Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden kerap menciptakan koalisi yang bersifat kepentingan sesaat dengan partai-partai politik sehingga tidak melahirkan koalisi jangka panjang yang dapat melahirkan penyederhanaan partai politik secara alamiah.
Dalam praktiknya, model koalisi yang dibangun antara partai politik dan/atau dengan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden justru tidak memperkuat sistem pemerintahan presidensial.
Selain itu, banyaknya partai politik yang ikut dalam pemilu juga menyebabkan koalisi yang dibangun untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden terlalu “gemuk”.
Gemuknya koalisi ini mengakibatkan pemerintahan hasil koalisi tidak dapat menjalankan agenda nasional secara efektif karena harus mempertimbangkan lebih banyak kepentingan.
PT merupakan alternatif solusi moderat di mana Indonesia tetap mempertahankan sistem presidensial dan sistem multipartai.
Saat ini ketentuan Presidential Threshold diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) di mana ambang batas yang digunakan adalah perolehan jumlah kursi DPR dan suara sah nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya (pemilu diadakan serentak).
Intinya PT tetap diperlukan, untuk jalannya stabilitas pemerintahan dengan partai-partai yang jelas posisinya.
Oleh karena itu, jika memang diperlukan adanya perubahan, yang bisa diperdebatkan adalah angka dari PT ini.
Namun keputusan yang tertuang dalam UU Pemilu No. 7 tahun 2017 adalah merupakan konsensus yang melibatkan publik juga dalam penyusunannya.
Pada saat ini, ketentuan Presidential Threshold diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di mana ambang batas yang digunakan adalah perolehan jumlah kursi DPR dan suara sah nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya (pemilu diadakan serentak).
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.