Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Kompas.com - 14/03/2022, 07:09 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana penundaan Pemilu 2024 terus bergulir, meski di tengah terbelahnya suara masyarakat dan elite politik terhadap wacana yang berpotensi memperpanjang masa jabatan Presiden Joko Widodo itu.

Terbaru, publik menyoroti ihwal analisis big data yang digunakan oleh sejumlah elite politik dan para pejabat yang mendukung wacana itu. Mereka mengeklaim publik mendukung wacana itu.

Misalnya, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar yang menyuarakan wacana penundaan pemilu menyatakan dari 100 juta subyek akun di media sosial, sebanyak 60 persen mendukung penundaan pemilu, sedangkan 40 persen menolak.

Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut ada 110 juta warga memiliki aspirasi Pemilu 2024 ditunda. Hal itu dikatakan Luhut dalam wawancara yang diunggah di sebuah akun Youtube.

Baca juga: Pengamat Minta Big Data Terkait Wacana Penundaan Pemilu Dibuka untuk Dikritik

Rakyat tak bisa diklaim

Menurut Sekretaris Jenderal (Sekjen) Persatuan Nasional Aktivis (PENA) 98 Adian Napitupulu, analisis big data tidak selengkap hasil survei lembaga survei nasional. Selain itu, analisis big data bahkan tidak dijelaskan secara ilmiah kepada publik.

Di sisi lain, rakyat dinilai tidak bisa disangkutpautkan dalam wacana penundaan pemilu, tanpa bukti ilmiah yang jelas.

"Kenapa paparan tersebut penting? Karena rakyat tidak bisa diklaim semena-mena, seolah semua atas kehendak rakyat," tegas Adian dalam keterangannya, Sabtu (12/3/2022).

Untuk itu, Adian meminta pihak pendukung wacana penundaan pemilu menggunakan analisis big data menjelaskan paparan ilmiahnya kepada publik.

Ia mengingatkan, hasil sejumlah survei nasional justru menunjukkan bahwa publik menolak penundaan pemilu.

Sebagai contoh, Adian menggunakan hasil lembaga survei LSI Denny JA yang menyebutkan 70,7 persen masyarakat menolak perpanjangan masa jabatan presiden, sedangkan hanya 20,3 persen setuju.

Baca juga: Klaim Luhut soal Big Data Tunda Pemilu 2024 Dinilai Manipulasi Informasi

Manipulasi informasi

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indo Strategic Ahmad Khoirul Umam menilai klaim Luhut soal analisis big data merupakan sebuah manipulasi informasi.

Dia meminta data itu dibuka kepada publik untuk diketahui kebenarannya.

"Yang disampaikan Pak Luhut itu jelas manipulasi informasi. Big data 110 juta orang tidak merepresentasikan apa pun. Dibuka saja datanya," kata Umam dalam diskusi Perpanjangan Masa Jabatan Menyisip Suksesi 2024 yang diselenggarakan Total Politik di Jakarta, Minggu.

Ia menegaskan, tidak ada survei yang mengonfirmasi big data yang disebut Luhut tersebut. Sebaliknya, hampir semua lembaga survei menyatakan mayoritas masyarakat tidak setuju perpanjangan masa jabatan presiden atau penundaan pemilu.

"Semua polster tidak mengonfirmasi itu. Setahun lalu, saya melakukan survei dan 80 persen menolak perpanjangan masa jabatan. Tapi kemudian digunakan bahasa yang sumir, big data," ucapnya.

Baca juga: Wacana Penundaan Pemilu Gunakan Analisis Big Data Dipertanyakan, Adian Napitupulu: Kehendak Rakyat atau Bukan?

Wacana yang kehilangan pamor

Sementara itu, Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes mengkritik wacana penundaan pemilu justru telah kehilangan pemor.

Hilangnya pamor itu, kata dia, karena penolakan publik justru relatif kencang dibandingkan yang mendukung.

"Publik menolak, peta politik di Senayan berubah total," kata Arya dalam diskusi Total Politik, Minggu.

Senada dengan Khoirul Umam, Arya juga menggunakan hasil survei opini publik dari lembaga survei kredibel.

Ia mengatakan, publik memiliki kecenderungan untuk menolak usulan perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan pemilu 2024.

"Survei opini publik hasilnya sudah jelas. Kalau dari lembaga-lembaga big data kredibel, banyak orang yang enggak setuju," tambahnya.

Baca juga: Tanda Tanya soal Klaim Big Data Cak Imin di Wacana Pemilu Ditunda

Dugaan kepentingan elite

Tak hanya pengamat, kritik juga terus dilancarkan oleh partai politik yang menolak wacana penundaan pemilu.

Partai Demokrat, misalnya, menilai wacana tersebut telah disusun dengan rapi bak sebuah panggung orkestrasi.

