Teguran kepada PCNU Banyuwangi dan Sidoarjo karena terlibat dalam konsolidasi politik mendukung salah satu bakal calon presiden, adalah kuncinya.
Dengan tidak mendukung kontestasi politik seperti pilpres, berarti tidak ada lagi mimpi bagi kader-kader grass root di bawah kepemimpinan Gus Yahya untuk mendapatkan jabatan di lembaga-lembaga pemerintah dan BUMN - yang sering dimaksudkan sebagai “balas budi”. Misalnya, jabatan komisaris BUMN.
Dalam konstruksi pemahaman ini, apakah kader-kader yang kehilangan mimpi mendapatkan jabatan di struktural pemerintahan melalui identitas NU, masih tetap akan sami'na wa 'atho'na?
Boleh jadi akan muncul “penolakan halus” sehingga Muhaimin Iskandar berani sesumbar Nahdliyin tidak akan terpengaruh ucapan siapa pun dalam mendukung PKB.
Mengutip bahasa retoris Gus Muhaimin lewat kaos, “NU Kultural Wajib Ber-PKB, Struktural Sakarepmu” sangat mungkin kader-kader PKB akan totalitas menggarap basis NU akar rumput sehingga berpotensi memunculkan pembelahan, bahkan mungkin friksi.
Generasi milenial NU sangat mungkin tetap akan berpolitik tanpa embel-embel lambang 9 bintang.
Namun jika kondisi demikian berlanjut sampai Pemilu 2024, juga akan merugikan PKB. Sikap “jumawa” Muhaimin akan menjadi catatan tersendiri bagi kader NU yang masih memandang kiai sebagai “tokoh tak tercela” dan eksistensinya sangat dihormati.
Frasa “struktural sakarepmu” sulit diterima oleh mereka yang hidup dalam tradisi pesantren tradisional.
Ungkapan sakarepmu (semaumu) bisa jadi dianggap kasar dan jauh dari nilai-nilai NU. Ingat, banyak kiai dan ulama kharismatik yang menjadi pengurus NU.
Kader-kader muda tetap akan berpolitik secara diam-diam, namun pelabuhannya bukan lagi PKB melainkan PPP, Golkar, bahkan mungkin juga PDIP, Nasdem dan Demokrat.
Meski pada kontestasi politik sebelumnya hal ini sudah terjadi, namun ketegangan hubungan PKB dan NU akan memaksa migrasi yang lebih besar.
Dengan kalkulasi apa pun, sulit bagi Muhaimin untuk mempertahankan 13 juta suara seperti pada Pemilu 2019.
Hal buruk lainnya, kondisi saat ini bisa menjadi dorongan faksi-faksi yang kontra terhadap kepemimpinan Muhaimin di PKB.
Bukan rahasia lagi, kelompok Gusdurian masih banyak yang belum sepenuhnya legowo ketika Zannuba Ariffah Chafsoh alias Yenny Wahid terpaksa hengkang setelah kalah dalam perebutan bendera PKB melawan Muhaimin.
Gelaran musyawarah cabang yang diselenggarakan serentak tahun 2021 lalu, juga masih menyimpan sejumlah friksi di daerah yang bukan mustahil akan mengkristal menjadi sebentuk perlawanan untuk menggeser Gus Muhaimin jika ada tokoh kuat yang mem-back-up.