SIAPA bilang begitu korban kejahatan melapor ke kantor kepolisian akan segera ditangani kasusnya dengan baik?
Bahkan polisi di Polsek Pulogadung, Jakarta Timur, malah menasihati korban dengan teknis-teknis perbankan.
Siapa sangka korban tabrak lari lalu lintas segera ditolong dan ditangani polisi yang sedang melintas tempat kejadian perkara.
Polisi lalu lintas Patroli Jalan Raya Polda Sulawesi Selatan malah membiarkan korban terkapar di jalanan Bulukumba.
Siapa kira polisi selalu menjaga keamanan fasilitas milik pemerintan. Di Madiun, Jawa Timur, polisi yang bertugas sebagai bhabinkamtibmas malah merusak fasilitas lapak usaha mikro kecil menengah (UMKM) di Tawangrejo, Kartoharjo.
Siapa nyana polisi yang menerima pengaduan korban perkosaan segera melindungi dan menangkap pelakunya.
Justru polisi di Polsek Tambusai Utara, Rokan Hulu, Riau malah memarahi korban dan memaksanya berdamai dengan pelaku rudapaksa.
Memang dalam beberapa bulan terakhir ini, citra korps Bhayangkara benar-benar terpuruk.
Betapa tidak, semua kejelekan ada pada polisi. Mulai dari polisi yang “malak” minta uang, bahkan buah durian dan sekarung bawang putih, polisi yang nembak orang karena mendapat pengaduan yang sumir, polisi yang tidak berpihak kepada korban perkosaan beramai-ramai hingga polisi yang tega menyuruh pacarnya yang berstatus mahasiswi untuk melakukan aborsi hingga berakhir dengan kematian.
Padahal tidak kurang orang nomor satu di kepolisian, Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo sudah mengultimatum “keras” kepada jajarannya untuk tidak melakukan perbuatan tercela.
Bahkan Kepala Kepolisian (Kapolri) Listyo Sigit mengancam tidak saja akan memotong ekor ikan yang busuk, tetapi juga kepalanya.
Kebijakan tegas Kapolri Listyo Sigit tidak saja berlaku untuk polisi berpangkat rendah, tetapi juga menyasar ke polisi berpangkat tinggi. Tidak ada pandang bulu pokoknya.
Ancaman ini juga menyiratkan Kapolri akan menindak atasannya juga jika ada perilaku bawahannya yang melanggar hukum dan membuat citra polisi menjadi tercoreng.
Komandan atau atasan polisi yang bertindak tidak terpuji juga harus mendapat “hukuman” karena terkesan membiarkan, bahkan tidak “correct” dengan kejadian yang berulang dan memalukan nama Polri.
Berbagai langkah tegas seperti pencopotan jabatan, demosi hingga pemberhentian dengan tidak hormat terhadap personel Polri telah dilakukan.
Namun cara-cara ini ternyata tidak membuat efek jera bagi personel lain.
Kasus tewasnya mahasiswi Prodi Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya, Malang, NWR karena bunuh diri menjadi pembuka dari perilaku “amoral” Brigadir RB personel di Polres Pasuruan, Jawa Timur.
Kasus ini menjadi viral karena NW ditemukan dalam kondisi tewas mengenaskan di samping pusara makam ayahnya yang berlokasi di Desa Japan, Mojokerto, Jawa Timur.
Dari olah tempat kejadian perkara, NW tewas karena sebelumnya menenggak racun. Bunuh diri NW didasari karena paksaan Brigadir RB yang memintanya melakukan aborsi.
Tidak tanggung-tanggung, NW sudah pernah melakukan pengguguran kandungan sebanyak dua kali atas permintaan Brigadir RB.
Polda Jawa Timur menemukan bukti, aborsi dilakukan pada bulan Maret 2020 dan Agustus 2021.