Demokrat menduga mereka yang menyusun penundaan pemilu hingga perpanjangan masa jabatan presiden adalah kalangan elite, baik pejabat maupun sejumlah elite parpol koalisi.

"Kami cermati, ada orkestrasi secara terukur, hasil pemufakatan jahat segelintir elite, yang ingin melanggengkan kekuasaan," kata Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra dalam keterangannya, Minggu.

Dia mempertanyakan klaim wacana penundaan pemilu yang disuarakan para elite adalah atas kehendak rakyat.

Klaim itu semisal menggunakan narasi pengusaha meminta pemilu ditunda karena khawatir mengganggu stabilitas ekonomi nasional.

Baca juga: Wacana Penundaan Pemilu Dinilai Telah Kehilangan Pamor

Selain itu, Herzaky juga mempertanyakan adanya klaim bahwa pemilu ditunda merupakan usulan dari seorang petani.

"Lalu mendadak satu orang petani mengusulkan ini dan diekspos di publik. Padahal, rakyat negeri ini 267 juta jiwa," ucap Herzaky.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Jokowi: Pekerjaan Jalur Kereta Trans Sulawesi Masih Panjang Sekali

Jokowi: Pekerjaan Jalur Kereta Trans Sulawesi Masih Panjang Sekali

Nasional
Disinggung Mahfud Bertanya Seperti Polisi, Benny K Harman: Kadang Kala Lebih Tajam

Disinggung Mahfud Bertanya Seperti Polisi, Benny K Harman: Kadang Kala Lebih Tajam

Nasional
Profil Irjen Akhmad Wiyagus, Penerima Hoegeng Awards yang Jadi Kapolda Jabar

Profil Irjen Akhmad Wiyagus, Penerima Hoegeng Awards yang Jadi Kapolda Jabar

Nasional
Mahfud Ungkap Dugaan Pencucian di Bea Cukai Soal Impor Emas Rp 189 Triliun

Mahfud Ungkap Dugaan Pencucian di Bea Cukai Soal Impor Emas Rp 189 Triliun

Nasional
Jawab DPR soal PPATK Laporkan Transaksi Janggal Kemenkeu, Mahfud: Saya Ketua Komite TPPU

Jawab DPR soal PPATK Laporkan Transaksi Janggal Kemenkeu, Mahfud: Saya Ketua Komite TPPU

Nasional
Plt Menpora: Pak Presiden Sudah Nyatakan, Olahraga Jangan Dikaitkan dengan Masalah Politik

Plt Menpora: Pak Presiden Sudah Nyatakan, Olahraga Jangan Dikaitkan dengan Masalah Politik

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Abraham Samad, Insiden 'Rumah Kaca', dan Tuduhan Sasar Anas

GASPOL! Hari Ini: Abraham Samad, Insiden "Rumah Kaca", dan Tuduhan Sasar Anas

Nasional
KPK Soal Dugaan TPPU Lukas Enembe: Tungggu Saja Dalam Waktu Dekat

KPK Soal Dugaan TPPU Lukas Enembe: Tungggu Saja Dalam Waktu Dekat

Nasional
Anggota DPR Sebut Kasus Luhut Vs Haris Azhar-Fatia Sesuai Norma KUHP Baru

Anggota DPR Sebut Kasus Luhut Vs Haris Azhar-Fatia Sesuai Norma KUHP Baru

Nasional
Mahfud Beberkan Asal Usul Transaksi Janggal Rp 349 Triliun di Kemenkeu

Mahfud Beberkan Asal Usul Transaksi Janggal Rp 349 Triliun di Kemenkeu

Nasional
Golkar Dinilai Bakal Hengkang ke Koalisi Perubahan Jika KIB Tak Tetapkan Bakal Capres

Golkar Dinilai Bakal Hengkang ke Koalisi Perubahan Jika KIB Tak Tetapkan Bakal Capres

Nasional
Plt Menpora Harap Piala Dunia U-20 Tetap Digelar di Indonesia

Plt Menpora Harap Piala Dunia U-20 Tetap Digelar di Indonesia

Nasional
Muhadjir Akui Telepon dan Tanya Kepala Daerah yang Tolak Timnas Israel: Ada Perubahan Tidak?

Muhadjir Akui Telepon dan Tanya Kepala Daerah yang Tolak Timnas Israel: Ada Perubahan Tidak?

Nasional
Mahfud Bilang Hati Sri Mulyani Hancur Dituding Korupsi gara-gara Heboh Rp 349 T: Sampai Nangis di TV

Mahfud Bilang Hati Sri Mulyani Hancur Dituding Korupsi gara-gara Heboh Rp 349 T: Sampai Nangis di TV

Nasional
Cecar Benny K Harman, Mahfud MD: Bertanya Kok Seperti Polisi, Saya Kayak Copet Saja

Cecar Benny K Harman, Mahfud MD: Bertanya Kok Seperti Polisi, Saya Kayak Copet Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke