Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sosiolog UGM Sebut Fenomena "Klitih" di Yogyakarta Muncul antara Tahun 2004-2009

Kompas.com - 06/04/2022, 15:48 WIB
Tatang Guritno,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sosiolog kriminal dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Suprapto mengatakan, fenomena klitih sebagai tindakan kriminal mulai muncul pada tahun 2004-2009.

Namun, menurut dia, sebenarnya klitih mempunyai arti mengisi waktu luang dengan positif.

“Tapi, kemudian oleh remaja pada periode itu diselewengkan menjadi kegiatan mencari musuh,” katanya kepada Kompas.com, Rabu (6/4/2022).

Ia mengungkapkan, penyelewengan itu terjadi semenjak Pemerintah Kota Yogyakarta memberi ancaman tegas untuk melarang tawuran.

Jika seorang pelajar kedapatan melakukan tawuran, sanksinya adalah dikeluarkan dari sekolah.

“Karena banyak pelajar yang tidak berani tawuran maka mereka kemudian mencari musuh dengan istilah klitih yaitu keliling-keliling kota untuk memancing kelompok-kelompok tertentu,” paparnya.

Baca juga: Viral Unggahan Korban Dipukul Pakai Kaca oleh Pengendara di Yogyakarta, Polisi: Jangan Mudah Ngomong Klitih

Suprapto menyebut terdapat beberapa alasan pelajar mencari lawan. Salah satunya adalah proses rekrutmen untuk masuk dalan kelompok atau geng.

“Ada yang punya motivasi untuk kompensasi, ada yang ingin menunjukkan eksistensi, ada yang dalam rangka rekrutmen,” jelas dia.

Dalam pandangan Suprapto, aksi klitih masih terus terjadi karena masih ada kelompok-kelompok yang membutuhkan pelajar tersebut.

Oleh karenanya, keluarga menjadi kunci untuk meredam klitih.

“Tindakan ini bisa diminimalkan kalau lembaga keluarga mau melakukan fungsinya yaitu menyosialisasikan budaya nilai, dan norma bahwa berkelahi, bermusuhan dan balas dendam bukan hal uang baik,” imbuhnya.

Untuk diketahui, aksi klitih sejumlah pemuda di DIY telah menewaskan seorang pemuda bernama Dafa Adzin Albasith (18) pada Minggu (3/4/2022) dini hari.

Baca juga: Saat Polisi Sebut Anak Anggota DPRD Kebumen Tewas Bukan karena Klitih, tapi Tawuran...

Dafa meninggal dunia karena terkena sabetan benda tajam.

Insiden bermula ketika Dafa dan rekan-rekannya berhenti di sebuah warung pada pukul 02.10 WIB untuk makan sahur.

Lalu, terdapat dua motor yang ditunggangi lima orang menggeber Dafa dan rekan-rekannya.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda DIY Kombes Ade Ary Syam Indriadi mengungkapkan, setelah tindakan itu sebanyak empat motor dari kelompok korban melakukan pengejaran.

Lantas, dua motor pelaku menunggu kedatangan empat motor rombongan korban. Pelaku kemudian mengayunkan gir motor ke arah korban.

Korban yang membonceng tak bisa menghindari ayunan gir motor itu dan terkena hantaman di wajahnya.

Baca juga: Klitih Dikhawatirkan Ganggu Kebangkitan Sektor Pariwisata Yogyakarta

Ia menderita luka parah dan meninggal dunia dalam perawatan di Rumah Sakit Hardjolukito.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Nasional
Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Nasional
Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Nasional
Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Nasional
Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Nasional
297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

Nasional
Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com