SBKRI dianggap sebagai bentuk disriminasi negara kepada kelompok minoritas. Selain diberlakukan kepada etnis Tionghoa, SBKRI juga diperuntukkan kepada keturunan India yang ada di Indonesia.
"Pemerintah juga menghapus persyaratan Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI) dalam berbagai pelayanan publik. Sekalipun belum ada suatu peraturan yang memayunginya," terang Komnas HAM.
Dengan dikeluarkannya Inpres tersebut, beberapa instansi pemerintah secara nasional dan berbagai daerah mulai melakukan pembaruan atas berbagai prosedur dan persyaratan pelayanan publiknya dengan menghapuskan kewajiban SBKRI seperti Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil ataupun di Keimigrasian.
Baca juga: Mengingat Penetapan Imlek sebagai Hari Libur Nasional oleh Megawati
Sejumlah kota bahkan mengeluarkan instruksi Walikota untuk menghapuskan persyaratan SBKRI, seperti Kota Solo dan Semarang. Hanya saja dalam beberapa kasus, masih ditemukan instansi maupun daerah yang menerapkan kewajiban persyaratan SBKRI.
Payung hukum mengenai status kewarganegaraan Indonesia yang mengakui Tionghoa dan kelompok minoritas lainnya keluar melalui UU No. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Disebut Komnas HAM, Peraturan yang baru ini secara prinsip meneruskan pemaknaan kembali tentang orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain dalam Pasal 26 ayat (1) UUD 1945 hasil amandemen dalam Penjelasan Pasal 2-nya.
Baca juga: Jokowi: Selamat Tahun Baru Imlek, di Masa Sulit Ini Segenap Lampion Harapan Kita Apungkan
UU 12/2006 juga mengoreksi pengertian istilah “kewarganegaraan” dari UU lama yaitu UU 42 tahun 1968 yang didasarkan pada penjelasan Pasal 26 ayat (1) sebelum amandemen.
Sebelum ada amandemen, Negara mengkategorikan warga negara Indoneisa menjadi orang Indonesia asli dan bangsa lain (bukan Indonesia Asli). Dengan lahirnya UU 12/2206, etnis Tionghoa dan minoritas lainnya dianggap sebagai orang Indonesia asli apabila kewarganegaraan Indonesianya diperoleh sejak kelahiran dan belum pernah menerima kewarganegaraan lain.
"Dengan prinsip tersebut, kebijakan SBKRI yang sebelumnya diwajibkan kepada minoritas Tionghoa dan sebagian minoritas India menjadi tidak berlaku secara hukum, terkecuali untuk mereka yang naturalisasi," sebut Komnas HAM.