Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wawancara Khusus: Irma Hidayana Bicara soal Partisipasi Warga hingga Transparansi Pemerintah dalam Penanganan Pandemi

Kompas.com - 25/05/2021, 17:37 WIB
Sania Mashabi,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Platform LaporCovid-19 mungkin tidak asing lagi di kalangan masyarakat.

Pasalnya, platform ini telah menjadi salah satu sarana berbagi informasi seputar penanganan Covid-19 yang belum dijangkau pemerintah.

Selain sarana berbagi informasi, LaporCovid-19 juga menampung laporan warga terkait penanganan pandemi Covid-19 dan menindaklanjutinya.

LaporCovid-19 pun terlibat dalam pencatatan angka-angka terkait situasi pandemi di Indonesia menggunakan pedekatan crowdsourcing atau partisipasi warga.

Berdirinya platform ini tak lepas dari sosok Irma Hidayana yang menjadi inisiator bersama tujuh orang rekannya yang peduli dengan penanganan pandemi Covid-19.

Baca juga: Pantang Pulang Sebelum Padam ala Irma Hidayana, Inisiator Platform LaporCovid-19

Berikut wawacara singkat Kompas.com bersama Irma Hidayana:

Bagaimana awalnya bisa bergabung dengan Laporcovid sebagai inisiator?

Pekerjaan saya di bidang public health, memang saya banyak fokus di kesehatan ibu dan anak. Sebenarnya saya banyak meneliti tentang peran industri dalam public health.

Konsentrasi penuhnya itu sebenarnya ibu dan anak, terutama melihat hubungan industri dalam kesehatan ibu dan anak, serta kesehatan secara luas termasuk dalam perspektif ekologi dan kebijakan pemerintah.

Karena ternyata itu multidimensi, kebijakan pemerintah, peran serta industri, politik, ekonomi, masyarakat, dan lain sebagainya itu bercampur di situ.

Awal-awal yang sangat terasa itu adalah ketika ada Covid-19 di Wuhan, kemudian menyebar di beberapa negara sudah confirm. Malaysia sudah melaporkan ada kasus, Singapura, Thailand juga. Indonesia itu keep denying, kalau negara kita itu enggak ada virus.

Dari sisi kesehatan masyarakat, kalaupun tidak ada penelitian itu bisa diragukan kenapa di berbagai negara tetangga saja udah masuk, kenapa Indonesia enggak. Padahal ada risk factor-nya.

Baca juga: Data Kematian Milik LaporCovid Lebih Banyak 4 Kali Lipat dari Pemerintah, Ini Penjelasannya

Penerbangan dari berbagai negara itu belum distop. Yang terutama sekali adalah penerbangan dari daerah asal outbreak, dari Wuhan itu tetap dibuka. Juga di negara-negara lain yang memungkinkan potensi orang yang terinfeksi itu membawa infeksi ke negara kita.

Karena kita itu ada yang namanya prinsip pengendalian dan pencegah infeksi. Jadi prinsipnya itu kalau pencegahan itu dilakukan, maka potensi kesembuhan atau potensi risiko minimal, akan adanya suatu keparahan akibat suatu penyakit itu bisa diredam.

Apa keresahan itu ada hubungan juga dengan pekerjaan?

Sebetulnya saya bekerjanya independen, saya independent consultant. Saya mengerjakan beberapa program dari beberapa lembaga baik internasional maupun nasional. Jadi tidak spesifik penyakit menular. Yang saya lakukan ya cuma berbagi keresahan saja sama beberapa rekan.

"Ini ada masalah di kita, kenapa kok sangat luwes banget, pencegahannya itu enggak ada."

Kita diajak tidak berpikir logis dengan, "Percayalah bahwa virus tidak akan masuk karena masyarakat kita itu rajin berdoa". "Kita rajin minum susu kuda liar". "Rajin makan nasi kucing", dan lain sebagainya.

Karena resah, kemudian mengobrol dengan beberapa teman baik, sebenarnya di bidang bukan kesehatan masyarakat, tapi biasanya bareng di kampanye antikorupsi.

Saya melihatnya pada saat itu ini bukan hanya masalah public health tetapi ini bakal akan ada intersection antara public health, politik, ekonomi dan lain sebagainya semuanya. Karena, mitigasi bencana kesehatan masyarakat itu tidak akan hanya melibatkan masalah kesehatan masyarakat, tetapi juga masalah political commitment, dan lain-lainnya termasuk ekonomi.

Baca juga: Pemerintah Ingatkan Disiplin Protokol Kesehatan Kunci Sukses Program Vaksinasi Covid-19

Kemudian kita perlu adanya data yang akuntabel, data transparan. Jadi dengan adanya kasus 01,02 yang secara volunteer itu melaporkan ke pemerintah, kok bukan pemerintah yang mendeteksi sih.

Harusnya justru negara yang identify, detected initial cases. Ini justru warganya yang berpartisipasi secara aktif untuk minta dites dan ternyata benar.

