Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua MK Aswanto mengatakan, pihaknya belum melihat kerugian konstitusional yang dialami pemohon dalam gugatan tersebut.
"Kita juga tidak bisa mengatakan ada kerugian konstitusional kalau tidak ada hak konstitusional yang diberikan berkaitan dengan itu," kata Aswanto.
Menurut dia, pemohon harus dapat menjelaskan soal hak mereka yang diatur di dalam konstitusi yang dirugikan dengan berlakunya norma Pasal 201 ayat (9), ayat (10), dan ayat (11).
"Jadi, pertama harus Saudara menegaskan bahwa hak konstitusional yang diberikan kepada para pemohon atau yang tercantum di dalam UUD 1945, yang merupakan hak pemohon berkaitan dengan soal pengisian penjabat itu atau soal kepala daerah itu. Ternyata dengan norma Pasal 201 ayat (9), ayat (10), ayat (11), para pemohon atau hak konstitusional yang diperoleh oleh pemohon atau yang sudah diberikan oleh pemohon, itu ternyata dilanggar," imbuhnya.
Sementara itu, hakim konstitusi Arief Hidayat mengatakan bahwa petitum yang disampaikan pemohon justru menjadi semacam positive legislator. Padahal, wewenang itu berada di tangan DPR.
Baca juga: Lagi, UU IKN Digugat ke MK
Menurut dia, MK menghindari hal tersebut. Sehingga meminta pemohon untuk memperbaiki petitumnya.
"Ya, silakan diperbaiki petitumnya karena kalau anda petitumnya kayak begini, saya berpendapat, 'Wah, ini Petitumnya kabur'. Satu, kaburnya kenapa? Perumusannya enggak jelas," ungkap Arief.
"Dua, kalau dikaitkan dengan positanya, itu enggak connect, tolong dipikirkan pembuatan petitum. Satu, dalam hal perumusan petitum dan yang kedua konektivitas antara posita dan petitumnya," imbuhnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.