DALAM sistem demokrasi, terutama untuk pencalonan presiden, perlu diatur dalam undang-undang.
Di Indonesia hal ini sudah dilakukan sejak 2003, dengan adanya Presidential Threshold, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Namun UU ini kini sudah tidak berlaku.
Menurut Gotfridus Goris Seran dalam bukunya Kamus Pemilu Populer: Kosa Kata Umum, Pengalaman Indonesia dan Negara Lain, mendefinisikan Presidential Threshold sebagai ambang batas perolehan suara yang harus diperoleh oleh partai politik dalam suatu pemilu untuk dapat mengajukan calon presiden.
Di Indonesia, kini yang dipakai adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (“UU Pemilu”).
Karena pelaksanaan pemilihan presiden dan pemilihan legislatif dilaksanakan secara serentak pada April 2019, sehingga ambang batas yang digunakan adalah perolehan jumlah kursi DPR dan suara sah nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.
Presidential Threshold juga merupakan salah satu sarana dalam menyederhanakan sistem kepartaian di Indonesia.
Partai politik yang terlalu banyak merupakan salah satu penyumbang tidak efektifnya sistem pemerintahan di Indonesia.
Dalam praktik ketatanegaraan hingga saat ini, dengan pelaksanaan Pemilu Presiden (“Pilpres”) setelah Pemilu Anggota Lembaga Perwakilan, ternyata dalam perkembangannya tidak mampu menjadi alat transformasi perubahan sosial ke arah yang dikehendaki.
Hasil dari pelaksanaan Pilpres setelah Pemilu Anggota Lembaga Perwakilan tidak juga memperkuat sistem presidensial yang hendak dibangun berdasarkan konstitusi.
Mekanisme saling mengawasi dan mengimbangi (checks and balances), terutama antara DPR dan Presiden tidak berjalan dengan baik.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.