Menurut dia, masalah dalam penanganan perkara ini bukan pada kemampuan lembaga antirasuah itu, tetapi pada kemauan pimpinan KPK.
"Ditambah lagi dengan diberhentikannya beberapa orang pegawai yang ditugaskan mencari keberadaan Harun melalui tes wawasan kebangsaan," ucap Kurnia kepada Kompas.com, Rabu.
Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) menilai, pandemi Covid-19 tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak mengejar dan menangkap buron Harun Masiku.
Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman pun membandingkannya kasus Harun dengan penangkapan buron terpidana kasus surat utang atau cessie Bank Bali, Djoko Tjandra.
Djoko Tjandra, sebut dia, bisa ditangkap dan dibawa pulang ke Indonesia di masa pandemi Covid-19, tepatnya pada 30 Juli 2020.
“Jadi menurut saya itu alasan mengada-ada saja. DJoko Tjandra berhasil ditangkap saat masa pandemi dari Malaysia. Jadi pandemi tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak mengejar buron, khususnya Harun Masiku,” ujar Zaenur kepada Kompas.com, Rabu.
Adapun menurut Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), klaim KPK yang mengetahui keberadaan Harun Masiku hanya sebatas retorika.
"Itu hanya retorika yang mbulet saja, memang sejak awal tidak niat nangkap, maka yang ada hanya retorika saja," ujar Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada Kompas.com, Rabu.
"Tidak jelas apa maunya, sekadar menutupi ketidakmampuannya dengan cara banyak memproduksi kata-kata," kata dia.
Boyamin pun mempertanyakan keseriusan KPK untuk mencari Harun Masiku. Menurutnya, sudah dua tahun dari batas 18 tahun kasus berjalan, tetapi tidak ada titik terang.
Baca juga: KPK Sebut Tahu Keberadaan Harun Masiku, MAKI: Retorika Saja
"Sampai kapan retorika ini? Sampai rakyat lupa atau hingga kedaluwarsa 16 tahun lagi," kata dia.
Retorika selanjutnya, menurut Boyamin, yakni saat KPK menyatakan bahwa Interpol telah menerbitkan red notice terkait pencarian eks caleg PDI-P tersebut.
Namun, ia menduga hal tersebut juga tidak serius karena tidak adanya data Harun di situs Interpol.
"Permintaan red notice juga jelas retorika, karena nyatanya nama HM (Harun Masiku) tidak tayang di web Interpol," ujar Boyamin.
"Diduga ada syarat-syarat yang belum dipenuhi, sehingga dapat dikategorikan tidak serius dan kembali sebatas retorika," kata dia.
Adapun Harun ditetapkan sebagai tersangka setelah KPK melakukan OTT terhadap mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, pada 8 Januari 2020.
Wahyu ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait penetapan anggota DPR terpilih periode 2019-2024.
Dua tersangka lain dalam kasus ini yakni mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina dan seorang pihak swasta bernama Saeful.
Sementara itu, Harun diduga menjadi pihak yang memberikan uang kepada Wahyu agar membantunya menjadi anggota legislatif melalui mekanisme pergantian antarwaktu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.