"Selama NIK-nya sama, seharusnya tidak masalah," kata Nadia, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (23/7/2021).
Baca juga: Ramai soal Gagal Vaksin karena Terkendala KTP Lama dan Fotokopi, Ini Kata Kemenkes
Ia menjelaskan, identitas utama yang diperlukan dalam pendataan adalah NIK, bukan KTP.
Sebab, lembaga atau instansi penyelenggara memerlukan data NIK dari peserta vaksinasi untuk kemudian dihimpun di Kementerian Kesehatan.
Namun, ia tidak memungkiri bahwa persoalan konfirmasi identitas peserta vaksinasi tersebut dikembalikan ke masing-masing penyelenggara vaksinasi.
"Kalau ini sudah di level pelaksana ya, sebenarnya yang penting adalah NIK, bukan KTP," kata dia.
Secara terpisah, Ketua Bidang Penanganan Kesehatan Satgas Covid-19 Alexander Ginting mengakui masih ada miskomunikasi di lapangan yang membuat masyarakat terbelit dengan persoalan birokrasi untuk mendapatkan vaksin.
"Komunikasi di lapangan yang belum optimal," ucap Alex, Jumat (23/7/2021).
Alex menambahkan, masyarakat perlu membawa KTP saat melakukan vaksinasi untuk memastikan tidak ada kesalahan data.
"Yang datang itu juga sering lupa dengan nama diri, yang diingat nick name, misalnya namanya siapa? Jawabnya Kokom, padahal namanya Komariah, atau Kokom Komariah, terus nomor NIK, karena setiap orang harus ada NIK-nya," ujar Alex.
Manfaatkan KTP-el
Cerita warga yang gagal divaksinasi di atas memang sudah jamak ditemui di negeri ini. Warga kerap kali terbelit persoalan birokrasi saat mengurus berbagai keperluannya.
Padahal, syarat-syarat birokratis semacam membawa KTP terbaru atau fotokopi KTP semestinya tidak diperlukan karena masyarakat telah terdata dan mengantongi identitas dalam KTP elektronik (KTP-el).
Baca juga: Kemenkes Sebut Warga Tetap Bisa Divaksin Meski Tak Bawa Fotokopi KTP
Berdasarkan kajian data Litbang Kompas, Sabtu (25/7/2021), teknologi yang ada dalam KTP-el sebetulnya sudah canggih, tetapi pemanfaatannya belum optimal.
Penggunaan sistem KTP-el yang dapat bekerja dengan komputerisasi memungkinkan penyimpanan banyak informasi, tak hanya terkait biodata pengguna, tetapi juga terintegrasi dengan data lainnya.
Oleh sebab itu, teknologi KTP-el semestinya dapat digunakan untuk berbagai keperluan, seperti untuk kartu jaminan sosial, subsidi BBM, termasuk soal pendataan vaksin yang dikeluhkan oleh warganet.
Namun, yang terjadi saat ini, manfaat penggunaan KTP-el belum banyak berubah dari bentuk konvensionalnya.
Untuk itu, pembenahan dari sistem tata kelola administrasi kependudukan memang harus dilakukan secara menyeluruh, termasuk pula integrasi seluruh data terkait dalam satu sistem data terpusat.
Dengan begitu, kartu identitas yang berteknologi tinggi tersebut dapat dimanfaatkan dengan sangat optimal sesuai fungsi yang direncanakan, terlebih dalam kondisi darurat penanganan pandemi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.