Dibandingkan dengan data 1 Januari 2022 misalnya, jumlahnya naik 2 kali lipat. Saat itu, tercatat ada 4.399 kasus aktif Covid-19 di Indonesia.
Dibukanya pintu perjalanan internasional bagi semua negara di tengah eskalasi pandemi pun mengundang tanda tanya.
Seolah terlalu percaya diri, pemerintah belum mengambil kebijakan konkret terkait pengetatan pembatasan.
Pemerintah hanya mengimbau warga untuk sementara tak ke luar negeri jika tidak punya urusan mendesak.
"Presiden meminta agar seluruh masyarakat dapat membatasi diri untuk berpergian ke luar negeri. Hanya kalau betul-betul perlu saja baru pergi ke luar negeri," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dalam konferensi pers daring, Minggu (16/1/2022).
"Malah, pejabat-pejabat pemerintah sudah dilarang untuk tidak melakukan perjalanan ke luar negeri untuk tiga minggu kedepan ini," lanjutnya.
Pemerintah DKI Jakarta juga hingga kini belum menarik rem darurat. Padahal, sebagian besar kasus Omicron berada di Ibu Kota Negara.
Pemerintah provinsi DKI Jakarta tetap bersikeras menggelar pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen di tengah melonjaknya Omicron.
Sementara, belasan sekolah telah mencatatkan penularan Covid-19 selama masa pembelajaran tatap muka.
Baca juga: Target Vaksinasi Booster di Kota Tangerang Diperluas, Kini Sasar Pelayan Publik
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah pun menilai, keputusan pemerintah mencabut daftar 14 negara yang dilarang masuk Indonesia kontraproduktif.
Apalagi, kebijakan itu berbasis pada kepentingan ekonomi dan tidak memprioritaskan upaya menekan kasus Omicron.
"Ini istilahnya kontraproduktif, ironi juga ya tetapi memang sesungguhnya lebih menempatkan kepada basis kepentingan ekonomi jadinya, jadi kebijakan itu tidak lagi memprioritaskan pada persoalan yang dihadapi, yang dihadapai ini kan persoalan Covid-19," kata Trubus saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (15/1/2022).
Trubus mengatakan, keputusan penghapusan daftar 14 negara karena pertimbangan pemulihan ekonomi tersebut sangat tidak konsisten.
Langkah itu menurutnya justru akan mempercepat masuknya varian Omicron dan varian virus Corona lainnya.
Sementara, Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman berpandangan, untuk mencegah penyebaran Omicron penting mewaspadai seluruh negara tanpa terkecuali. Oleh karenanya, syarat masuk RI harus diperketat.
Misalnya, mewajibkan pelaku perjalanan luar negeri untuk vaksin dosis lengkap atau bahkan booster, menunjukkan hasil negatif tes PCR sebelum dan saat tiba di Indonesia, serta menerapkan karantina.
"Memang sulit membatasi, artinya pemulihan ekonomi kan penting, tapi yang harus juga diingat, yang harus kita cegah adalah perburukan situasi kesehatan yang akan berdampak pada semua sektor," kata Dicky kepada Kompas.com, Selasa (18/1/2021).
"Untuk mengurangi potensi lebih jauh, yang mobile, yang berinteraksi dalam aspek ekonomi, sosial, pendidikan, dan sebagainya adalah orang-orang yang memiliki status imunitas yang lengkap dan aktif, sudah divaksin dua kali dan sudah 7 bulan disuntik lengkap," tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.