Dari evidance yang ada, saya dan teman-teman sepakat mengoleksi data dari masyarakat. Soalnya tanpa ada data yang baik, akuntabilitas datanya baik, tanpa adanya effort dari pemerintah yang transparan, kita enggak mungkin bisa mendeteksi seberapa besar dan seberapa menyebar.

Tanggal berapa peluncuran Laporcovid?

Tanggal pastinya nanti saya cek, tapi itu kasus pertama 2 Maret 2020. Kayaknya enggak lama setelah itu, mungkin 7 atau 10 Maret, kami bikin WhatsApp Group.

Jadi saya mengobrol sama Mas Aik Kompas (wartawan Harian Kompas Ahmad Arif), karena dia dari awal banget sudah tulis tentang Covid-19. Terus saya banyak tanya ke dia, pemerintah sudah melakukan apa, karena dia wartawan dan meng-interview banyak pejabat publik ya.

Saya tanya dan beliau bilang, belum banyak sih, belum ada rencana ini itu. Kalau begitu, ini ada masalah. Ada masalah lag of resources and lag of commitment to respond pandemic.

Jadi akhirnya kami bikin sesuatu, ajak beberapa kawan yang memang selama ini aktif dalam social movement.

Sekarang sudah berapa orang?

Awalnya itu kan kami mendirikan, tanpa diduga pekerjaan itu luar biasa banyak dan masalah itu alih-alih selesai justru bertambah.

Akhirnya share keresahan ke teman-teman, terus membentuk ini. Kemudian kira-kira kami hanya bertujuh atau bersepuluh, karena semakin hari semakin banyak masalah, harus ngomongin soal under reporting cases, ternyata pelaporan data per kabupaten kota itu juga kedodoran.

Baca juga: Tren Kenaikan Kasus Covid-19 di Jateng Usai Libur Lebaran, Paling Banyak Klaster Keluarga

Akhirnya kami inisiatif, kayaknya kita perlu juga mengumpulkan data statistik di seluruh Indonesia. Tapi kami cuma berempat belas. Lalu kami buka open recruitment, siapa saja boleh jadi volunteer. Kami lalu jadi 40 orang, jadi 75 orang, lalu 150 orang volunteer.

Lalu ada masalah stigma perawat, dokter mengalami stigma, mau dinas kerjanya di rumah sakit sudah dijauhi tetangga dan saudara. Akhirnya kami bikin riset stigma, kerja sama dengan UI, LIPI, dan lain sebagainya.

Akhirnya pada satu titik kami pernah sampai 250 volunteers dan itu juga karena perkembangannya ternyata banyak sekali masalah.

Suka dan duka selama bekerja di Laporcovid?

Dukanya acapkali mental kami justru dihajar oleh kekecewaan ketika mendapatkan data. Misalnya, bahwa tidak ada data tes PCR kabupaten/kota. Dan kami minta pemerintah untuk mempublikasi data tes PCR di kabupaten/kota setiap hari supaya kita mengetahui dengan pasti, sebesar apakah skala penularan di kota atau kabupaten tersebut.

Jadi mentok, kayak ngomong sendiri begitu, itu kan jadi, aduh kok kecewa ya. Tapi ketika kami melakukan advokasi, kemudian audiensi dengan pemerintah, dengan Menkes, dengan KPK, dengan KSP, dengan Komisi IX DPR, kami didengarkan.

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Beda Pandemi, Endemi, dan Epidemi

Diterima saja kami sudah senang, didengarkan juga senang, apalagi kemudian ketika kami mem-follow up hasil audiensi, Kemenkes terbukti menindaklanjuti.

KPK terbukti menindaklanjuti dan memperhatikan serta mendorong supaya peluang peluang korupsi itu ditutup.

Jadi senang.

Ada hal lain yang cukup menarik. Saya terus terang belum pernah mengelola, karena saya juga kurang lebih memimpin Laporcovid bersama teman-teman lain tentu saja.

Saya belum pernah bekerja di sebuah inisiatif yang tenaga sukarela semuanya, tetapi setiap hari sangat intens dan kelihatan komitmennya untuk berkontribusi. Biasanya kalau organisasi yang sifatnya sukarela seperti ini kan pasti on-off ya.

Nah kalau Laporcovid ini sudah setahun, setiap hari kami bekerja, setiap hari kami berkomunikasi, berkoordinasi, dan sekarang sudah makin besar, cuma stay strong dan teman-teman relawan ini sangat berkomitmen sekali.

Baca juga: Pfizer dan AstraZeneca Disebut Ampuh Lawan Covid-19 Varian India, IDI: Banyak Sekali Klaim

Dari situ saya banyak belajar bagaimana masyarakat Indonesia ini partisipasi untuk berkontribusi, selain untuk menyumbang menyumbang uang, tetapi ini menyumbangkan pemikiran waktu, belajar, belajar tentang pandemi, bejalar partisipasi publik, belajar tentang demokrasi, good goverment, transparansi dan akuntabilitas data, itu kok animonya luar biasa.

