JAKARTA, KOMPAS.com - Di tengah upaya pemerintah mempercepat vaksinasi Covid-19, muncul keluhan dari warga mengenai syarat mendapatkan vaksin yang dinilai terlalu berbelit.
Melalui media sosial Twitter, sejumlah warga mengaku sulit mendapatkan vaksin karena persoalan birokrasi.
Seorang warganet bercerita soal kerabatnya yang gagal mengikuti vaksinasi karena kartu tanda penduduk (KTP) barunya hilang dan hanya memiliki KTP yang lama.
Ironisnya, tak lama setelah gagal mendapat vaksin, kerabat warganet itu disebut terpapar Covid-19 kemudian meninggal dunia.
Warganet lain bercerita, ia dan keluarganya sudah menjalani proses screening dan dinyatakan dapat menerima vaksin. Namun, hal itu gagal karena mereka tidak membawa fotokopi KTP.
Baca juga: Anggota DPR: Vaksinasi Tidak Boleh Birokratis, apalagi Dipersulit
Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani menyatakan, warga yang ingin mendapatkan vaksin hendaknya tidak dipersulit oleh persoalan-persoalan birokratis.
"Berulang kali saya sampaikan bahwa vaksinasi tidak boleh birokratis, apalagi dipersulit. Target penyuntikan 2-5 juta ini harus dipermudah dengan berbagai pendekatan," kata Netty saat dihubungi, Sabtu (24/7/2021).
Netty mengatakan, masyarakat yang memiliki KTP atau nomor induk kependudukan (NIK) semestinya dapat ikut vaksinasi tanpa dibatasi lokasi atau domisili.
"Pemerintah harus mempermudah mekanismenya," ujarnya.
Menurut Netty, perpindahan penduduk antarkota, antarkabupaten, dan antarprovinsi tidak bisa dihindari, sehingga masyarakat harus dapat mengakses vaksinasi di mana pun.
Alasannya, kata Netty, akan lebih berisiko apabila warga diminta untuk pulang kampung hanya untuk divaksin karena ada potensi penularan virus di sepanjang perjalanan.
"Kedua, amanat konstitusi bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan layanan kesehatan. Prinsip keadilan tidak mengenal batas kota atau kabupaten dan provinsi," kata Netty.
Data NIK
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, seharusnya fotokopi KTP dan KTP lama bukan menjadi masalah selama identitas peserta vaksinasi bisa terkonfirmasi.
Penyelenggara disarankan untuk melanjutkan vaksinasi apabila identitas bisa dikonfirmasi meski dengan KTP lama.
"Selama NIK-nya sama, seharusnya tidak masalah," kata Nadia, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (23/7/2021).
Baca juga: Ramai soal Gagal Vaksin karena Terkendala KTP Lama dan Fotokopi, Ini Kata Kemenkes
Ia menjelaskan, identitas utama yang diperlukan dalam pendataan adalah NIK, bukan KTP.
Sebab, lembaga atau instansi penyelenggara memerlukan data NIK dari peserta vaksinasi untuk kemudian dihimpun di Kementerian Kesehatan.
Namun, ia tidak memungkiri bahwa persoalan konfirmasi identitas peserta vaksinasi tersebut dikembalikan ke masing-masing penyelenggara vaksinasi.
"Kalau ini sudah di level pelaksana ya, sebenarnya yang penting adalah NIK, bukan KTP," kata dia.
Secara terpisah, Ketua Bidang Penanganan Kesehatan Satgas Covid-19 Alexander Ginting mengakui masih ada miskomunikasi di lapangan yang membuat masyarakat terbelit dengan persoalan birokrasi untuk mendapatkan vaksin.
"Komunikasi di lapangan yang belum optimal," ucap Alex, Jumat (23/7/2021).
Alex menambahkan, masyarakat perlu membawa KTP saat melakukan vaksinasi untuk memastikan tidak ada kesalahan data.
"Yang datang itu juga sering lupa dengan nama diri, yang diingat nick name, misalnya namanya siapa? Jawabnya Kokom, padahal namanya Komariah, atau Kokom Komariah, terus nomor NIK, karena setiap orang harus ada NIK-nya," ujar Alex.
Manfaatkan KTP-el
Cerita warga yang gagal divaksinasi di atas memang sudah jamak ditemui di negeri ini. Warga kerap kali terbelit persoalan birokrasi saat mengurus berbagai keperluannya.
Padahal, syarat-syarat birokratis semacam membawa KTP terbaru atau fotokopi KTP semestinya tidak diperlukan karena masyarakat telah terdata dan mengantongi identitas dalam KTP elektronik (KTP-el).
Baca juga: Kemenkes Sebut Warga Tetap Bisa Divaksin Meski Tak Bawa Fotokopi KTP
Berdasarkan kajian data Litbang Kompas, Sabtu (25/7/2021), teknologi yang ada dalam KTP-el sebetulnya sudah canggih, tetapi pemanfaatannya belum optimal.
Penggunaan sistem KTP-el yang dapat bekerja dengan komputerisasi memungkinkan penyimpanan banyak informasi, tak hanya terkait biodata pengguna, tetapi juga terintegrasi dengan data lainnya.
Oleh sebab itu, teknologi KTP-el semestinya dapat digunakan untuk berbagai keperluan, seperti untuk kartu jaminan sosial, subsidi BBM, termasuk soal pendataan vaksin yang dikeluhkan oleh warganet.
Namun, yang terjadi saat ini, manfaat penggunaan KTP-el belum banyak berubah dari bentuk konvensionalnya.
Untuk itu, pembenahan dari sistem tata kelola administrasi kependudukan memang harus dilakukan secara menyeluruh, termasuk pula integrasi seluruh data terkait dalam satu sistem data terpusat.
Dengan begitu, kartu identitas yang berteknologi tinggi tersebut dapat dimanfaatkan dengan sangat optimal sesuai fungsi yang direncanakan, terlebih dalam kondisi darurat penanganan pandemi.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.