Bima pun menjelaskan tiga indikator yang menentukan seorang pegawai KPK dinyatakan lolos dan tidak dalam TWK.
Ketiga aspek itu adalah aspek pribadi, pengaruh, dan PUNP atau Pancasila, UUD 1945 dan seluruh turunan peraturan perundang-undangannya, NKRI, dan pemerintah yang sah.
Dari tiga aspek tersebut, lanjut Bima, terdapat 22 indikator yang dinilai. Aspek pribadi memiliki 6 indikator, aspek pengaruh memiliki 7 indikator, dan aspek PUNP memiliki 9 indikator.
Baca juga: BKN Ungkap 3 Indikator Penentu Lolos Tidaknya Pegawai KPK dalam TWK
Bima menuturkan, aspek PUNP merupakan aspek yang mutlak dan tak bisa dilakukan penyesuaian.
"Untuk yang aspek PUPN itu harga mati. Jadi tidak bisa dilakukan penyesuaian dari aspek tersebut," kata Bima.
Menurut Bima, 51 pegawai KPK tersebut mendapat penilaian negatif dalam ketiga aspek.
Sementara itu, 24 pegawai lainnya mendapat nilai yang baik dalam aspek PUNP, tetapi memiliki masalah dalam dua aspek lainnya sehingga masih bisa dibina melalui pendidikan dan pelatihan.
"Jadi dari sejumlah 75 orang itu, 51 orang menyangkut aspek PUNP, bukan hanya itu, yang 51 ini tiga-tiganya negatif," kata Bima.
Baca juga: Presiden Jokowi Didesak Batalkan Pemberhentian 51 Pegawai KPK
Menurut Bima, sebanyak 51 pegawai yang sudah tidak dapat dibina melalui pendidikan dan pelatihan (diklat) kebangsaan juga tidak bisa diangkat menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
Ia menjelaskan, persyaratan untuk menjadi PPPK sama dengan syarat menjadi pegawai negeri sipil (PNS).
"Jadi kalau mereka tidak memenuhi syarat ASN, ya itu berlaku untuk dua-dua status kepegawaian itu," kata Bima.
Baca juga: BKN Sebut 51 Pegawai KPK yang Diberhentikan Tak Bisa Jadi PNS Maupun PPPK
Lebih lanjut, Bima mengatakan, dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), semua orang yang hendak menjadi ASN harus memenuhi nilai dasar kode etik dan kode perilaku.
“Jadi mereka harus memenuhi, kalau dalam UU 5 Nomor 2015 nilai dasar kode etik dan kode perilaku Pasal 3, 4, 5,” ucap dia.