Dan banyak perempuannya, ini yang menarik. Perempuan yang aktif itu luar biasa banyak. mulai dari mahasiswi, ada periset atau peneliti, kemudian dokter, dan mereka itu aktif dan semangat semua.

Sebagai orang yang setiap hari bergelut dengan Covid-19, bagaimana kondisi pandemi di Indonesia menurut Anda?

Kondisinya kayaknya masih buruk, masih kurang bagus. Jadi kalau kita lihat positivity rate juga masih tinggi. Diperburuk dengan kebijakan vaksinasi.

Beberapa waktu lalu juga Kemenkes menyampaikan saat ini ketersediaan vaksin terbatas, mudah-mudahan sekarang sudah terpenuhi.

Cuma, menentukan prioritas yang harus divaksin duluan itu yang menjadi persoalannya. Karena seharusnya kelompok yang paling rentan itu yang harus diselesaikan vaksinasinya sebelum memulai dengan kelompok-kelompok lain yang tidak rentan.

Koruptor kenapa harus divaksin duluan sih? Tahanan KPK, kemudian anggota DPR dan anggota keluarganya.

Kemudian banyak sekali sosialita juga yang sudah divaksin. Sementara lansia itu cakupannya masih sangat sedikit.

Inisiator Platform LaporCovid-19 Irma HidayanaDokumen Pribadi Irma Hidayana Inisiator Platform LaporCovid-19 Irma Hidayana

Baca juga: Platform LaporCovid-19, Warga Bisa Berikan Informasi yang Belum Terdeteksi Pemerintah

Ini merefleksikan banyak hal soal pendataan yang tidak baik, soal prefensi dan juga promosi kesehatan masyarakat, promosi pentingnya vaksinasi, dan juga promosi soal risk communication, soal pandemi itu bahayanya seperti apa, ini juga kurang bagus.

Kalau menurut pemerintah sendiri, kesulitan untuk mengajak lansia untuk divaksin. Ini kan harus digali, kenapa mereka enggak mau. Jangan-jangan karena mereka belum terinformasikan dengan baik manfaat vaksin, bahaya pandemi dan sebagainya.

Apa ada masukan Laporcovid untuk memperbaiki kondisi ini?

Kalau misalnya ditanya solusinya kira-kira apa, kalau menurut saya solusinya kita itu punya resource yang baik, kita banyak punya ahli, kita punya orang-orang pintar, tinggal political commitment saja.

Sebenernya ini driven by strong political commitment. Kalau political commitment dari leader kita itu memang mengarahkan kita untuk berpijak pada keilmuan dalam merespons pandemi ini, menyisihkan dulu kepentingan politik, ekonomi dan sebagainya, saya yakin kita bisa untuk bisa keluar dari pandemi ini.

Soal kinerja pemerintah, apa terlihat sudah transparan dalam penyampaian data?

Belum.

Uang masih sama sekali tidak transparan adalah data tes PCR itu tidak dikeluarkan, tidak dipublikasikan, dan tidak bisa diakses oleh publik secara terbuka di level kabupaten/kota dan provinsi.

Provinsi yang selalu meng-update data jumlah tes itu hanya DKI Jakarta, kemudian Jawa Barat juga cuma kadang-kadang telat. Ada DI Yogyakarta dulu juga update, kadang iya, kadang enggak.

Jumlah tes ini menentukan sekali rapor pemerintah, kerja pemerintah dalam mengendalikan pandemi. kita enggak dikasih clue berapa jumlah tes yang mereka lakukan. Kita enggak akan tahu positivity rate di wilayah masing-masing, cuman dikasih tau secara nasional positivity rate-nya adalah sekian persen misalnya.

Sebenarnya, ada enggak negara yang cukup bagus dalam bidang transparansi data Covid?

Banyak negara yang sudah melakukan itu di Asia Tenggara. Masalahnya adalah justru mereka yang kurva pandeminya sudah mengalami penurunan, datanya transparan semua.

Mereka enggak punya seperti masalah yang kita hadapi itu, jumlah tes itu mereka selalu publish.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Profil Mayjen Dian Andriani, Jenderal Bintang 2 Perempuan Pertama TNI AD

Profil Mayjen Dian Andriani, Jenderal Bintang 2 Perempuan Pertama TNI AD

Nasional
Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga Dilarang Beraktivitas hingga Radius 7 Kilometer

Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga Dilarang Beraktivitas hingga Radius 7 Kilometer

Nasional
Anies Mau Istirahat Usai Pilpres, Refly Harun: Masak Pemimpin Perubahan Rehat

Anies Mau Istirahat Usai Pilpres, Refly Harun: Masak Pemimpin Perubahan Rehat

Nasional
Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com