karena ditopang 162 kursi.

Dengan munculnya empat pasangan capres dan cawapres, maka hal itu setidaknya sudah memenuhi ekspektasi kelompok-kelompok yang tidak menginginkan terjadinya polarisasi antarpendukung sebagaimana yang terjadi ketika pilpres hanya diikuti dua pasang calon.

Lebih dari itu, dengan bauran pendukung dan ideologi partai dapat mengikis dikotomi nasionalis-agama yang sangat tajam di dua gelaran pilpres sebelumnya.

Kita tidak ingin munculnya politik identitas, baik agama maupun kesukuan. Tetapi kita juga menolak tumbuhnya faksi ultanasionalis yang menggejala belakangan ini.

Banyaknya calon juga memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk membandingkan sebelum menentukan mana yang terbaik sesuai hati nuraninya.

Hal lain yang tidak kalah penting, munculnya banyak calon juga menjadi bukti keberhasilan pemerintahan Jokowi dalam menjaga keberlangsungan demokrasi. Tudingan adanya rekayasa untuk melanggengkan dinasti tertentu terbantahkan.

Tetapi semua terpulang kepada elite partai yang memiliki kuasa untuk menentukan koalisi. Apakah lebih senang berada di zona nyaman bersama koalisi gendut, atau fight dengan membentuk koalisi ramping dan mengajukan capres yang diinginkan rakyat.

Tentu kita berharap kontestasi Pilpres 2024 lebih cair karena tidak diikuti petahana, dan melahirkan tatanan koalisi baru yang mampu mengantarkan tokoh terbaik bangsa untuk memimpin Indonesia ke depan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com