JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia memeriksa seorang saksi terkait dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat dalam kasus di Paniai, Papua, yang terjadi tahun 2014.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana menyatakan, saksi itu berasal dari unsur militer.
"Satu orang tersebut berasal dari pihak Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang diperiksa sebagai saksi yang mengetahui peristiwa Paniai tanggal 7-8 Desember 2014 berdasarkan laporan dari bawahan," kata Ketut dalam keterangan tertulis, Selasa (8/3/2022).
Baca juga: Ke Puspom TNI, Panglima Andika Minta Jangan Ada Kesan TNI Hambat Pemeriksaan Kasus HAM Paniai
Ketut menegaskan, pemeriksaan saksi dilakukan di Jakarta, serta dilaksanakan dengan mengikuti secara ketat protokol kesehatan.
Hingga 4 Maret 2022, Kejagung telah memeriksa 40 saksi dalam penyidikan kasus pelanggaran HAM Berat Paniai, Papua. Sebanyak 18 orang saksi dari unsur TNI, 16 orang saksi dari unsur Kepolisian RI, dan 6 orang dari unsur sipil.
Kejagung juga telah menghadirkan ahli hukum HAM, ahli dari militer, ahli laboratorium forensik, serta ahli legal audit dalam rangka pemeriksaan.
Berdasarkan data Komnas HAM, peristiwa itu mengakibatkan empat orang berusia 17-18 tahun tewas dengan luka tembak dan luka tusuk. Sebanyak 21 orang lainnya mengalami luka akibat penganiayaan.
Komnas HAM menetapkan Peristiwa Paniai pada 7-8 Desember 2014 sebagai kasus pelanggaran HAM berat. Hal ini diputuskan dalam Sidang Paripurna Khusus Komnas HAM pada 3 Februari 2020.
Menurut Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik, keputusan paripurna khusus tersebut berdasarkan hasil penyelidikan Tim Ad Hoc, yang bekerja selama lima tahun, mulai dari tahun 2015 hingga 2020.
Ketua Tim Ad Hoc, M Choirul Anam mengatakan, peristiwa Paniai sudah memenuhi unsur kejahatan kemanusiaan. Terdapat unsur pembunuhan dan tindakan penganiayaan, sistematis, meluas dan ditujukan pada penduduk sipil dalam kasus Paniai. Karena itu, peristiwa tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat.
Berdasarkan hasil penyelidikan, menurut dia, tim menyimpulkan bahwa anggota TNI yang bertugas pada saat peristiwa tersebut, baik dalam struktur komando Kodam XVII/ Cenderawasih sampai komando lapangan di Enarotali, Paniai, diduga sebagai pelaku yang bertanggung jawab.
Anam mengatakan, Tim Ad Hoc telah melakukan penyelidikan kepada para saksi sebanyak 26 orang, meninjau dan memeriksa tempat kejadian perkara di Enarotali, Kabupaten Paniai, memeriksa berbagai dokumen, melakukan diskusi dengan beberapa ahli, dan mengumpulkan informasi yang menunjang pengungkapan peristiwa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.