Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Vaksin Nusantara, BPOM: Harus Ada Perbaikan Dulu Sebelum Lanjut Uji Klinik Fase II

Kompas.com - 16/04/2021, 13:48 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito mengatakan, tim peneliti dari vaksin Nusantara harus melakukan perbaikan terkait uji klinik fase I yang telah disampaikan BPOM, sebelum melanjutkan uji klinik fase II.

"Vaksin dendritik ini belum bisa dilanjutkan ke fase II, sudah clear kan, karena ada temuan-temuan correction action, preventive action. Koreksi-koreksi yang diberikan oleh Badan POM itu harus ada perbaikan dulu, kalau mau lanjut ke fase II," kata Penny dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (16/4/2021).

Penny mengatakan, penilaian BPOM terhadap vaksin Nusantara sudah sesuai dengan standar yang berlaku dalam pengembangan vaksin yaitu aspek Good Laboratory Practice (GLP), dan Good Manufacturing Practice (GMP).

Ia mengatakan, semua uji klinik terhadap vaksin harus mengikuti tahapan-tahapan yang ada.

Baca juga: Soal Vaksin Nusantara, Kemenkes: Kita Tunggu Saja Rekomendasi BPOM

"Semua tahapan tidak bisa dilewati, jika dilewati, diabaikan, tentunya akan kembali lagi tahapan ke belakang (awal), nah tahapan dikaitkan dengan vaksin dendritik sudah disampaikan, jadi saya kira itu sudah final dan kami menunggu koreksi yang akan dilakukan," ujarnya.

Lebih lanjut, Penny menegaskan, apapun kegiatan yang dilakukan terkait vaksin Nusantara baru-baru ini merupakan di luar kewenangan BPOM.

"Tentunya apa yang sekarang terjadi itu di luar Badan POM, dalam hal bukan kami untuk menilai itu," pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, uji klinik fase kedua vaksin Nusantara tetap dilanjutkan meski belum mendapatkan izin atau Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) dari BPOM.

Sejumlah anggota Komisi IX menjadi relawan pengembangan vaksin. Sampel darah mereka diambil di RSPAD Gatot Soebroto, Rabu (14/4/2021).

Sementara berdasarkan data studi vaksin Nusantara, tercatat 20 dari 28 subjek atau 71,4 persen relawan uji klinik fase I mengalami Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) dalam grade 1 dan 2.

Baca juga: Satgas: Jika Penuhi Kriteria BPOM, Pemerintah Akan Dukung Vaksin Nusantara

Penny mengatakan, relawan mengalami kejadian yang tidak diinginkan pada kelompok vaksin dengan kadar adjuvant 500 mcg.

"Dan lebih banyak dibandingkan pada kelompok vaksin dengan kadar adjuvant 250 mcg dan tanpa adjuvant," kata Penny, dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (14/4/2021).

Penny mengatakan, KTD pada relawan antara lain nyeri lokal, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri kepala, penebalan, kemerahan, gatal, ptechiae, lemas, mual, demam, batuk, pilek dan gatal.

Menurut Penny, KTD grade 3 terjadi pada pada 6 subjek.

Rinciannya, satu subjek mengalami hipernatremi, dua subjek mengalami peningkatan Blood Urea Nitrogen (BUN) dan tiga subjek mengalami peningkatan kolesterol.

Penny menjelaskan, KTD grade 3 merupakan salah satu kriteria untuk menghentikan pelaksanaan uji klinik sebagaimana tercantum pada protokol. Namun, tim peneliti tidak melakukan penghentian uji klinik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com