Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli Sebut Pembentukan UU MK yang Baik Seharusnya Berbasis pada Kebutuhan MK

Kompas.com - 15/09/2021, 18:04 WIB
Sania Mashabi,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar menilai, seharusnya pembentukan atau perubahan Undang-Undang yang berkaitan dengan suatu instansi harus berbasis pada kebutuhan instansi tersebut.

Hal ini ia katakan saat menjadi saksi ahli dalam sidang uji formil dan materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) di MK yang disiarkan secara daring, Rabu (15/9/2021).

"Ada baiknya kita melihat kembali ke tujuan. Tujuan pembentukan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi," kata Zainal.

"Karena menurut saya, Undang-Undang Mahkamah Konstitusi atau pembentukan Undang-Undang Makamah Konstitusi yang baik sebetulnya berbasis pada kebutuhan Makhamah Konstitusi itu sendiri," lanjut dia.

Baca juga: Koalisi Selamatkan Konstitusi Minta Hakim Nyatakan UU MK Hasil Revisi Cacat Formil

Zainal mengatakan, sudah ada beberapa tulisan, keterangan ataupun seminar yang menyebutkan bahwa UU MK membutuhkan perbaikan dalam hal subtansi.

Misalnya, lanjut dia, dalam konteks hukum acara serta konteks penguatan konsep-konsep tertentu di dalam lembaga MK.

"Tetapi kelihatannya entah apa yang dipikirkan oleh pembentuk Undang-Undang itu kemudian tidak dilakukan sama sekali, lalu menyentuh sesuatu yang sebenarnya tidak banyak dibincangkan," ujarnya.

Zainal mengungkapkan bahwa ia sudah beberapa kali diundang dalam rapat bersama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang bekerja sama dengan MK untuk membahas perbaikan UU MK sekitar tahun 2017.

Namun ia heran, hasil revisi kali ini sama sekali tidak memuat berbagai hal yang sudah dibahas dalam rapat-rapat tersebut.

"Seingat saya itu tidak banyak membincangkan soal ini (hal-hal yang kini menjadi hasil revisi), tapi banyak membincangkan hal-hal yang lain sebenarnya yang lebih subtantif ketika kita berbicara soal Mahkamah Konstitusi," ungkapnya.

Baca juga: Sidang Uji Materi UU MK, Ini Pasal-pasal yang Dipermasalahkan Pemohon

Menurut Zainal, revisi kali ini hanya memuat atau menjalankan putusan MK terkait UU MK itu sendiri.

Padahal, kata dia, tanpa melalui proses legislasi lagi dalam UU MK putusan MK tersebut sudah otomatis berlaku.

"Karena itu tumben betul DPR menjadi sangat rajin mengikuti putusan MK khusus UU MK. Karena di beberapa UU lain rasanya tidak banyak DPR pernah melakukan penyesuaian, menyesuaikan dengan putusan MK ketika MK membatalkan 1-2 pasal," ucap dia.

Sebelumnya, Koalisi Selamatkan Mahkamah Konstitusi mengajukan permohonan uji materi dan formil terkait UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK ke Mahkamah Konstitusi.

Permohonan itu tercatat dalam Nomor Perkara: 100/PUU-XVIII/2020 pada 9 November 2020.

Perkara tersebut diajukan oleh tujuh pemohon yakni Raden Violla Reininda Hafidz, Muhammad Ihsan Maulana, Rahma Mutiara, Korneles Materay, Beni Kurnia Illahi, Giri Ahmad Taufik dan Putra Perdana Ahmad Saifulloh.

Terkait pengujian formil Koalisi Selamatkan Mahkamah Konstitusi mempersoalkan pembentuk undang-undang yang melakukan penyelundupan hukum dengan dalih menindaklanjuti putusan MK.

Baca juga: Sidang Pengujian UU MK, Pemohon Ungkap Dugaan Pelanggaran Konstitusional

Kemudian revisi UU MK tidak memenuhi syarat carry over, pembentukan undang-undang melanggar asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik.

Selanjutnya, revisi UU MK tidak dapat dipertanggungjawabkan secara akademik dan naskah akademik hanya formalitas belaka.

Serta proses pembahasan dilakukan secara tertutup, tidak melibatkan publik, tergesa-gesa, dan tidak memperlihatkan sense of crisis pandemi Covid-19 dan revisi UU MK berdasar hukum UU yang invalid.

Sementara terkait pengujian materiil, Koalisi Menyelamatkan Mahkamah Konstitusi merpersoalkan limitasi latar belakang calon hakim konstitusi usulan Mahkamah Agung dalam Pasal 15 ayat 2 huruf h revisi UU MK dan kedudukan calon hakim konstitusi sebagai representasi internal lembaga pengusul.

Kemudian, penafsiran konstitusional sistem rekrutmen hakim konstitusi pada Pasal 19 UU Nomor 24 Tahun 2003 beserta penjelasannya serta pasal 20 ayat 1 dan ayat 2 revisi UU MK.

Lalu penafsiran konstitusional usia minimal menjadi hakim konstitusi dan masa bakti hakim konstitusi dalam Pasal 15 ayat 2 huruf d dan Pasal 23 ayat 1 huruf c. Serta dihapusnya Pasal 59 ayat 2 dan adanya Pasal 87 revisi UU MK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com