JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda menilai keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) Nadiem Makarim membubarkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) terburu-buru dan berpotensi menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari.
"Ada banyak persoalan yang perlu di-clear-kan baik dari sisi regulasi, fungsi hingga unsur akomodasi sebelum BSNP diputuskan untuk dibubarkan," kata Huda dalam keterangannya, Rabu (1/9/2021).
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mengatakan, menilik Undang-undang (UU) Sistem Pendidikan Nasional, BSNP merupakan terjemahan dari Pasal 35 ayat 3.
Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa pengembangan standar nasional pendidikan serta pemantauan dan pelaporan pencapaiannya secara nasional dilaksanakan oleh suatu badan standarisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan.
"Berangkat dari pasal itulah kemudian dibentuk BSNP, jadi secara tidak langsung BSNP ini merupakan amanat dari UU Sisdiknas," jelasnya.
Ia menjelaskan, eksistensi BSNP tidak lepas dari upaya mendorong penyelenggaraan pendidikan baik di level usia dini, dasar, menengah dan tinggi agar memenuhi standar pendidikan nasional.
Standar tersebut, lanjutnya, meliputi pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, hingga kompetensi lulusan.
"Nah, ini kan aneh, jika badan atau lembaga yang diideasikan menjadi 'wasit' untuk menilai apakah penyelenggara pendidikan sudah memenuhi standar pendidikan nasional atau belum, tapi berada di bawah kendali penyelenggara pendidikan itu sendiri," tutur dia.
Baca juga: Nadiem Tegaskan Disiplin Protokol Kesehatan Jadi Kunci Belajar Tatap Muka Terbatas
Lebih lanjut, Huda mengatakan bahwa Komisi X DPR pada 2017 pernah membentuk Panitia Kerja (Panja) Standar Nasional DIKTI.
Kemudian, pada 2018, Komisi X juga pernah membentuk Panja Standar Nasional Dikdasmen. Dalam panja-panja itu, kata Huda, BSNP sering memberikan masukan dan saran agar Kemendikbud dapat memenuhi standar nasional.
Namun, lanjut Huda, Kemendikbud dinilai tidak memenuhi standar itu.
"Di antara standar yang ada saat ini belum terpenuhi dan paling krusial yaitu Standar Sarpras dan standar pendidik dan tenaga kependidikan," ucapnya.
Baca juga: Wabah Corona, BSNP Usul UN 2020 Dibatalkan
Huda pun mengingatkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan yang menjadi dasar hukum pembubaran BSNP justru masih bermasalah.
Pasalnya, menurut dia, PP tersebut sempat diprotes publik karena dinilai menghilangkan mata pelajaran Pancasila dan Bahasa Indonesia.
"Saat itu, Mendikbud Nadiem Makarim sempat memberikan pernyataan publik jika akan segera mendorong revisi terbatas terhadap peraturan tersebut. Namun, saat ini kita belum mendengar atau melihat konten revisi tersebut, tetapi tiba-tiba digunakan sebagai dasar pembubaran BSNP," imbuh Huda.
Baca juga: Ikut UN 2020? Perhatikan 8 Protokol Cegah Corona dari BSNP
Ia menambahkan, eksistensi BSNP juga bagian dari representasi dari keterlibatan unsur masyarakat dalam mengawasi kualitas penyelenggaraan pendidikan.
Menurutnya, jika unsur tersebut kemudian dihilangkan, maka akan membuat rumusan kebijakan pendidikan menjadi ruang sunyi bagi suara-suara perintis dan aktivis pendidikan.
Dikutip Tribunnews.com, Mendikbud-Ristek Nadiem Makarim resmi membubarkan BSNP. Hal itu terungkap dalam Peraturan Mendikbud-Ristek Nomor 28 Tahun 2021 yang telah diundangkan sejak 24 Agustus 2021.
Materi dicabutnya keberadaan BSNP tertuang pada Pasal 334 Peraturan Mendikbud-Ristek Nomor 28 Tahun 2021. Pada pasal itu dituliskan bahwa peraturan yang mengatur tentang BSNP dinyatakan tidak berlaku.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.