Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polda DIY Disarankan Gunakan Teknologi untuk Cegah Aksi Klitih

Kompas.com - 08/04/2022, 08:17 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan, ada sejumlah langkah yang bisa diambil aparat penegak hukum di Yogyakarta dalam menangani kasus-kasus kekerasan klitih.

Menurut Reza, langkah utama dalam pencegahan aksi klitih adalah para penyidik di Polda Daerah Istimewa Yogyakarta harus lebih aktif dan menggunakan perangkat teknologi.

"Untuk dimensi preventif, Polda DIY perlu memperbanyak CCTV, menyusup ke WAGs para remaja yang teridentifikasi sebagai tempat berhimpunnya para pelaku dan calon pelaku klitih," kata Reza saat dihubungi Kompas.com, Kamis (7/4/2022).

Baca juga: Aksi Klitih di Yogyakarta, Pimpinan Komisi III: Polda DIY Optimalkan Cegah Tangkal di Titik Rawan Kejahatan

Reza juga menganjurkan supaya para polisi lebih sering melakukan razia atau penggerebekan di wilayah-wilayah masyarakat yang diduga menjadi markas persembunyian para pelaku klitih.

Jika para pelaku tertangkap dan dibawa ke persidangan, kata Reza, maka aparat penegak hukum seperti polisi dan jaksa penuntut umum harus turut mengajak orang tua dan pihak sekolah hadir dalam proses penyidikan dan peradilan.

"Paksa orang tua dan sekolah hadir selama proses hukum berlangsung," ucap Reza.

Aksi kekerasan atau klitih di Yogyakarta kembali menjadi sorotan karena merenggut nyawa seorang pelajar sekolah menengah atas bernama Daffa Adzin Albasith (18).

Baca juga: KPAI Dorong Pelaku Klitih agar Mendapat Layanan Psikologis

Menurut Direktur Reserse Kriminal Umum Polda DI Yogyakarta Kombes Pol Ade Ary Syam, korban meninggal karena luka parah pada wajah akibat terkena sabetan gir yang dilakukan pelaku. Korban merupakan anak dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kebumen, Madkhan Anis.

Dari penuturan saksi, Daffa dan rekannya yang sedang boncengan dengan sepeda motor diserang saat hendak mencari santap sahur pada 3 April 2022 lalu. Ketika itu Daffa dan rekannya berpapasan dengan pelaku dan kemudian diserang.

Kasus tewasnya Daffa menambah panjang daftar korban aksi klitih.

Istilah klitih marak di pemberitaan media sekitar 2016. Tercatat, ada 43 kasus kekerasan yang melibatkan remaja saat itu. Merujuk arsip Harian Kompas, kemunculan kriminal yang melibatkan remaja sudah ada sejak 1990-an.

Diberitakan pada 7 Juli 1993, Kepolisian Wilayah (Polwil) DIY mulai memetakan geng-geng remaja di Yogyakarta yang sering melakukan aksi kejahatan.

Hingga pada 2000-an, Wali Kota Yogyakarta kala itu, Herry Zudianto geram dan mengeluarkan instruksi agar pelajar Yogyakarta yang terlibat tawuran dikembalikan ke orang tua atau dikeluarkan dari sekolah.

Baca juga: Sosiolog UGM Sebut Fenomena Klitih di Yogyakarta Muncul antara Tahun 2004-2009

“Akhirnya beberapa pelajar yang kemudian sadar, tidak lagi terlibat. Tapi anak-anak yang masih dalam lingkaran kekerasan, mencari atau melampiaskan ke jalanan. Inilah kemudian terjadi penyimpangan makna klitih,” ujar Sosiolog Kriminalitas UGM Soeprapto.

Kemudian, mereka pun berkeliling kota mencari musuh secara acak. Sehingga, motif kekerasan yang dulunya balas dendam, saat ini semakin beragam. Bahkan kini, aksi pelajar tersebut sudah menggunakan alat-alat seperti rantai, gir sepeda motor, celurit, golok, dan senjata tajam lainnya.

(Penulis : Diva Lufiana Putri | Editor : Rizal Setyo Nugroho)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com