Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Fidel Ali

Fidel Ali, eks jurnalis, karyawan swasta, pemerhati sosial, dan penyuka musik metal serta berkendara sepeda motor.

Bom Waktu Penertiban PPKM Darurat jika Tanpa Bantuan Sosial...

Kompas.com - 15/07/2021, 11:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
Editor Bayu Galih

PENULARAN Covid-19 di Indonesia masuk tahap krisis. Data terakhir (14/7/2021), jumlah terinfeksi mencapai 54.517 dengan jumlah total mencapai 2.670.046.

Kasus harian ini menjadi yang tertinggi selama pandemi dan menjadi salah satu negara dengan penularan tertinggi di dunia, serta belum terlihat tren penurunan. Tentu hal ini berimplikasi ke banyak hal.

Merespons tren peningkatan penularan Covid-19, pemerintah membuat regulasi PPKM Darurat yang digencarkan sejak 3 Juli 2021. Regulasi ini bertujuan meminimalisasi penyebaran virus Covid-19 yang menanjak tiap harinya.

Salah satu yang menjadi perhatian adalah mengurangi mobilitas masyarakat dan penutupan tempat usaha non esensial.

Baca juga: Rekor di 500 Hari Pandemi, Bertambah 54.517 Pasien Covid-19 dalam Sehari

Pengurangan mobilitas masyarakat dimaksudkan agar masyarakat tetap di rumah hingga terciptanya penurunan tingkat penularan Covid-19. Meski belum ada yang dapat memastikan, kapan saat itu terjadi.

Dilema PPKM Darurat adalah implementasi di lapangan. Masyarakat yang sudah 16 bulan merasakan dampak Covid-19 dan mengalami penurunan pendapatan, bahkan ada karyawan yang dipecat atau pengusaha yang bangkrut, mulai mencoba bertahan hidup.

Mereka sulit berharap untung, yang diharapkan hanya makan untuk hari ini, entah besok.

Kemudian, penutupan tempat usaha. Ini dikhawatirkan akan terjadi gesekan di lapangan saat penertiban dilakukan. Hal ini dapat terjadi karena pemilik usaha sudah berbulan-bulan omzetnya turun sementara dari pemerintah tidak ada bantuan riil terhadap mereka.

Baca juga: 500 Hari Pandemi dan Harapan Tinggi akan Keberhasilan PPKM Darurat...

Kenyataan ini dapat dilihat dari berbagai pemberitaan dari media konvensional hingga media sosial. Perlawanan pemilik usaha yang berharap ada bantuan dari pemerintah karena tempat usahanya ditutup pun seperti berteriak di gurun pasir.

Terlebih, saat penertiban dilakukan tak jarang petugas bertindak represif. Ini harus dihindari, petugas seharusnya bertindak lebih persuasif dan humanis lantaran belum ada solusi dari pemerintah terkait nasib atau usaha mereka yang ditutup. Dengan begitu dapat meminimalisasi perlawanan dari masyarakat atau pemilik usaha.

Banyaknya pelaku usaha yang masih membuka usahanya lantaran banyak dari mereka tidak beralih ke digital atau memang jenis usahanya belum cocok masuk di ekosistem digital, seperti warung kopi atau warung makan pinggir jalan. Mereka berusaha untuk mengais rupiah di kondisi yang tidak pasti ini.

Baca juga: 500 Hari Pandemi Covid-19: Masalah Pengangguran hingga Pekerja Anak

Istilah PPKM Darurat ini juga penulis nilai karena pemerintah enggan menggunakan istilah karantina wilayah seperti yang diamanatkan oleh UU Kekarantinaan Kesehatan.

Dalam Pasal 55 Ayat (1) disebutkan: "Selama dalam karantina wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab pemerintah pusat".

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

Nasional
Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

BrandzView
Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Nasional
Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Nasional
Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Nasional
Hasto: Di Tengah Panah 'Money Politic' dan 'Abuse of Power', PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Hasto: Di Tengah Panah "Money Politic" dan "Abuse of Power", PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Nasional
Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Nasional
Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Nasional
Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Nasional
Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Nasional
Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Nasional
PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

Nasional
Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Nasional
Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com