JAKARTA, KOMPAS.com - Masyarakat Tionghoa bisa merayakan Imlek secara bebas sejak era reformasi. Tak hanya Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Presiden ketiga RI Baharuddin Jusuf (BJ) Habibie juga berjasa besar untuk masyarakat Tionghoa.
Di masa kepemimpinannya sebagai presiden yang singkat, Habibie pernah menerbitkan sejumlah aturan yang menghapus diskriminasi terhadap masyarakat minoritas di Indonesia.
Melansir laporan Komnas HAM tahun 2016 soal "Upaya Negara Menjamin Hak-hak Kelompok Minoritas di Indonesia", Habibie menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Menghentikan Penggunaan Istilah Pribumi dan Non-pribumi.
Inpres memberikan instruksi kepada para menteri, pimpinan lembaga pemerintah non-departemen, pimpinan lembagaga tertinggi/tinggi negara, serta kepala daerah untuk menghentikan penggunaan istilah pribumi dan non-pribumi dalam semua perumusan dan penyelenggaraan kebijakan, perencanaan program, ataupun pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan.
Baca juga: SBY dan Digantinya Istilah China Jadi Tionghoa...
"Memberikan perlakuan dan layanan yang sama kepada seluruh WNI dalam penyelenggaraan layanan pemerintahan, kemasyarakatan maupun pembangunan, dan meniadakan pembedaan dalam segala bentuk, sifat serta tingkatan kepada WNI baik atas dasar suku, agama, ras maupun asal-usul dalam penyelenggaraan layanan tersebut," demikian salah satu isi dari Inpres 26/1998, seperti dikutip dari komnasham.go.id, Selasa (1/2/2022).
Selain itu, Inpres 26/1998 juga memerintahkan adanya peninjauan kembali dan penyesuaian seluruh peraturan perundang-undangan, kebijakan, program, dan kegiatan termasuk pemberian layanan perizinan usaha, keuangan/perbankan, kependudukan, pendidikan, dan kesehatan untuk menyesuikan dengan aturan tersebut.
Lewat Inpres yang dikeluarkan Habibie, seluruh warga negara Indonesia memiliki kesempatan kerja dan penentuan gaji atau penghasilan yang sama, termasuk masyarakat dari etnis Tionghoa.
Baca juga: Mengenang Gus Dur sebagai Bapak Tionghoa Indonesia dalam Perayaan Imlek
Setelahnya, Habibie kembali mengeluarkan aturan yang menghapus diskriminasi kepada warga Tionghoa dengan menerbitkan Inpres Nomor 4 tahun 1999.
Menurut Komnas HAM, Inpres kedua yang dikeluarkan Habibie untuk mempercepat dan mempertegas pelaksanaan dari Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 56 tahun 1996 tentang Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia dan Inpres No. 26 tahun 1998.
"Keppres ini ditujukan untuk memberikan penegasan mengenai status kewarganegaraan Republik Indonesia bagi istri atau anak yang belum berusia 18 tahun dari seseorang yang memperoleh kewarganegaraan Indonesia dengan cara pewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan UU Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia," jelas Komnas HAM.
Inpres No 4/1999 yang dikeluarkan Habibie menghapus keberadaan Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI). Sebelum adanya Inpres ini, masyarakat Tionghoa wajib menyertakan SKBRI setiap hendak mengurus apapun.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.