Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Kritik Penahanan 4 Perempuan bersama Balita Terkait Sengketa Pabrik Tembakau

Kompas.com - 21/02/2021, 17:58 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengkritik penahanan empat perempuan bersama dua balita, warga Desa Wajageseng, Kecamatan Kopang, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Dua dari empat perempuan itu harus membawa anaknya yang masih balita ke tahanan karena masih menyusui.

Baca juga: 4 Ibu Ditangkap karena Lempar Atap Pabrik, Suami: Anak Balita Saya dan Ibunya Dipenjara

Mereka ditangkap karena melempari atap pabrik tembakau. Warga mengeluh sesak napas dan terganggu bau yang berasal dari pabrik tersebut.

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan, empat perempuan itu tidak sepantasnya ditahan aparat penegak hukum karena sejumlah alasan.

"Saya kira mereka tidak selayaknya ditahan karena alasan kemanusiaan dan juga tidak ada potensi melarikan diri," ujar Beka, kepada Kompas.com, Minggu (21/2/2021).

Baca juga: Lempar Atap Pabrik Tembakau, 4 Perempuan Ditahan, 2 Balita Ikut Dibawa

Beka meminta supaya kepolisian berhati-hati dalam menangani kasus ini agar tidak melukai rasa keadilan masyarakat.

Untuk itu, menurut Beka, sudah kepolisian menerapkan prinsip restorative justice atau keadilan restoratif.

Pendekatan ini juga sejalan dengan wacana penguatan restorative justice, sebagaimana dikemukakan pemerintah belakangan ini.

Dengan prinsip tersebut, Beka mengatakan, sebaiknya empat perempuan itu dibebaskan dari tahanan.

"(Pembebasan) harus melalui pendekatan restorative justice lebih dahulu. Supaya kedua belah pihak sama-sama sepaham dan bisa menyelesaikan kasusnya bersama-sama," tegas Beka.

Baca juga: Ini Alasan 4 Ibu Lempar Atap Pabrik Tembakau, Pelaku Ditangkap

Di samping itu, Beka menilai kasus ini juga dapat menjadi ujian awal bagi pemerintah melalui aparat penegak hukumnya dalam menerapkan mekanisme restorative justice.

"Batu ujiannya bisa melalui kasus ini," imbuh dia.

Sengketa sejak 2007

Kepala Desa Wajageseng Dedi Ismayadi menjelaskan, sengketa antara warga dan pabrik tembakau sudah berlangsung sejak 2007.

Sengketa berawal dari warga yang tinggal di sekitar gudang tembakau merasa terganggu dengan bau keras dari gudang atau pabrik tembakau tersebut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com