"Semua info dan pemberitaan yang menggambarkan seakan-akan terjadi suasana mencekam di Wadas pada Senin itu sama sekali tidak terjadi sebagaimana yang digambarkan, terutama di media sosial. Karena Wadas dalam keadaan tenang dan damai terutama sekarang ini," ujarnya.
Mahfud juga sempat mempersilakan jika ada pihak yang mau datang ke Wadas untuk membuktikan langsung situasi di lokasi. Mahfud mengatakan, Desa Wadas terbuka bagi siapa saja.
"Yang tidak percaya boleh ke sana, terbuka bagi siapa saja," kata dia.
Berbeda dari pernyataan Mahfud, salah satu warga Wadas yang tak ingin disebutkan namanya mengaku dikejar oleh aparat hingga lari ke hutan pada Rabu (9/2/2022).
"Tadi malam, Brimob dan Polisi masih seperti kemarin dan masih bermalam di hutan hingga siang ini. Lalu saya dikejar-kejar sampai malam dan sampai sekarang masih ada yang di alas (hutan)," katanya dalam konferensi pers daring yang diselenggarakan Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa) Kamis (10/2/2022).
Baca juga: Mahfud Klaim Penambangan di Desa Wadas Tak Langgar Hukum
Selain dirinya, ia bercerita ada beberapa warga lain yang juga dikejar. Sama seperti dia, warga tersebut belum berani keluar dari hutan.
"Untuk saat ini kita belum berani turun, ada yang sebagian keluar dari Wadas karena takut dan sekarang tidak bisa makan," kata dia.
Warga ini juga menjelaskan, terdapat preman yang diduga olehnya sebagai aparat keamanan yang membawa anjing pelacak.
"Ada preman membawa anjing sampai ke hutan untuk mengejar para warga yang berada di hutan," tuturnya.
Ia mengatakan anjing pelacak ditempatkan dalam truk yang berbeda.
"Siang hari ini, ditambah (aparat) 10 truk polisi, memakai senjata lengkap lalu ada satu truk anjing pelacak dan mau dilepas ke hutan untuk melacak warga yang masih disana," jelasnya.
"Ada juga mobil pribadi sekitar 20 unit masuk ke Desa Wadas dan rombongan motor preman banyak sekali," imbuhnya.
Baca juga: KSP Akan Sampaikan Unek-unek Warga Wadas ke Jokowi
Ia juga menyebut warga dipaksa mengumpulkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang dan dikumpulkan sebagai pernyataan setuju dengan pembangunan Bendungan Bener.
"Semalam ada rombongan mengendarai motor dan memakai toa (pengeras suara) dan koar-koar ke warga untuk mengumpulkan SPPT ke rumah warga yang pro," ujar dia.
Lagi-lagi berbeda dari pernyataan pemerintah, Komnas HAM RI menemukan adanya dugaan kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap warga Desa Wadas.