JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengklaim, pemerintah tidak melanggar hukum dalam pembangunan Bendungan Bener dan penambangan batu andesit di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah.
Oleh karena itu, menurut Mahfud, penolakan warga atas pembangunan dan penambangan tersebut tidak akan berpengaruh secara hukum.
"Penolakan sebagian masyarakat tidak akan berpengaruh secara hukum, karena tidak ada pelanggaran hukum pada acara pembangunan atau penambangan batu andesit di Desa Wadas," kata Mahfud dalam konferensi pers, Rabu (9/2/2022).
Baca juga: KSP: Pengamanan di Desa Wadas Berlebihan, Pemerintah Tak Ingin Ada Kekerasan
Mahfud mengungkapkan, warga yang tak setuju dengan proyek itu telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usana Negara (PTUN). Namun, hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA), gugatan tersebut ditolak.
"Artinya program pemerintah sudah benar, sehingga kasusnya sudah lama inkrah atau berkekuatan hukum tetap. Demikian pula instrumen yang disebut analisis dampak lingkungan (Amdal) sudah terpenuhi. Tidak ada masalah yang dilanggar," kata dia.
Kontra
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai proyek pembangunan bendungan dan penambangan tersebut justru melanggar aturan dan harus dihentikan.
Pasalnya, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 terkait UU Cipta Kerja memerintahkan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas.
“Presiden harus mampu menunjukkan sikap patuh terhadap hukum,” kata Manajer Kampanye Tambang dan Energi Walhi Fanny Tri Jambore kepada wartawan, Selasa (8/2/2022).
Baca juga: Peristiwa di Wadas, Mahfud MD Imbau Masyarakat Tak Terprovokasi dan Percaya Pemerintah
Fanny mengatakan, implikasi dari Putusan MK nomor 91/PUU-XVIII/2020 seharusnya membuat proyek strategis nasional (PSN) dihentikan, termasuk proyek pembangunan Bendungan Bener.
Ia mengingatkan, kegiatan untuk PSN yang menyandarkan pada Undang-undang Cipta Kerja ditangguhkan berdasarkan Putusan MK nomor 91/PUU-XVIII/2020.
“Kegiatan pengadaan tanah untuk quarry Bendungan Bener mestinya dihentikan sebagaimana seluruh PSN yang harus ditangguhkan terlebih dahulu,” ungkapnya.
Baca juga: Soal Insiden di Wadas, Mahfud: Tidak Ada Satu Pun Letusan Senjata
Senada, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) juga menilai pengukuran tanah Desa Wadas oleh Badan Pertanahan Nasional untuk pembangunan bendungan tersebut harus dihentikan karena cacat hukum.
Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika mengatakan, berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum Bagi Pembangunan, aktivitas pertambangan tidak masuk dalam bagian kepentingan umum.
Namun, pemerintah mengacu pada UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan peraturan pelaksananya yang inkonstitusional, menggunakan skema pengadaan tanah untuk kepentingan umum terhadap kegiatan pertambangan.
Baca juga: Mahfud Sebut Gesekan Warga di Wadas Imbas Pro dan Kontra soal Pembangunan Bendungan
Dalam hal ini, KPA menilai pemerintah telah sesat berlogika hukum dan melakukan suatu tindakan melawan hukum.
KPA juga menegaskan, pelaksanaan PSN seharusnya dilakukan tanpa menghilangkan hak-hak rakyat atas tanah dan ruang hidup mereka.
Dia menilai kasus pengukuran tanah di Desa Wadas ini sudah mengarah kepada tindakan perampasan tanah rakyat yang bersifat memaksa dengan dalih proyek-proyek pembangunan strategis untuk kepentingan nasional.
"Kami menilai, apa yang terjadi di Wadas bukan lagi proses pembangunan PSN yang seharusnya dilakukan dengan menjunjung tinggi hak-hak konstitusi warga negara, mengedepankan prinsip musyawarah," ujarnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.